Recent Story

Baby For Alyssa (Sinopsis)

********* 

Baby For Alyssa 

Sudah sejak tadi Perempuan mungil ini menenteng mapyang sejak tadi ia bawa, satu persatu kantor ia masuki guna mencari lowongan pekerjaan sepertinya dewi fortuna tidak bersahabat dengannya saay ini, tak ada satupun yang luput untuk menjadikannya pegawai.

Tetap saja ia tidak pernah menyerah walaupun ia lulusan tahun lalu dari bangku sekolah menengah atas, dari lulusan sekolah dikampungnya pula. Keluarganya tak mempunyai harta yang berlebih untuk menyekolahkan dirinya sampai ke jenjang yang yang lebih tinggi, syukur-syukur dia bisa mencicipi bangku SMA dengan tuntas berkat kegigihan orang tuanya. Ayahnya telah lama meninggal sejak ia di bangku sekolah dasar, dan saat itu hanya ibunya lah yang membanting tulang dikeluarga ia seorang anak tunggal. Sampai akhirnya saat ia dengan begitu gembiranya karena lulus dengan nilai tertinggi disekolah ia pun berlari pulang kerumah untuk memberitahu sang ibu namun na'as ia malah mendapatkan kabar buruk. 

Sebuah bendera kuning terpampang jelas didepan rumahnya, seluruh tetangganya berlalu lalang mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya sang Ibu. Dengan segenap hati ia pun berlari masuk kedalam rumah tak peduli lagi akan nilai kelulusannya tersebut. 

Ia belum memberitahukan kabar gembiranya, tapi bahkan ia yang mendapat kabar buruk. Sungguh, ia begitu terpuruk atas meninggalnyasang Ibu. Apalagi yang bisa ia lakukan sekarang ? Tak akan ada lagi yang memberinya penyemangat juga kasih sayang seperti hari-hari sebelumnya menemani ia disaat senang maupun sedih, tak ada lagi tempat baginya untuk berbagi. 

Dan disinilah ia, merantaukekota untuk mengadu nasib yang lebih baik. Ia berharap semoga Tuhan mendengarnya dan mengabulkan segenap do'a juga permohonannya selama ini. Tinggal disebuah rumah Kost'ankecil yang sempit kost'an yang sangat kecil hanya seperti kamar tidurnya dikampung, Ia tidak menjual rumahnya dikampung tapi ia mengkontrakkannya agar adasedikit pemasukan untuknya,dan sebulan sekali ia pasti berkunjung ke kampung untuk mengambil setoranrumah kontrakkannya yang kini telah ditempati. 

Ia mendesah pelan, menghapus keringatnya yang sejak tadi bercucuran seperti berlomba-lomba menuju garis finish. Ia mengedarkan arah pandangannya, ia duduk disebuah kursi taman yang tidak terlalu panjang, cukup untuk muatan 3 orang jika postur tubuhnya seperti dirinya. Taman ini sepi hanya ada 1 atau 2 orang saja itu pun hanya lewat dan sisanya sang pembersih taman. Tentu saja sepi, ini hari Aktif untuk bekerja, bekerja ? Kapania akan mendapatkan pekerjaan ? Kalau saingannya semua dari perguruan tinggi. Jangankan dirinya yang lulusan SMA untuk melamar sebagai pegawai kantoran, untuk yang dari perguruan tinggi minimal dengan gelar S1 saja masih banyak yang tidak di terima. 

Sebuah kertas melayang begitu saja tepat dipangkuannya, ia menatap bingung kertas itu lalu menoleh ke kiri dan kanan takut-takut itu adalah ceceran kertas yang mungkin saja penting bagi sang pemiliknya ? Setelah ia ambil dan membacanya. Sebuah senyuman langsung mengembang dibibirnya, ia pun langsung loncat-loncat tidak jelas disana. 


******** 


Lelaki dewasa ini sejak tadi mondar mandir diruangannya, seluruh pekerjaannya tidak sedikitpun ia kerjakan. Jangankan dikerjakan disentuh saja tidak, pikirannya berkelana entah kemana. Ia pun mengedarkan arah pandangan ke luar ruangan, ia mendesah kasar. 

Tak adakah sedikit saja pikirannya itu berlalu sebentar, agar ia bisa menjalani aktivitasnya dengan lancar. 

Sebuah ketukan pintu pun langsung membuyarkan lamunannya, "masuk." Ucapnya kemudia lalu kembali duduk ke kursi jabatan tingginnya. 

Bahasa Rasa (Ending)

*****

Ify menatap sayu, luar jenedela. Kedua tangan yang dilipatnya telah menjadi sahabat dalam rengkuhan selama 3 jam lamanya, pelupuk matanya mengembung, tatapan matanya kosong. Kondisinya benar-benar kacau, dan sekarang masa lalu yang dulu hampir Ia lupakan dan bahkan sudah berhasil Ia lupakan tanpa sisa kini kembali terulang pada orang yang berbeda. Kenapa rasanya lebih menyakitkan dari yang dulu ? kenapa lebih perih dari yang dulu ? kenapa ? kenapa ?....

“Rio.” Entah sudah berapa kali Ia mengucapkan kata itu dari mulutnya, lagi-lagi Air matanya kembali menetes hingga menjadi untaian tali yang terus menyambung, mengalir begitu deras. Gabriel yang berada diambang pintu hanya bisa menatap lirih sang adik yang sangat disayanginya itu kini kembali terpuruk, namun lebih buruk dari yang dulu. Entah Gabriel sadar atau tidak, ternyata semenjak tadi Alvin berada dibelakangnya juga menatap Ify yang begitu kacau menghadap kearah jendela dan membelakangi mereka. Gabriel pun berbalik untuk melangkah pergi karena sudah tidak tahan berlama-lama melihat ify yang sangat buruk sekali keadaannya. Menyiksa batin seorang kakak !

Gabriel terkejut tiba-tiba mendapati Alvin berada dibelakangnya yang tengah tersenyum tanpa arti. “maaf gue kagetin loe kak,” Ucap Alvin, Gabriel mengangguk. “nyantai aja sama gue, masuk aja. Gue percaya kok sama loe.” Setelah berkata Gabriel pun melangkah pergi, Alvin menatap punggung Gabriel yang telah menghilang dibalik tangga, lalu kembali mengarahkan pandangan pada sosok Ify. Ia lantas melangkah masuk ke kamar gadis itu. “Fy.” Panggilnya saat telah berada tepat disamping Ify, gadis itu nampak tidak memperdulikan keberadaan Alvin yang kini tengah berada dekat dengannya. \

“sampai kapan loe mau kacau gini ?.” Alvin menatap lekat-lekat wajah Ify dari samping, yang terlihat hanya guratan luka yang mendalam. “sampai Rio kembali.” Alvin tertegun, saat mendengar jawaban Ify barusan.

“Fy …….,” ucapan Alvin seketika terpotong saat Ify menghadap penuh tepat dihadapannya. “gue harap loe bisa pergi dari kamar gue sekarang juga,” tangannya menunjuk kearah pintu.  “Fy…,” mohon Alvin. “Gue bilang pergi, ya pergi Alvin !.” bentak Ify dan mau tak mau Alvin pun melangkah pasrah meninggalkan kamar gadis itu, namun Ia pun berhenti diambang pintu.

“Gue…gue Cuma mau melaksanakan amanat dari sahabat gue. Tapi kalau loe belum siap, gue ngerti kok.” Setelahnya, Alvin langsung menutup pintu kamar Ify. Baru saja pintu itu ditutup, Ify langsung terduduk dilantai menangis kembali dan lebih dalam. Mencoba menenangkan hati melalui buliran bening itu, tapi tetap hasilnya adalah NOL besar, tak ada sedikit pun yang berubah dari hatinya. “Kenpa loe pergi Rio ! kenapa loe pergi disaat cinta gue udah tumbuh, cinta gue datang untuk loe. Dan siap untuk loe.”

“Gue mohon, kembali. Kembali….,” Gumam Ify begitu serak

-----------

Alvin dan Ify menuju Rumah Sakit saat menerima informasi dari pembantu Rio bahwa Rio mengalami kecelakaan saat menuruni anak tangga rumahnya. Wajah pucat pasi dan kekhawatiran langsung menguak begitu saja dari mereka, tanpa terasa Ify menangis saat mereka telah sampai didepan ruangan Rio yang kini masih kritis. Alvin memeluknya untuk memberikan ketenangan, padahal Ia sendiri kin begitu mencemaskan sahabatnya itu, Hey ? seorang Alvin memeluk seorang perempuan ? benarkah ini ? benaknya terus bertanya-tanya, benarkah yang Ia lakukan ini semata-mata untuk memberikan Gadis in kenyamanan dan ketenangan ? benarkah hanya sebatas itu / tapi kenapa hatinya berkata lain, bahwa Ia juga menikamtinya. “Rio, maafin gue.” Alvin membatin lalu memejamkan matanya. Tak beberapa lama dokter keluar dan bertepatan orang tua Rio pun datang.

“Orang tua Rio ?.” tanya dokter saat melihat sepasang suami istri yang kini sangat tersirat wajah kekhawatiran, mereka mengangguk. “bagaimana keadaan anak saya dok ?.” tanya wanita paruh baya kepada sang dokter yang memang adalah Ibu Rio. Dokter lama menatap mereka beremapt secara bergantian lalu bersuara. “untuk orang tua Rio, bisa kita ke ruangan saya sebentar ? ada hal khusus yang perlu kita bicarakan, mari.” Ucap dokter, namun sebelumnya Ayah Rio menoleh kearah Alvin dan Ify yang menatap mereka dengan bingung dan kecemasan. “om dan tante akan memberitahu kalian akan perihal sebenarnya, mungkin setelah pertemuan dokter ini. kalian bisa mendapatkan jawabannya,” Ucap Ayah Rio lalu melangkah mengikuti sang istri yang telah melangkah duluan sejak tadi.

Alvin dan ify menelan ludahnya susah, sesuatu yang perlu dijelaskan ?. mereka berdua langsung berpandangan menanyakan hal yang sama melalui tatapan mata satu sama lain, namun nihil hanya gelengan kepala yang mereka ciptakan. “sebenernya ada apa dengan Rio ? Kenapa Dokter juga orang tuanya sepanik ini ? apa, kecelakaan Rio jatuh dari tangga bener-bener fatal ?.” Tanya Ify seraya menunduk, Alvin menatapnya lama lalu beralih kearah ruang rawat Rio. “sebelum kita mendengarkan penjelasan dari orang tuanya, gue yang harus lebih dulu ngejelasin ini sama loe. Ikut gue,” Alvin menarik lengan Ify lembut, lalu membawanya ke taman Rumah Sakit kemudia duduk dibangku panjang taman yang memang tersedia disana.

Alvin menatap lurus ke depan lalu menghembuskan nafasnya berat, “Rio… Rio suka sama loe.” Ungkap Alvin begitu saja, dan mampu membuat Ify sektika diam ditempat, entah karena apa aliran darahnya berdesir hebat. Sudah sekian kali Ia merasakan hal ini, hatinya menghangat, degupan jantungnya juga seolah-olah tidak terpompa normal seperti biasanya. Setiap kali mendengar nama Rio, Ia selalu merasakan hal itu, tapi ia tidak memperdulikan hal itu karena menurutnya tidak penting tapi saat mendengar kecelakaan yang menimpa Rio kemudian dibawa kerumah sakit dialah yang pertama kali mencemaskan lelaki itu. Ify sendiri bingung dengan perasaannya karena baginya Ia menyukai Alvin bukan Rio itulah diotaknya. Tapi hatinya menjerit seakan-akan menolak mentah-mentah nama Alvin, dan terus memunculkan nama Rio. Sehingga Ia tidak menyukai hal-hal perbandiangan dari Rio maupun Alvin karena hasilnya sama. Antara Otak dan Hati benar-benar bertolak belakang.

“Dia suka sama loe saat pertama kali kalian bertemu, Rio bukan cowok yang gampang jatuhkan pilihan terhadap perempuan.  Soal kenapa dia selalu dikelilingi perempuan? itulah kelebihan Rio, dia punya sisi keramahan yang berlebih sehingga membuat perempuan manapun yang dekat dengannya merasa diperhatikan merasa Rio mempunyai rasa lebih terhadap mereka. Padahal sama sekali dia nggak punya maksud lain, dia terbuka sama siapa saja tapi tertutup untuk hati.” Alvin menoleh kearah Ify yang sejak tadi memang memperhatikan Alvin. “seharusnya bukan gue yang ngejelasin ini semua tapi Rio sendiri. Loe inget saat loe ngejenguk gue dan bawa’in gue makanan padahal makanan itu sama sekali nggak gue suka ? dan gue nolak buat makan ? tapi Rio yang ngambil dan ngehabisin semua makanan itu, gue juga tahu dia nggak suka makanan itu tapi demi loe dan itu buatan loe sendiri dia yang makan. Loe inget saat gue nggak bisa ngantarin loe pulang ? Tapi Rio nggak mau loe kecewa dan nawarin buat pulang bareng dia ,padahal disaat itu juga dia punya tugas Osis di SMA lain ngebuat semua rencana acara Pensi di sekolah kita nggak jadi begitu aja karena kelamaan nunggu Rio yang ngantar loe pulang. masih banyak Fy, masih banyak pengorbanan Rio yang nggak loe tahu dan selalu loe tanggapi dengan ketidak pedulian tapi dia selalu ada buat loe. Buat loe…,” Alvin tersenyum getir.

“gue nggak tahu apa yang akan terjadi sama Rio setelah ini, karena gue merasa ada firasat buruk yang terjadi. Tapi sebelumnya, gue ingin tanya sama loe. Apa yang loe rasain selama ini sama Rio.” Ify terdiam saat mendengar semua penjelasan dari Alvin, hatinya terasa perih saat mendengar semua penjelasan itu. Sebenarnya apa yang Ia rasakan terhadap Rio ? sebenarnya apa yang terjadi pada perasaannya saat ini ? kenapa begitu sakit. Perlahan tapi pasti buliran bening yang sejak tadi diperintah hatinya untuk turun akhirnya mengalir juga.

“Fy ? kok loe nangis ?.” Alvin yang melihat Ify menangis menjadi bingung sendiri. “gue ? gue salah ngomong ya ? gue kelewatan sama penejelasan gue tadi ?.” Ify menggeleng. “gue yang salah, karena nggak pernah peka soal hati.”

“selalu mentingin apa yang diperintah otak gue tanpa hati, dan hasilnya gini. Semua yang terjadi sama gue selama ini karena masa lalu itu, tapi semenjak kenal loe sana Rio gue ngerasa masa lalu itu udah pudar perlahan dan kalian berhasil melakukannya. Loe tahu ? bodohnya gue selalu memaksa hati gue buat suka sama loe….,” kini berganti  Alvin yang terkejut atas pernyataan ify, memaksa hatinya ? lalu yang dihati gadis ini sebenernya siapa ?. Ify tersenyum lalu menghapus kasar air matanya, “karena wajah loe begitu mirip dengan cinta pertama gue itu, dan itulah yang mengharuskan gue untuk memaksa hati sendiri biar suka sama loe. Tapi nyatanya percuma….,” Ify menggantungkan kalimatnya

“hati gue menolak untuk itu, benar-benar menolak. Dan entah itu apa, gue juga nggak  bisa ngejelasin secara detail saat ada rasa aneh yang menjalar  di hati ini. gue mencoba menekannya sedalam mungkin dan berusaha tidak peduli.” Alvin terus memperhatikan mimik wajah ify, sekarang Ia tahu jawabannya. Walaupun awalnya Ia merasa bahagia bahwa Ify memaksa hatinya untuk mencintai Alvin tetapi dihati Gadis itu sebenarnya adalah Rio bukanlah dirinya. Sakit ? memang itu adalah hal dari awal yang pasti dirasakannya, tapi permainan ini mengenai sahabat ? dan ternyata hati sahabatnya itu sebenarnya terbalas oleh perempuan yang dicintainya hanya saja perempuan ini belu begitu menyadarinya.

Alvin beranjak. “Ikuti kata hati loe, sesuatu yang dipaksa hasilnya bukan sempurna tetapi buruk. Apa yang loe rasain sekarang, biarin dia tumbuh sebagaimana adanya.”

“loe dan Rio memang untuk dipersatukan, ayo.” Ucap Alvin seraya tersenyum, Ify pun membalasnya kemudian mereka pun menuju ruang rawat Rio. Langkah mereka terhenti saat melihat kedua orang tuanya begitu sibuk. Papa Rio seperti sedang menelpon pegawai Bandara karena yang terdengar dari mereka berdua adalah tiket pesawat juga perlengkapan lainnya untuk penerbangan luar negeri, sedangkan Mama Rio sedang berbicara dengan Dokter. Tanpa pikir panjang Alvin dan Ify pun menghampirinya.

“Tante ini ada apa sebenarnya ?.” Tanya Ify yang diangguki oleh Alvin. Mama Rio menatap Alvin dan ify secara bergantian. “nama mu Ify ? jika benar, lekaslah kedalam. Rio telah sadar dan mencari mu.” setelah mendengar ucapan dari mama Rio, Ify langsung begitu saja keruang rawat Rio. Ify meneguk ludahnya susah, menatap lelaki tampan yang selalu menghiasi harinya tanpa Ia sadari dan seakarang Ia telah sadar sepenunya. Lelaki itu tersenyum kearahnya dan tatapannya seperti menahan sakit.

“sini Fy.” Suruhnya dan mau tak mau Ify pun menurutinya. “Rio…gu..gue,”

“gue udah tahu kok, loe udah tahu semua tentang perasaan gue.” Mampu membuat Ify terkejut darimana Rio mengetahuinya. “nggak usah bingung darimana gue tahu, gue kenal Alvin dan m ulutnya itu ember.” Rio terkekeh

“semua yang dikatakan Alvin benar adanya, tapi gue nggak pernah merasa salah telah cinta sama loe. Justru gue bersyukur bisa cinta sama loe itu artinya gue normal kan ?.” lagi-lagi Rio terkekeh, Wajah Rio berubah muram lalu terenyum getir berusaha menahan tangis, tapi akhirnya air mata itu mengalir juga. “ahh, gue cengeng ya Fy. Padahalkan gue cowok ckck.” Rio menghapus air matanya kasar

“air mata nggak pernah mandang bulu. Dia akan mengalir mewakili perasaan bukan sebagai fenomana keburukan bagi siapa pun. Air mata diciptakan bukan hanya untuk menangis lebih tepatnya fungsi mewakili perasaan.” Balas Ify lalu beranjak dan menghapus pelan air mata Rio yang mengalir. “ini sebagai balasankarena hati gue yang nggak pernah peka akan uluran hati loe.”

“Ify…,” gumam Rio tak percaya.

“gue… gue juga cinta sama loe Rio, dan sekarang gue sadar akan hal itu.” Rio memejamkan matanya berusaha menahan gejolak kebahagiaan karena cintanya terbalaskan. “bisa gue dengar itu sekali lagi Fy ? untuk yang terakhir.” Saat itu juga air mata Ify mengalir begitu saja, terakhir ? apa maksud Rio yang terakhir ? akhir apa yang akan terjadi setelah ini ?.” hati Ify menjerit detik itu juga Ia lantas memeluk Rio dan terus menyatakan perasaannya, perasaan yang selama ini tidak diperdulikannya. Tanpa terasa Rio pun membalas pelukan gadis yang Ia cintai itu kemudian melepaskannya. “loe mau janji sama gue ?.” tanya Rio menatap tepat dikedua bola mata Ify kemudian gadis itu mengangguk. “lakukan seperti awal bagaimana cara loe buat nggak peduli sama perasaan itu terhadap gue. Jika perlu lupakan perasaan itu saat ini juga, gue mohon.” Ify menggelengkan kepalanya tidak percaya akan perjanjian gila yang Rio buat, Ia melangkah mundur. “nggak Rio, loe pasti bercanda.”

“Loe harus ngelakuin hal itu jika loe nggak mau sakit masa lalu kembali datang, gue mohon matikan perasaan loe itu. Dan gue… gue akan mencoba melakukannya. Melupakan perasaan ini.”

“nggak Rio, gue nggak akan pernah ngelakuin hal itu. Nggak akan.” Ify pun berlari menuju pintu keluar ruang rawat Rio dengan tangis yang pecah karena tidak menyangka bahwa Rio menyurhnya untuk melupakan perasaan yang  baru saja telah ia sadari saat ini. Alvin yang melihat Ify yang baru keluar dengan keadaan menangis ingin menyusul Gadis itu yang pergi entah kemana tanpa berpamit padanya, namun lengan Alvin ditahan oleh mam Rio

“gadis cantik itu perlu waktu sendiri, sekarang giliran mu yang masuk.” Alvin pun mengangguk kemudian masuk, didapatinya Rio yang tengah menangis kemudian menghapusnya kasar. “eh elo Vin, masuk.”

“nggak usah basa basi, apa yang loe lakuin sama Ify sampai-sampai dia nangis seperti itu.”

“gue Cuma bilang, buat lupain rasa dia terhadap gue. itu aja.” Balas Rio santai dengan senyuman disana, Alvin menatapnya sengit. “apa loe bilang ? itu aja Yo ? loe begok tau nggak.”

“iya gue emang begok.” Jawab Rio

“cishh, lebih dari begok.” Balas Alvin, Rio menatap Alvin merasa bersalah

“gue mau loe yang jaga Ify, gue mau loe dan Ify bersatu.”

“permintaan loe buruk, dia baru aja sadar dari perasaannya Yo !dan sekarang ? dengan seenaknya loe minta dia buat lupain perasaannya ? loe begok !.” marah Alvin tatapan matanya tajam kearah Rio. “loe juga pasti akan melakukan hal ini pada orang yang loe sayang Vin. Dan gue tahu, loe juga sebenarnya sayang sama Ify tapi loe terlalu jaga perasan gue karena lebih dulu bilang suka sama Ify kan ?. selain alasan itu gue juga punya alasan lain, dan gue baru tahu sekarang….,” Rio tersenyum getir memejamkan matanya, Alvin yang mendengar seluruh ungkapan Rio tidak bisa berkutik karena semua yang diucapkan sahabatnya itu memanglah benar. “gue punya penyakit hati, dokter memvonis hidup gue nggak lama. Dokter udah nggak bisa berbuat apa-apa kalau gue pengen hidup lama, perobatan di Jerman itu usul dokter. Gue ? gue sama sekali udah pasrah akan semuanya, kalau memang umur gue Cuma sampai saat ini. Orang tua gue nggak mau berhenti berusaha sampai disini, maka dari itu entah selamanya gue disana atau bahkan kembali kesini terbujur kaku. Yang pasti gue titip Ify, jaga dia.” Rio membuka matanya kemudian menoleh kearah Alvin yang sekarang menatap tajam kearahnya, lalu Rio tersenyum.

“gue juga nggak tahu kalau punya penyakit seganas ini, orang tua gue menyembunyikan semuanya secara pintar. Dan ternyata gue baru sadar kenapa mama gue selalu nyuruh makan dirumah dan nggak ngebolehin sedikit pun nyantap makanan diluar. Makanan dirumah gue udah tercampur sama obat-obatan penghambat sel penyebar kanker dihati, itulah yang buat gue bisa bertahan. Dan sahabat loe yang sok kuat ini hanya bergantung hidup sama obat. Miris ya hidup gue ?.” Rio tersenyum hambar.

Alvin melangkah pelan menghampiri Rio, matanya memerah menahan tangis. Kedua sahabat itu pun memeluk satu sama lain menyalurkan kesedihan satu sama lain. Kebersamaan dari kecil yang mereka ciptakan akan berakhir dengan perpisahan, perpisahan yang berujung luka…

“jangan lupain gue, kasih kabar atas perkembangan loe disana. Gue mau loe balik masih berdiri bukan sebaliknya, masalah Ify ? loe nggak perlu khawatir. Gue akan jaga dia, tapi untuk ngeganti’in posisi loe dihatinya gue rasa Cuma loe yang berhak.” Alvin melepaskan pelukan. “karena Ify telah sadar akan perasaannya, loe hutang kembali dengan tubuh sehat yo bukan sebaliknya.” Alvin tersenyum tanpa arti begitu pun Rio

“baru kali ini gue liat loe nangis.” Canda Rio

“kayak loe nggak aja tadi, kita banci ya Yo ?.” akhirnya mereka pun tertawa bersama. “besok gue udah take ke Jerman, tadi gue pengen ngejelasin semuanya ke Ify tapi dia malahan pergi. Untuk terakhir kalinya gue pengen liat dia, loe mau kan ajak dia kebandara besok ?.”

“nggak ada kata terakhir, hanya sementara. Inget Yo Sementara, gue tahu loe bakal sembuh.” Ucap Alvin memberi penekanan

*******

Rio terus menunggu di bangku tunggu bersama orang tuanya, kebetulan pesawat akan take 30 menit lagi. Rio yang masih terlalu lemah hanya bisa duduk dikursi roda, dan terus melirik kearah pintu masuk. Ia menggenggam erat sepucuk surat ditangannya, menanti dengan harap-harap cemas bahwa perempuan yang Ia cinta agar segera datang bersama sahabatnya,  tak terasa 20 menit telah berlalu hanya meninggalkan 10 meni tersisa bahwa pesawat benar-benar akan take Off. “kalian dimana ?.” batin Rio resah

“Rio, ayo.” Panggilan dari sang mama membuat penantian Rio buyar, sosok yang Ia tunggu tak juga datang. “sebentar lagi ya Ma.” Mohon Rio, sang mama pun mengangguk.

Dan akhirnya saat yang ditunggu pun tiba, telah terdengar panggilan penerbangan menuju negara jerman, hati Rio mencelos. Kembali Ia mengedarkan pandangannya ke Pintu masuk. “kayaknya waktu emang nggak mihak kita Fy, gue Cuma nggak mau jadi orang kedua yang pergi tanpa pamit seperti cinta pertama loe itu. Tapi seenggaknya loe nemuin surat ini, gue pamit Fy.” Batin Rio kemudian meletakkan sepucuk surat pada kursi tunggu, akhirnya Rio dan kedua orang tuanya pun pergi.

Dari sisi lain, seorang perempuan dan laki-laki tengah berlari tergesa-gesa tak ayal sesekali mereka menabrak orang-orang yang berlawanan jalan dengan mereka ataupun sebaliknya. Kecemasan mulai menghambur begitu saja dihati Ify, dia telah mengetahui semuanya atas semua penjelasan yang Alvin katakan padanya. “Alvin, Rio dimana ?.” tanya Ify yang mulai melemah dan frustasi

“kita tanya ke bagian operator.” Usul Alvin mereka pun akhirnya bertanya atas penerbangan ke Jerman. Bagai tersambar petir Ify terduduk lemas air matanya berurai begitu saja. ‘pesawat dengan penerbangan ke Jerman telah take 10 menit yang lalu.’ Itulah yang diucapkan sang operator

“Rio….”

“kenapa loe pergi Yo ? kenapa loe nggak nunggu gue dulu ?.”

“kenapa semua yang gue alamin harus pergi gitu aja ? kenapa ?.” Alvin yang melihat Ify yang begitu kacau lantas memeluknya, Ia juga tidak menyangka akan terlambat datang seperti ini. “Rio pasti kembali kan Vin ? dia pasti kembali kan ?.” tak ada jawban dari Alvin dia hanya memeluk gadis itu dengan erat karena Ia juga tidak bisa menjawab apakah sahabatnya itu akan kembali atau sebaliknya. Namun yang pasti, dia akan menjaga Ify sesuai yang Rio inginkan.

“gue mau Rio Vin, Gue mau Rio.” Tangis Ify benar-benar pecah, Alvin yang tidak tega pun menggiring Ify ke kursi tunggu. “sstt udah ya, Rio Cuma pergi sebentar.”

“apa loe bilang sebentar ? ck. Semua orang yang dekat sama gue pasti akan pergi Vin. Dulu kedua sahabat gue, dan sekarang Rio ? atau mungkin loe juga nantinya.” bentak Ify kemudian Ia pun berlari keluar entah kemana, Alvin tidak bisa berbuat apapun. Ia hanya bisa meremas rambutnya frustasi, “gue nggak tahu apa yang akan terjadi nanti Yo, Ify begitu kacau.” Gumam Alvin lirih, tatapannya mengarah ke kursi yang tadi Ify duduki. Kemudian Ia mengkerutkan keningnya lantas mengambil sebuah surat disana.

“Rio….,” gumam Alvin, ia lalu memasukkan surat tersebut ke dalam sakunya kemudian melangkah meninggalkan bandara untuk menyusul Ify.

----------------

Ify masih mengingat kejadian 1 minggu yang lalu disaat kepergian Rio, dan sekarang sebuah surat yang Alvin katakan itu dari Rio sampai saat ini tak kunjung dibukannya, jangankan untuk membuka menyentuh saja dia tak sanggup.

“gue… gue akan buka surat ini, kalau memang saatnya tiba. Gue nggak sanggup Yo.” Gumam Ify lirih, air matanya kembali mengalir.

“Bahasa rasamu mengalir sebagai penghubung menuju hati ku, menciptakan rasa hangat yang kemudian menjalar bebas ditubuh ku, disaat yang bersamaan aku berusaha untuk menolak rasa yang datang dari mu karena sedikitpun aku tak menginginkannya. Tetapi, disaat ku sadar akan rasa yang menjalar, kau pergi begitu saja menumbuhkan rasa hebat yang sempurna. Sekaran  ku menegerti bahwa cintku tercipta untumu secara tak sengaja… secara pelan… secara suka rela…secara tulus… secara lembut… secara apa adanya dan secara nyata tanpa ku ingin… aku mencintai mu Rio… aku mencintaimu.”



END…..

Bahasa Rasa (Part 7)


Tittle :: Bahasa Rasa
Author :: Frisca Ay

*********


Aku bertanya pada hal yang ku anggap pasti, menanyakan seluruh rasa yang mengalir begitu saja ditubuh ini. semakin ku bingung semakin pula rasa ini meluncur hebat. Ada titik dimana aku dituntut untuk menyadarinya sebelum terlambat karena akhir dari rasa ini ialah melapasnya begitu saja, melepaskan hal yang sudah menjadi tujuan rasa ini. Melepasnya …



Semenjak kejadian itu, Ify begitu dekat dengan Rio. Mereka selalu menjenguk Alvin di Rumah Sakit, Ify tidak lagi bersikap dingin seperti dulu. Semakin hari kondisi Alvin makin membaik, ia pun mulai pulih seperti biasa dan sudah bisa diperbolehkan pulang tapi harus terus melakukan check-up untuk mengontrol perkembangannya. Diawal kesadaran Alvin begitu bingung kenapa Ify berubah seperti ini, Tapi ia tak ambil pusing sungguh dengan sikap Ify yang seperti awal mereka bertemu menjadi semangat sendiri baginya apalagi senyuman itu, ah ! rasanya ingin sekali terus melihanya. Setelah mendengar penjelasan Rio bagaimana kondisi Ify sebenarnya dan berbagai pertanyaan yang dulu terus membeban diotaknya terjawab sudah, yah semuanya. Alvin telah mengetahui penyebab Ify seperti itu !

“jadi bener Zahra itu memang Gila Vin ? terus kenapa loe nggak ngasih tahu gue sih ?.” ucap Rio kesal, Alvin terkekeh. “gue mau ngasih tahu loe, tapi kan loe bilang bisa ngadepin Zahra sendiri. Gue urungin deh niat gue untuk bantu loe.” Alvin mengedikkan bahunya wajahnya sudah mulai berbeda ada rona merah disana tanpa pucat.

“tapikan seenggaknya loe bilang kalau tuh anak ada kelainan jiwa, jadi kejadian kayak gini nggak bakal terjadi.” Rio masih saja mengoceh Ria, karena inilah saatnya untuk memarahi Alvin karena sahabatnya itu tidak memberitahu dari awal  perihal Zahra yang memang mempunyai kelainan Jiwa. “gue sebenarnya juga nggak tega ngeliat Zahra frustasi, gimanapun juga dia sepupu gue Yo.” Balas Alvin. “yaudahlah, toh udah lewat juga. Dia juga udah ditempat yang bener.” Desah Rio yang juga ikut frustasi, Alvin tertawa geli.

“oiya, tumben hari ini Ify nggak jenguk ?.” tanya Alvin seraya menatap Rio.

“Oh Ify ? dia lagi ke Panti katanya kalau sempet bakal kesini.”

“kenapa loe nggak ikut dia ?.”

“tadinya sih pengen ikut, tapi dia nggak bolehin katanya loe siapa yang nemenin.” Alvin mengangguk mengerti. “loe udah pernah ke Panti Asuhan itu kan ?.” tanya Alvin kemudian, giliran Rio yang menganggukkan kepalanya lalu menatap Alvin seolah-olah bertanya, ‘kenapa loe nanya gitu ?.’

“gue nanya doang.”

“oh, gue mau ngomong.” Ucap Rio kemudian

“ngomong aja, dari tadi juga loe ngomong bukan semedi.”

Rio nyengir. “Gue suka sama Ify Vin.”  Pernyataan Rio sukses membuat Alvin membelalakkan matanya, tertegun dan syok itu pasti. “kenapa Vin ? ada yang salah ?.” tanya Rio yang bingung dengan ekspresi Alvin yang aneh

Alvin kembali ekspresi semula datar. “nggak, nggak kenapa-kenapa.” Jawab Alvin gugup

          “atau loe ? suka sama Ify juga ?.” selidik Rio, jika mungkin Alvin tadi minum untuk menenangkan hatinya karena pernyataan Rio yang menyukai Ify, pasti Air minuman dimulut Alvin akan menyembur sempurna kewajah Rio. “gue udah pernah bilangkan sama loe ? walaupun ify cewek pertama jadi sahabat gue, gue nggak punya rasa sama sekali sama dia.” Ucap Alvin seraya tersenyum, Rio bernafas lega.

          “gue kira loe bakal nonjok gue, karena loe juga suka sama Ify.” Alvin tertawa geli. “gue dukung loe sama Ify.” Ucap Alvin kemudian.

          “thanks Vin, gue memang butuhin loe buat deket sama Ify.”

          “Pasti Bro,”


************


Saat malam menjelang, Ify menjenguk Alvin di Rumah Sakit. Sebenarnya dia tidak ingin menjenguk malam ini karena dia juga sepertinya kurang enak badan. Tapi mau gimana lagi dia ingin sekali melihat wajah Alvin sekarang juga, dan Ia putuskan untuk menjenguknya walaupun sebentar. Hitung-hitung karena kemarin dia tidak menjenguk Alvin karena pada saat itu ia terlalu lelah sepulang dari Panti Asuhan, dan tadi siang ada pelajaran tambahan mengingat sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian Nasional. Jadi, baru malam ini ia punya waktu itupun kondisinya sendiri kurang sehat.

Ify mengetuk pintu. “masuk.” Suara berat langsung menyambutnya yang Ify tahu bukan lah suara dari Alvin melainkan Rio.

          “loh Fy ? kok loe malem-malem kesini ?.” tanya Rio bingung saat melihat Ify yang masuk, Ify tersenyum lalu mengedarkan pandangannya kearah Bed Alvin yang kosong apalagi ruangan itu nampak rapi dan bersih.

          “Alvin dimana ? kok Bednya kosong ?.” tanya Ify dan menghiraukan pertanyaan Rio barusan

          “oh Alvin ? lagi periksa di ruangan dokter. Dia udah boleh pulang sebenarnya besok, tapi dia pengen cepet yaudah gue urus semuanya malam ini juga.” Jelas Rio sambil tersenyum. “duduk Fy.” Sambungya kemudian seraya menepuk sofa disebelahnya, Ify pun duduk.

          “Besok gue jemput kesekolah ya.” Ify menoleh kearah Rio. “nggak usah deh, gue dianter sama Kak Iyel aja. Lagian rumah loe kerumah gue jauh.” Tolak Ify sopan, Rio tertawa geli.

          “ngapain loe ketawa ?.” tanya Ify bingung. “muka loe tegang banget Fy, loe nervous ya deket sama gue ?.” Ify langsung cengo mendengar kalimat Rio barusan, lalu memukul rio menggunakan bantal Sofa yang mereka duduki sejak tadi.

          “ihhh, loe tuh nyebelin banget tahu nggak.” Dia terus memukul Rio. “Haha, aduh Fy udah udah. Iya iya maaf.” Karena begitu asyik memukul Rio membuat Rio juga kewalahan untuk menangkis setiap serangan dari Ify. Akibatnya Rio pun lengah dengan satu pukulan kuat dari Ify membuat kepalanya jatuh kelantai, seketika Rio pun tak bersuara lagi terbaring dilantai tanpa peralawnan kedua matanya terpejam. Membuat Ify menghentikan aksinya lalu tertegun.

          “Rioooo.” Teriak ify khawatir, Rio sama sekali tidak bergerak walaupun Ify sudah mengguncang-guncangkan tubuh Rio. Ify benar-benar kalut, tidak tahu harus berbuat apa. Ia takut terjadi sesuatu pada Rio, “Rio bangun Yo.”

          “Yo ! becanda loe nggak lucu. Cepet bangun.”

          “Rio, ayo bang…..,” dengan satu tarikan mampu membuat Ify langsung bersedekap diatas dada bidang Rio, membuat Ify tertegun melihat wajah Rio sedekat itu. Rio membuka matanya lalu menyeringai, “loe khawatir ya sama gue ?.” dan langsung membuat Ify sadar lalu memukul Rio kuat malahan membuat Rio kembali tertawa geli.

          “sumpah ya ! becanda loe nggak lucu,” marah Ify. “tapi sukses ya, buat seorang Alyssa khawatir hahahha.” Sahut Rio

          “loe nyebelin.” Tatap ify tajam, kemudian terpengah saat melihat sesuatu yang turun dihidung Rio.

          “Rio ?.” panggil ify panik, Rio berhenti tertawa lalu menatap Ify bingung mengisyaratkan ‘kenapa Fy ?’.  “hidung loe keluar darah.” Rio pun langsung membersihkan darah dihidungnya dengan jarinya, tapi… darah itu semakin di bersihkan semakin banyak keluar. Ify langsung mendekati Rio yang saat itu mendongakkan kepalanya keatas agar darah dihidungnya itu tidak terus turun.

Ify bergetar matanya mulai berair. “bodoh,” refleks Rio pun mengehentikan kegiatannya yang mendongak lalu menatap Ify bingung yang saat itu siap menangis.

          “heyy, loe kenapa ? kok nangis ?.” Rio jadi gelagapan dan bingung kenapa Ify menjadi ingin menangis seperti ini.

          “Maafin gue Yo, karena gue loe mimisan gini. Pasti akibat kebentur dilantai tadi kan ?.” Rio tersenyum lembut. “Bukan salah loe, dan ini bukan akibat tadi. Karena gue kurang tidur aja kali semenjak nemenin Alvin di Rumah Sakit. Jadi ya… Jam tidur guegak keatur apalagi urusan disekolah.” Darah segar kembali keluar dihidung Rio, Rio pun kembali mendongakkan kepalannya keatas. Ify menahan lengan Rio yang akan membersihkan darah yang masih tersisa dihidungnnya, dan saat itu tangan Rio benar-benar diselimuti darah segar. Ify menggiring Rio kembali duduk, “kepala loe rebahan disini.” Perintah Ify seraya menepuk pangkuannya, Rio kembali bingung menatap Ify.

          “udah tiduran aja, nggak pa-pa. gue yang bersihin.” Perintah Ify lagi. “nggak ada penolakan.” Sambungnya kemudian saat melihat Rio yang akan melakukan aksi protes. Akhirnya Rio pun pasrah dan tiduran dipangkuan Ify, rasa nyaman kembali tercipta dibenak Rio saat didekat Ify seperti ini.

Ify merogoh tasnya dan mengambil tisu, mulanya membersihakan darah itu dihidung Rio sampai akhirnya darah itupun berhenti juga lalu memberihkan tangan Rio yang sejak tadi berlumuran darah. Rio tersenyum, “makasih Fy.” Ify hanya membalas dengan senyuman lembut.

          “lain kali, kalau gini lagi. Kepalanya jangan mendongak keatas, kemungkinan besar bakal menyumbat aliran darah ke Otak. Gue nggak mau terjadi sesuatu sama loe,” jelas Ify. Rio terpana atas penuturan Ify lalu mengangguk pelan sambil tersenyum.


************

Ada saat dimana aku harus menghilang sejenak, membiarkan setiap sensasi rasa yang kau ciptakan menjadi pesan batin untuknya. Membiarkan puing-puing bahagia yang belum terbentuk sempurna menjadi sempurna dengan suasana yang kalian ciptakan bersama. Dan aku ? aku akan menenggelamkan diri jika itu yang terbaik….

Diluar ruangan seseorang menatap kedalam ruangan dengan tatapan yang sulit diartikan, pandangannya terus menembus segala aksi dan gerak-gerik yang ia lihat didalam sana. Sebuah suasana tenang tapi mampu menyayat hati…

          “Rio memang pantas buat loe Fy.” Gumamnya

          “memperhatikan kalian dari jauh, menyatukan kalian akan lebih baik.” Lalu dia pun tersenyum getir, dengan tatapan yang tak lepas dari kedua sosok yang sedang kembali bercanda didalam sana.


**********

Sudah 1 bulan dari kepulangan Alvin dari Rumah sakit, membuat lukanya tidak terasa lagi sakit. Kegiatan seperti olahraga basket kesukaannya terpaksa vakum selama 1 bulan saat itu, namun sekarang ia sudah bisa kembali dari acara Vakum itu. Kembali memainkan bola bundar berwarna orance.

          “Alvin.” Sebuah suara menghentikan kegiatan bermainnya lalu menoleh kearah pintu lapangan Indoor sekolah, perempuan mungil yang masih menggunakan seragam lengkap menghampirinya dengan menenteng 2 kaleng minuman dingin.

          “Loe nggak pulang Fy ?.” tanya Alvin saat mendapati perempuan itu ternyata Ify kini dihadapannya. “Pulanglah, gue nggak bakat jadi satpam sekolah.” Jawabnya santai. “oiya ini minum buat loe.” Ify menyodorkan 1 kaleng minuman kearah Alvin dan Alvin mengambilnya lalu meminumnya dengan antusias langsung saja ify menepuk bahunya.

          “loe Haus atau apa sih ? nyantai aja kali Vin minumnya.” Tawa Ify

          “gue haus, malas ke kantin beli minum.”

          “pantesan.” Ify pun merogoh sakunya dan mendapati sapu tangan, Alvin yang tahu pasti Ify akan mengelap keringatnya dengan sapu tangan itu begitu senang. Tapi, kembali ia pendam saat melihat Rio memasuki lapangan, ify sudah ancang-ancang untuk mengelapnya namun ditahan oleh Alvin. “biar gue aja.” Ucap Alvin dingin, hati Ify mencelos. Ingin sekali Ia melakukan itu langsung untuk Alvin, tapi kenapa akhir-akhir ini Alvin menunjukkan sikap ingin menjauh darinya ? Ify mendesah kasar, apakah sikap Alvin tidak bisa berubah dengannya ? tidak bisakah ia juga bersikap biasa seperti dirinya ? walaupun saat ini Alvin memang banyak tersenyum padanya namun sering kali juga ia menghindar entah apa yang membuatnya menghindar.

          Ify mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat kearah mereka, -RIO-. Lelaki itu terus tersenyum kearah mereka.

          “hay Yo.” Sapa Alvin duluan saat Rio telah duduk disamping Ify, Rio membalasnya dengan senyuman. “gue nungguin loe berdua buat belajar kelompok. Katanya hari ini mau belajar kelompok dirumah loe Vin.” Jelas Rio dan langsung Ify serta Alvin menepuk jidat masing-masing karena lupa. “yaudah yuk langsung aja, ikut mobil gue.” Ucap Rio.

          “gue bawa motor Yo.” Tolak Alvin, mereka berdua lalu menatap kearah Ify bersamaan seolah-olah memberi pertanyaan kepada gadis ditengah-tengah mereka ini. “kenapa loe pada melototin gue gitu ?.” ucap Ify gugup.

          “loe mau ikut siapa Ify ?” Tanya Rio Gemas

          “gue atau Rio.” Sambung Alvin, Ify tampak berpikir. Alvin sejak tadi memandang kearah Rio didapatnya pandangan ingin sekali Ify ikut dengannya.

          “eh gue lupa, Fy loe ikut Rio aja ya. Gue mau beli’in Oma gue buah dulu disuper market.” Alvin mulai beranjak diikuti Ify dan Rio. “eh, gue ikut ya sekalian mau beli cemilan.” Alvin tertegun kembali melihat kearah Rio, ekspresi kecewa nampak jelas diwajahnya kembali Alvin menatap ify yang sama sekali tidak peka dengan perasaan Rio.

          “bawa aja Vin, gue duluan kerumah loe.” Sahut Rio lalu berbalik dan melangkah keluar lapangan. “Rio.” Panggil ify

          “hati-hati ya jangan ngebut-ngebut.” Pesan ify dan hanya direspon oleh Rio dengan memamerkan jempolnya. Alvin dan ify pun juga ikut keluar lapangan, perasaan Alvin campur aduk antara senang dan merasa bersalah. Kenapa ia ingin menjauh malahan Ify mendekat seperti ini.



************

          mereka akhirnya belajar kelompok bersama, Ify dan Rio lagi asyik mengejarkan soal matematika sedangkan Alvin lebih memilih mata pelajarannya sendiri yaitu Fsisika. Padahal Rio telah bilang kalau mereka mengerjakan Matematika dulu dan Alvin menolaknya mentah-mentah jadilah dia mengerjakan soal Fisika sendiri. Ify telah selesai mengerjakan soalnya, “selesai.” Ucap Ify dan mendapat perhatian penuh oleh Alvin dan Rio

          “coba gue liat.’ Ucap Rio dan mengambil buku tulis Ify, sedangkan Alvin kembali mengerjakan soalanya. Ify mendekati Alvin, “Vin ajarin gue Fisika yang nomor ini.” tunjuk Ify, Alvin mengangguk namun baru akan mengajari suara Rio menghentikan kegiatannya.

          “IFYYY !!,” refleks Ify dan Alvin menoleh,  “apa sih Yo, gue lagi belajar sama Alvin.” Decak Ify

          “jawaban loe hampir salah semua, gimana sih tadi udah gue ajarin. Sini dulu kelarin yang ini dulu baru ke Alvin.” Nasehat Rio. “nanti ajalah Yo, otak gue udah Overdosis sama tuh soal. Gue belajar Fisika dulu aja ya.”


Wajah Rio seketika berubah lalu tersenyum memaksa kearah Ify dan Alvin. “yaudah loe terusin aja belajarnya sama Alvin.” Rio melirik jam tangannya, “Udah sore, gue pulang ya. Nggak tahu kenapa kepala gue sedikit pusing.” Rio mulai beranjak, saat ia akan berdiri langsung saja tangannya ditahan Ify. “loe sakit ?,” tanya Ify cemas, Rio menggeleng. “nggak enak badan aja kayaknya, ntar juga baikan.” Jawab Rio tersenyum lalu ia melirik kearah Alvin.

          “Vin, anter dia pulang ya. Maaf nggak bisa lama-lama. Tapi bener, kepala gue pusing banget.” Ujar Rio sungguh seraya mengenakan kembali ranselnya. “iya, hati-hati ya.” Pesan Alvin dan diangguki oleh Rio lalu tersenyum kearah Ify. “gue pulang.” Ify tersenyum manis.

          “setelah Alvin sehat kembali, seakan-akan waktu kedekatan kita hanya seperti angin lalu. Datang sesaat dan kemudian kembali pergi. Inti keberadaan gue hanya sebagai pelengkap gue nggak ada pun loe nggak peduli.” Rio membatin disela-sela Ia melangkah, Alvin menatap kepergian Rio dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia tidak menampik bersama Ify membuatnya juga nyaman, membuatnya terasa beda ! perempuan ini mampu mencairkan hatinya. Disisi lain, Rio juga sama menyukai Ify bahkan mungkin lebih dulu Rio yang menydarai perasaannya terhadap Ify daripada Alvin. Alvin tahu sudah terlambat untuknya ingin bersaing dengan Rio, apalagi jika mengingat dia telah berjanji pada Rio bukan ? bahwa Alvin akan membantu Rio untuk mendapatkan Ify. Biarlah, biarlah sekarang Ia dulu merasakan kenyamanan ini. Munafik dan Egois itu sudah pasti menjadi sifatnya sekarang, itu semua karena Ify. Yah ! karena Gadis inilah Alvin ingin memuaskan hatinya dahulu, setelah saatnya tiba, Alvin berjanji akan menjauh sejauh mungkin dan akan menyatukan Rio dan Ify.

“ma’af Yo, kasih gue waktu untuk bersama Ify sesaat. Hanya sesaat.” Batin Alvin lirih


**********

Kapan terakhir kali kau bersama ku ? menciptakan senyuman manis dibibirku ? seakan-akan aku adalah orang paling bahagia karena mu….. semuanya pupus saat ku menyadari cahaya mata mu… cahaya mata mu begitu mengharapkan yang lain. Seakan sirna semua yang pernah kau rasa bersama ku….


Rio membanting ranselnya dikasur dengan asal, lalu memegang kepalanya seperti ingin pecah saat itu juga. “Arggghhh.” Erangnya kemudian. Memang ia tidak berbohong dengan perihal kepulangannya tadi, dia memang merasakan kepalanya mulai pusing dan itu terjadi beberapa minggu ini. Rio kira Ia hanya mengalami penyakit kepala biasa dan meredakan sakitnya ia pun hanya meminum obat pusing lalu setelah itu istirahat sebentar pusingnya pun hilang. Tidak berangsur lama entah hitungan hari ataupun jam rasa sakitnya itu kembali datang dan terus terjadi berturut selama beberapa minggu ini. Cukup membuat kondisi Rio terus drop, apalagi sekarang ujian nasional sebentar lagi.

“Ify.”

Ia melangkahkan kakinya untuk turun kembali kelantai bawah sekedar ingin meminta obat pusing kepada pembantunya. Tubuhnya terlalu lemah untuk berteriak, berjalan pun susah untuknya. Tapi mau tidak mau ia harus meunju lantai bawah jika rasa sakitnya ini ingin reda kembali, saat menuruni tangga kaki Rio salah melangkah seketika ia pun langsung terguling ditangga. “Arggghhh.”

Pembantu Rio yang mendengar suara nyaring dari arah tangga mendapatkan tuan mudanya tergeletak lemas tak berdaya dibawah tangga dengan kepala yang banyak mengeluarkan darah. “Mas RIOOOOO.” Pembantunya berteriak begitu nyaring sehingga membuat semua orang dirumah menghampirinya dan mendapati sang tuan muda tidak berdaya mereka pun dengan cepat langsung membawa Rio ke Rumah Sakit saat itu kedua orang tua Rio tidak berada rumah karena pekerjaan diluar negeri.

“Ify.”

Bahasa Rasa (Part 6)


Tittle :: Bahasa Rasa
Author :: Frisca Ay

*********


Rio mengacak rambutnya frustasi. Ya Tuhan ? benarkah itu ? Zahra sudah sejak lama mengalami gangguan jiwa tapi karena orang tuanya begitu menyayanginya dia tetap bersekolah disekolah milik keluarganya ? dan akhirnya perempuan itu menyukainya dan melakukan segala cara agar Rio bisa jatuh Cinta kepada Zahra yang memang GILA ? Rio mengumpat kesal, dan Alvin ? kenapa Alvin tidak memberitahunya kalau Zahra Gila ? padahal Alvin adalah sepupu Zahra sendiri tidak mungkin Alvin tidak tahu tentang rahasia itu ?. Rio menoleh kearah ruangan Unit Gawat Darurat didalam sana ada Alvin, sahabatnya yang kritis lampu ruangan itu masih berkelip merah. Pertanda operasi itu belum selesai dan Alvin kritis karena banyak kehilangan darah. Rio lalu sadar saat, Ify ? secepat kilat ia pun menuju ruangan yang agak jauh dari UGD tempat Alvin. Ia hanya sekekdar ingin melihat kondisi perempuan itu tanpa ingin masuk kedalam karena ia tahu Ify masih syok atas kejadian tadi.

                “Ify, semoga loe baik-baik aja. Ma’afin gue Fy, semuanya karena gue.” Rio menatap nanar dari luar melihat Ify didalam sana yang mengenakan selang infus juga tabung oksigen. Rio hendak berbalik namun bahunya ditepuk pelan, “Teman Ify ?.” seorang laki-laki dewasa sempat mengejutkan Rio, Jika diukur tinggi keduanya begitu sama namun lebih tinggi sedikit Rio daripada dirinya. “iya, gue temen Ify.”

                “Gabriel, kakaknya Ify.” Gabriel mengulurkan tangannya dan dibalas oleh Rio. “kakak Ify ? sedangkan Ify seumuran gue. Berarti gue panggil kakak aja kali ya.”

                “nggak usah pake’ embel-embel kakak juga nggak pa-pa.” sambung Gabriel seakan tahu pikiran Rio, Rio tersenyum malu. “Rio kak, teman sekelas Ify.”

Gabriel mengangguk. “gue mau cerita sama loe boleh ?,” Rio nampak menimbang, ia menatap kearah ruang jauh disana tempat Alvin masih dalam masa kritis belum ada tanda-tanda operasinya akan berakhir karena suster bilang sebelumnya akan berakhir 3 atau 4 jam lagi. Jadi kemungkinan besar masih lama, tapi itu Alvin sahabatnya saat memutuskan ingin menolak Rio melihat keluarga Alvin dan juga keluarga Zahra sudah ada disana baru datang.

 “bolek Kak, tapi gue mau pamit dulu kesana.” Rio menunjuk ruang UGD, Gabriel mengangguk. “gue tunggu dikantin rumah sakit,” Rio mengacungkan jempolnya lalu menuju keruang UGD.


Rio melangkah pelan memasuki kantin Rumah Sakit matanya menelusuri setiap meja kantin tersebut lalu setelah menemukan Gabriel, Ia pun langsung menghampirinya. “Maaf kak lama.” Gabriel tersenyum. “nyantai aja lagi sama gue, oiya temen loe udah melewati masa kritisnya ?.”

                “Belum, dokter masih berjuang di ruang operasi,” wajah Rio seketika berubah ada mimik kesedihan disana, Gabriel melihat dengan jelas itu. “dan ini semua salah gue.” Sambung Rio kemudian, alis Gabriel teramgkat.

Gabriel menepuk pelan bahu Rio lalu tersenyum. “Ini takdir bro, kita nggak ada yang tahu kalau kejadian ini akan terjadi.”

                “gue mengucapkan terima kasih atas tolongan sahabat loe, karena dia Ify baik-baik aja sedangkan dia sendiri kritis gini.” Rio tersenyum getir. “seperti yang loe bilang tadi, ini takdir kita manusia hanya bisa menjalani.” Gabriel mengangguk

                “apa sebelumnya Ify pernah bertemu kalian ?.” Rio menatap gabriel bingung. “maksudnya ?.”

                “ya, maksud gue adik gue sebelumnya pernah ketemu kalian sebelum ketemu disekolah barunya itu ?.” Rio mengangguk mantap. “iya gue sama Alvin sahabat gue itu pernah ketemu dia dan kenalan juga, walaupun kenalnya dalam waktu yang singkat dia udah buat kita nyaman. Gue maupun Alvin ketemu Ify di tempat yang berbeda.” Jelas Rio

                “udah gue duga.” Gabriel tersenyum misterius matanya kemudian perlahan sayu begitu beda saat tadi, Ia tahu sekarang Rio mungkin sangat bingung namun ia diam saja agar Gabriel terus melanjutkan kalimatnya. “apa Ify setelah ketemu kalian untuk kedua kalinya, dia menganggap tidak pernah kenal loe atau Alvin ?.” tanya Gabriel lagi walaupun ia tahu jawabannya pasti IYA !

                “iya, gue dan Alvin benar-benar bingung timbul banyak tanya kenapa Ify berubah seperti itu nggak seperti pertama kali ketemu. Seolah-olah dia tidak mengenal kami sebelumnya.” Pandangan Rio menerawang. “Ify trauma berteman.” Jawab Gabriel cepat, Rio terpengah. “trauma berteman ?,” tanya Rio berusaha menelan ludahnya tapi susah. “tapi kenapa ?.” sambungnya kemudian

                “dulu, Ify mempunyai sahabat mereka begitu dekat namanya Cakka dan Agni. Ify maupun Cakka dan Agni selalu bersama kemanapun, kadang Cakka atau Agni menginap dirumah. Setelah sekian tahun mereka bersama Agni ternyata melanjutkan sekolah diluar negeri, Ify begitu sedih saat itu apalagi Agni sama sekali tidak berpamit atau memberi kabar padanya. Gue yang awalnya selalu sibuk dengan kuliah mencoba menghibur Ify begitupun Cakka, tapi setelah beberapa minggu kemudian ternyata Cakka menyusul Agni sekolah diluar negeri, tanpa disangka-sangka Ify mempunyai perasaan khusus kepada Cakka, dan Cakka tidak mengetahui perasaan Ify. Yang Ify lakukan saat itu hanya menangis setiap hari, nggak mau makan, mengunci kamar dan terus menyendiri. Gue coba hubungin keluarga Cakka ataupun Agni tapi nggak ada satupun yang berhasil, akhirnya gue pasrah dan melakukan rencana kedua yaitu, membawa Ify ke negeri ini. Lambat laun Ify mulai mau bersosialisasi, tapi yang ia lakukan adalah seperti dia melakukan hal itu sama loe dan Alvin saat ini. teman-temannya menganggap dia gila dan mempunyai penyakit amnesia dan sebagainya. Ify tertekan kembali, sampai akhirnya dia bertemu oleh seorang anak Panti Asuhan bernama Sion….,” Gabriel menghela nafas berat.

                “disanalah ia bisa berbagi senyuman, tawa, canda, suka maupun duka. Disanalah ia mendapat dunia baru dengan teman-teman yang selalu ada, hanya panti asuhan yang bisa membuat ia normal kembali tanpa melakukan hal pura-pura. Dan Sionlah satu-satunya orang setelah gue yang mampu membuat Ify tersenyum dengan tulus tanpa berpura-pura.” Gabriel menatap Rio. “Selama ini itu alasan Ify kenapa dia melakukan hal itu kepada loe dan Alvin, dia hanya takut tersakiti. Ify terlalu lemah, dengan benteng pura-puralah dia bisa bertahan dalam hatinya yang lemah. Dia begitu rapuh untuk disakiti, loe dan Alvin berbeda sama seperti Sion tidak pernah lelah terus mengejar Ify sampai dia luluh, mungkin sedikit demi sedikit Ify akan percaya sama kalian. Jangan pernah buat Ify kecewa satu kali, maka selamanya dia akan menganggap kalian hanya bermain.” Rio tertegun, jadi ini rahasia Ify selama ini ? ini jawaban atas semuanya ? kenapa perempuan mungil itu begitu kasar, cuek dan dingin. Dia sama halnya seperti Alvin walaupun berbeda cara. Begitu tidak mempercayai orang-orang baru disekitarnya, sekali dikecewakan maka akan selamanya menjadi luka tersendiri ? Pandangan Rio kosong, terjawab sudah ! mungkin ini yang dimaksud oleh ibu panti waktu lalu, tepukan dipundaknya membuat Rio tersadar.

                “jangan terlalu dipikirkan, itulah Ify sebenarnya. Jika ingin melihat Ify yang dulu ? loe bisa lihat dia kalau ke Panti, disitu loe dapetin Ify yang asli, ify yang ramah dan selalu murah akan senyuman.” Ucap Gabriel lagi, Rio tanpa terasa tersenyum manis saat mengingat wajah Ify yang berseri-seri saat di Panti Asuhan waktu itu, apalagi wajah merona perempuan itu saat ia hanya berpura-pura menembaknya atas suruhan salah satu anak panti, dan Ify tidak menolak karena ia tidak ingin mengecewakan semua anak panti.

                “gue nggak nyangka Ify serapuh itu.” Ucap Rio yang akhirnya bersuara, Gabriel tersenyum. “semoga loe dan Alvin menjadi orang kepercayaan Ify selanjutnya, dengan itu dia akan menjadi lebih terbuka dan tidak selalu menilai semua orang itu sama seperti Cakka dan Agni.” Nasehat Gabriel, Rio mengangguk mantap. “gue pastikan akan selalu ada untuk Ify,”

                “gue pegang kalimat loe barusan,” mereka berdua pun tertawa bersama, entah kenapa saat semua jwaban itu terjawab saat ini membuatnya tambah nekat untuk terus bersama Ify, entah dorongan darimana itu semua yang pasti ia nyaman bersama Ify apalagi saat perempuan itu tersenyum begitu ikhlas saat dipanti, dan ia juga ingin senyuman tulus itu juga berlaku padanya.


*********


Matanya mulai terbuka sempurna, pandanganya pun mulai bergerak liar mencari jawaban dimana ia sekarang berada. Matanya berhenti saat melihat seseorang yang tengah menggenggam tangannya dan tertidur dengan menggelamkan kepalanya pada tangan yang lipat. Seulas senyuman terpatri dibibirnya yang tersembunyi dibalik alat pernafasan yang membekap hidung sampai ke dagu tirus miliknya.
                “Rio.” Panggilnya lirih, lelaki yang ia panggil Rio itu pun langsung terjaga dan mendongakkan kepala berusaha menajamkan matanya yang saat itu merah, mungkin kurang tidur.

                “Ify, loe udah sadar ?.” tanya Rio sumringah dan mendapat anggukan dari Ify, “gue panggil dokter dulu ya.” Rio mulai beranjak untuk memanggil dokter namun tangannya ditahan Ify, mau tak mau ia pun berbalik. “Aku ingin bertemu Alvin Rio.” Ucap Ify lembut, Rio menggenggam tangan ify lembut.

                “loe harus diperiksa dulu, setelah kita ketemu Alvin.” Jawab Rio tak kalah lembut, Ify menggeleng. “Nggak Yo ! gue mau lihat Alvin sekarang.” Rio tertegun mendengar nada tinggi Ify barusan, Ia berusaha bersikap biasa. “gue ambilin kursi roda.” Dengan cepat Rio pun mengambil kursi roda lalu mengangkat Ify dan mendorongnya sampai ke Ruang Alvin yang sudah melewati masa kritisnya namun Ia koma saat ini. Setelah sampai diruangan itu, Ify tak bisa membendung lagi kesedihannya, wajah Alvin yang begitu pucat seperti salju tidak warna merah hangat disana, bibirnya membiru mungkin banyak sekali darah yang hilang.

                “bisa tinggalin gue Yo ?.” tanya Ify lirih, Rio memejamkan matanya lalu mundur dan menuju pintu ruangan itu. “kalau ada apa-apa panggil gue Fy, gue diluar.” Tanpa menoleh Ify hanya mengangguk, lalu Rio pun telah benar-benar pergi. Detik itu juga tangis Ify pecah, ia menangis tersedu-sedu terus melihat kearah Alvin yang begitu parah keadaanya walaupun saat ini dia telah melewati masa kritisnya. Namun rasa bersalah menguak begitu sajam ia berhutang nyawa pada Alvin. Ia berhutang sesuatu pada lelaki dihadapaannya ini terbaring lemas tak berdaya, tidak lagi menatapnya dengan tajam ataupun sinisnya. Ada sesuatu yang membuat Ify begitu terpukul karena Alvin yang mengalami ini semua, Alvin begitu mirip begitu mirip dengan orang masa lalu yang selama ini masih tersimpan dihatinya walaupun orang itu juga mengkhianatinya. Sebenarnya ia senang melihat Alvin semua yang ada pada diri alvin begitu mirip, wajahnya tentunya. Yah ! dengan melihat Alvin dapat sedikit mengurangi kerinduannya.

                Tanpa terasa Ify menggenggamtangan kekar Alvin yang begitu dingin, “kenapa loe lakuin itu ? loe mau gue berhutang nyawa sama  loe ?.” Ify berusaha menghibur dirinya, namun tangis disana masih kunjung turun tak ingin berhenti. “biarin aja gue mati, udah banyak orang gue jahatin, banyak orang yang benci gue Alvin ! loe BODOH.” Racau Ify

                “loe mau kan bangun ? ayo Alvin bangun, gue mau loe ajarin basket lagi saat awal kita ketemu, gue mau traktir loe makan eskrim lagi kalau kalah main sama loe saat awal kita ketemu itu.” Ify tiba-tiba melepaskan genggamannya, ia pun beranjak dari kursi rodanya. Mencondongkan wajahnya agar lebih mendekat kewajah Alvin….

*CUPPPP*

Sebuah kecupan kening begitu saja Ify ciptakan. “Cepat bangun,” lalu ia pun mulai melangkah dan mengabaikan kursi rodanya disana, tangannya tiba-tiba digenggam lembut, Ify terpengah wajahnya merona. Dilihatnya Alvin masih tetap terpejam tidak ada tanda-tanda ingin membuka matanya. Ify menghela nafasnya lega. “gue kira udah sadar.” Ify tersenyum lalu perlahan melepaskan genggaman lembut Alvin ia mengecupnya dan bergegas keluar ruangan.

Di tempat yang berbeda, dibalik pintu luar ruangan seseorang terus memperhatikannya disana. Ada suatu gejolak yang sangat membuat hatinya memanas tidak mampu untuk melihat semuanya. Entah rasa apa itu ? yang ia tahu ia tidak menyukai pemandangan tadi apalagi sebuah kecupan tadi ? Oh tuhan, ada apalagi ini sebenarnya ? apalagi yang terjadi ? tak mampu melihat itu semua ia pun melangkah setengah berlari meninggalkan tempat itu, ia tak mampu enar-benar tak mampu !!

Bahasa Rasa (Part 5)


Tittle :: Bahasa Rasa
Author :: Frisca Ay

Alvin melangkah pelan menuju lokernya, namun kegiatannya terhenti saat mendengar suara kunci loker yang terbuka. Ia memundurkan tubuhnya untuk melihat siapa ? dan ternyata Ifylah disana, Alvin yakin itu adalah Ify walaupun wajahnya tertutup oleh pintu mini lokernya. Alvin tertegun, semula ingin menyapa namun ia urungkan mengingat kejadian beberapa waktu lalu, tanpa Alvin sadari Ify telah mengatupkan kembali pintu loker dan mendapati Alvin yang melamun menatap hampa lokernya.

Ify tersenyum. “masih pagi, nggak boleh ngelamun.” Suskes membuat Alvin terlonjak kaget ia menoleh kearah sumber suara, Ify ? menyapanya ?.” Ia terus menatap punggung mungil Ify yang telah hilang dibalik ujung koridor.

                “Gue nggak ngerti sama tuh cewek.”

                “iya kali ini dia mau nyapa, nanti ? paling juga nggak bakalan.” Alvin mendesah. “dari kemarin  Rio nggak ada cerita sama gue kalau pergi sama Ify. Mungkin ada hubungannya dengan perubahan sikap Ify tadi.” Alvin langsung menguci lokernya lalu melangkah cepat menuju kelas.

Saat telah sampai dikelas, Alvin benar-benar terkejut saat melihat Rio yang tengah tertawa bersama Ify dibangku milik Ify. Berdua ?. ada rasa aneh yang menjalar didiri Alvin, tapi ia tidak peduli langsung saja ia menuju mejanya tanpa menghiraukan Rio dan Ify yang tengah asyik bercanda. Alvin terus memperhatikan mereka, sampai akhirnya Ify keluar kelas entah akan kemana sedangkan Rio kembali ke mejanya yaitu disebelah Alvin.

                “kenapa loe liatin gue segitunya ?” tanya Rio, Alvin mengangkat bahunya. “kenapa bisa jadi akrab gitu sama dia ?” balik Alvin yang bertanya, Rio terkekeh. “ceritanya panjang.”

                “justru itu yang harus loe jelaskan.” Rio mengehla nafasnya kemudia mulai bercerita saat-saat kemarin tentang dia memaksa ikut Ify hingga mereka sampai disebuah Panti Asuhan dan beberapa anak panti yang begitu menggemaskan sampai akhirnya seorang anak perempuan kecil bernama Aurel memaksanya untuk nembak Ify walaupun hanya permainan tapi dianggap serius oleh anak-anak panti. “….gue juga nggak tega bohong, lebih nggak tega lagi kalau nggak nurutin. Tuh anak-anak terlalu polos dan Ify mau-mau aja.” Ucap Rio sambil membayangkan kejadian kemarin apalagi adegannya yang memeluk Ify, sungguh itu benar-benar luar dari konteks pikirannya. “oh gitu.” Balas Alvin seadanya Rio menautkan keningnya.

                “jangan terlalu dekat Yo, takutnya Zahra bakal celakain Ify.” Pesan Alvin. “gue tahu kok, tapi gue nggak akan ngejauhin Ify sampai kapan pun.” Rio kembali teringat pesan ibu panti kemarin, dan dia yakin ada sebuah hal yang membuat Ify kadang-kadang berubah seketika. Dan dia tidak mau itu terjadi lagi, “loe masih mau jauhin Ify?.”

                “gue rasa itu lebih baik, gue juga nggak peduli.”

                “Ify cewek pertama yang nyadarin loe kan ?” Rio tersenyum jahil. “kita bisa bersaing secara sehat kok.” Sambungnya kemudian dan mendapat pelototan dari Rio, Rio hanya menanggapi dengan tertawa geli. “Ify kok lama ya ?” tanya Rio kemudian

                “mana gue tahu bukannya tadi sama loe.” Ucap Alvin cuek. “dia emang sama gue, tapi dia permisi ke Toilet.”

Alvin langsung membelalakkan matanya. “Pelajaran pertama nggak ada guru, piket Cuma ngasih tugas. Sekarang kita susul Ify ada firasat buruk menurut gue.” Rio terpengah. “nggak ada kalimat untuk bertanya Yo, secepatnya kesana sebelum terlambat.” Rio dan Alvin langsung bergegas menuju Toilet tempat diaman Ify sedari tadi belum kembali juga.


*********

Ify membuka matanya perlahan, yang ia lihat hanya gelap. Ia ingin meronta-ronta tapi na’as yang ada mulunya dilakban, Ia terus meronta-ronta dan mencoba menggerakkan tubuhnya sekuat yang ia mampu tapi nihil tidak membuahkan hsil sama sekali. Tangis mulai pecah, ada apa dengannya ? kenapa semuanya menjadi seperti ini ? bukankah saat itu dia berada ditoilet yang begitu terang dan ingin mencucui tangannya diwastafel toilet sekolah tapi setelah itu semuanya gelap ! dan ia berada ditempat ini ? ya Than tempat apa in ? tidak ada cahaya sama sekali begitu pengap dan miskin oksigen. “sampai akhirnya sebuah cahaya muncul dan Ify yakini itu adalah pintu ! tampak silau orang yang membuka pintu itupun melangkah pelan kearahnya.

                “jadi ini anak baru itu ?.” Ify mengkerutkan dahinya, didapatinya seorang siswi yang mengenakan seragam yang sama dengannya tapi ia baru pertama kali melihat siswi ini dan beberapa siswi lainnnya mereka semua ada 3 orang. Ify menatap keji kerarah siswi yang berhadapan langsung dengannya. “siapa nama loe ?.” tanya siswi itu penuh amarah. “oh iya gue lupa mulut loe gue bekep.” Secepat kilat siswi itu langsung membuka dengan kasar Lakban yang sangat lengket menutupi mulut Ify sehingga Ify pun meringis kesakitan.

                “upps. Sorry sayang. Gue kasar ya ?” ucap Zahra lembut namun cahaya matanya mengisyaratkan kebencian. “CEWEK GILA LOE.” Semprot Ify Zahra tersenyum licik.

                “mungkin saatnya loe yang jadi korban gue, tapi harus lebih kejam dari yang sebelumnya.” Ify menatap bingung.

                “lebih kejam bagaimana Ra ?,” salah satu teman Zahra dibelakang menyahut. “loe diem, nggak usah banyak omong.” Balas Zahra marah

                “gue lihat Rio dekat banget ya sama loe ?.” Zahra merogoh sesuatu di saku Roknya dan sebuah pisau lipat telah berada ditangannya. kedua teman zahra tertegun begitupun dengan Ify, Ia mulai berkeringat takut-takut perempuan dihadapannya ini nekat melakukan sesuatu padanya. “Zahra, jangan main-main sama benda itu. Loe nggak akan bunuh dia kan ?” temannya lagi-lagi bersuara. “gue nggak akan bunuh dia kok, Cuma bermain-main sampai darah yang ditubuhnya ini habis dan dia akan mati secara perlahan.” Zahra lalu tertawa mendekatkan pisau lipat itu tepat dipipi Ify. Diam-diam kedua teman zahra itu pun peri dengan mengendap-endap mereka pun berhasil pergi.

                “loe nggak tahu kan ? loe nggak tahu kan kalau Rio itu Pacar gue, pacar yang bakal jadi tunangan gue beberapa bulan lagi saat kelulusan.”

                “apa hubungannya sama gue, Hah ?.” balas Ify sengit.

                “apa hubungannya kata loe ? Haha, loe cantik-cantik bego’ ya.” Zahra terus menelusuri wajah Ify dengan pisau lipat ditangannya hingga berhenti dileher Ify, Ify tertegun. “loe datang ke sekolah ini, dan gue nggak tahu kenapa Rio bisa dekat banget sama loe beda saat dengan gue.”

                “karena loe terlalu jahat untuk dikatakan manusia.”

                “TUTUP MULUT LOE.” Balik Ify tersenyum santai dan menatap Zahra sinis. “gue yakin, salah satu murid yang kemaren mencoba buat gue babak belur pasti atas suruhan loe.”

                “Dengan senang hati gue bilang IYA ! karena loe udah rebut Rio secara perlahan dari gue.”

                “segitu obsesinya, loe pengen Rio. Gue jadi miris.” Ucap Ify mencemooh. “ LOE. LOE HARUS MATI.” Zahra pun berancang-ancang melayangkan pisau lipatnya ke leher Ify, Ify tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk lepas. Ia hanya bisa berdo’a jika ini hari terakhirnya dia hanya ingin meminta satu hal, satu hal yang selama ini menjadi sebuah mimpinya seorang Sahabat ! seorang Sahabat yang selalu ada untuknya tanpa ada maksud lain didalamnya menumbuhkan kembali kepercaayaannya setelah dulu dikhianati oleh seorang sahabat. Hingga Ify merasakan tak ada benda tajam sedikit pun mengenai dirinya, Ify mencoba membuka matanya didapatinya tubuh kokoh yang melindunginya.

                “ALVINN.” Teriak Ify histeris, dan Zahra ? dia tiba-tiba saja beringsut ke pojok ruangan sambil mengacak-acak rambutnya histeris tangannya penuh darah. Zahra menagis lalu tertawa secara bergantian dipojokan ruang itu. Darah ? Ify tiba-tiba lemas, diliriknya lagi Alvin yang telah terbaring dan mengeluarkan banyak darah diperutnya. Tangis Ify pun langsung pecah, “Alvin, Alvin bangun Vin.”

Ify terus mencoba mengerakkan tubuhnya agar bisa lepas dari ikatan yang begitu kuat ditangannya, “Alvin loe denger gue kan Vin, Alvin bangun !.” Ify menjerit, tidak kuasa melihat Alvin yang begitu banyak mengeluarkan darah. “Alvin, lihat gue. Alvin ini gue Ify Vin. Alvin Maafin gue.” Tangis Ify benar-benar menjadi-jadi, dengan perlahan mata Alvin terbuka dan menatap ify yang kini begitu kacau dengan tangis yang pecah.

Alvin tersenyum. “iya, gue lihat loe kok Fy.” Ucap Alvin berusaha berbicara, ify tidak bisa berbuat apa-apa yang bisa ia lakukan hanya menangis. “Alvin Alvin, jangan bicara dulu. Loe pasti akan selamat, orang-orang pasti akan kesini dan selamatin loe. Vin terus lihat gue.” Alvin mengangguk walaupun matanya sudah mulai ingin mngatup secara perlahan.

                “Alvin terus lihat gue !!.” Ify menjerit sekali lagi, “gue nggak bisa Fy.”

Ify menggeleng histeris. “Nggak Alvin loe bisa, terus lihat gue sampai ada yang nolong kita.” Ada beberapa orang langsung masuk keruangan itu,  Rio ? dan bebrapa polisi juga kesehatan. Seketika Ify juga tidak bisa lagi menahan lemas dari dirinya karena darah. Ify begitu takut dengan darah, sempat ia mendengar sesuatu. “Loe yang pertama Fy.” Semuanya pun gelap tanpa cahaya.


*********

Bahasa Rasa (Part 4)


Tittle :: Bahasa Rasa
Author :: Frisca Ay


Menyendiri. Bukankah itu sudah menjadi teman sejatinya ? hanya itulah sahabat yang selalu setia menemani disaat-saat seperti ini. menikmati ? Ia kembali tersenyum miris lalu memandang kosong lurus kedepan.

                “hey ! loe nggak pulang.” sebuah suara begitu mengejutkannya sehingga langsung sadar kembali kedunia nyatanya. Ia mendongak dan mendapati sosok yang tersenyum manis kearahnya lalu mengabaikan senyum itu dan memunguti semua alat-alat tulisnya.

                “hmm, mau pulang bareng ?.” ucap suara itu lagi tapi Ia masih tetap tidak memperdulikannya, ia pun mulai beranjak. “loe bisa minggir ? gue mau lewat.” –Rio- sosok itu langsung menggeser tubuhnya pelan memberi jalan kepada Ify untuk lewat.

                “Fy.” Panggil Rio, Ify pun langsung berhenti namun tanpa menoleh. “mau gue antar ?

                “nggak usah terima kasih.” Ify kembali melangkah namun lagi-lagi ia berhenti karena Alvin yang ternyata sedari tadi berada diambang pintu kelas, Ify  menatapnya tajam. Alvin juga melakukan hal yang sama tatapan yang begitu dingin seperti tatapan mencemooh. “siapa yang ijinin loe pulang duluan Yo ? bukannya loe sendiri yang janji ke anak-anak untuk latihan hari ini.” teriak Alvin dari ambang pintu tapi tatapannya begitu sinis kearah Ify, “gue tunggu dilapangan segera.” lalu Alvin pun beranjak pergi.

                “Maafin tingkah Alvin Fy, dia memang gitu orangnya,” ucap rio lalu melangkah pelan kearah Ify yang memunggunginya. “ngapain loe minta maaf sama gue ? memangnya temen loe itu ada nyakitin gue apa ?” Ify terus berjalan dengan Rio disampingnya mereka jalan beriringan, seolah-olah Rio tidak perduli dengan janjinya tadi. Tapi ? memang dia tidak mempunyai janji kepada anggota tim basketnya bahwa hari ini Free tidak ada latihan dan Rio tahu itu hanya akalan Alvin untuk membuatnya menjauh dari Ify seketika Rio tersenyum geli melihat tingkah Alvin.

                “ya… siapa tahu aja, oiya loe mau pulangkan ? biar gue aja yang antar mungkin rumah kita searah.” Desak Rio, Ify berhenti dan merasa jengkel karena Rio tidak bosan-bosannya mengajak ia pulang bersama, lelaki itu tetap menatapnya dengan senyum manis. “jadi gimana ? mau pulang bareng ?.”

                “nggak, gue belum mau pulang.” Ify kembali melangkah dan disusul Rio walaupun saat itu Rio mengkerutkan dahinya karena bingung kenapa Ify tidak mau pulang jelas-jelas ini sudah jam pulang ? ataukah dia ingin jalan-jalan sebentar sebelum pulang ? “loe mau jalan Fy ?”

Ify menatpnya frustasi. “loe tuh kenapa sih ? jadi orang kepo banget pengen tahu aja urusan orang.” Ify menghela nafasnya. “sebaiknya loe ke lapangan, sebelum temen loe yang sok cool itu malahan mikir gue yang minta anterin loe pulang.”

                “bukan loe yang minta kan ? tapi gue, yuk gue anter ketempat yang loe mau.” Refleks Rio menggenggam tangan Ify dan menyeret pelan menuju parkiran Ify hanya bisa pasrah karena dia tidak mood untuk menolak.


**********

“kayaknya ada yang lagi kesel nih.” Suara Zahra langsung membuat Alvin yang sedari tadi memperhatikan Rio dan Ify yang akhirnya berujung pada parkiran lalu melesat entah kemana. Alvin menoleh dan mendapati Zahra yang tersenyum licik lalu memegang lembut pundak Avin dan ditepis kasar oleh siempunya. “nggak usah pegang-pegang gue.” Seloroh Alvin namun tambah membuat senyum licik itu mngembang lebar dibibirnya.

“loe kesel sahabat loe udah nggak peduli sama loe lagi ? atau loe cemburu karena sahabat loe ngedeketin anak baru itu ? jangan-jangan loe suka lagi sama anak baru yang sok jagoan,  WAW ! seorang Alvin akhirnya bisa jatuh cinta.” Alvin mengetatkan rahangnya menatap tajam kearah Zahra lalu memegang keras dagu Zahra dan siempunya mencoba meronta-ronta untuk dilepas namun sayang Alvin jauh lebih kuat darinya.

“gue turut empati ya sama loe, mau rencana loe kayak gimana pun Rio tetep aja tuh nggak pernah suka sama loe.” Alvin tertawa penuh kemenangan, “jadi ya gue rasa loe deh yang kesel, gue jatuh cinta sama anak baru itu ? apa bukti loe hah ?.”Alvin melepaskan cengkramannya didagu Zahra dengan kasar dan menimbulkan tanda merah didagunya.

“sebaiknya gue mulai ngasih peringatan ya sama loe, gue punya kartu AS loe Zahra. Jadi, jika loe mau Rio masih bersimpati sama loe.....,” Alvin menunjuk tepat diwajah Zahra yang saat itu benar-benar tegang. “jangan pernah loe berlaku konyol dihadapan gue, karena gue terlalu Jijik melihat loe.” Alvin pun langsung pergi kerarah parkiran dan menghidupkan Cagiva lalu melesat. Zahra tertegun ditempat saat mendengar penuturan dari Alvin tadi. Bisa gawat kalau Alvin nekat memberitahu perihal sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh Alvin, tidak ! dia tidak boleh berlaku konyol seperti tadi dan menyulut emosi Alvin lagi.


******


                Rio memberhentikan mobinya saat Ify yang refleks berteriak mengucapkan kata Stop ! mau tak mau dengan refleks juga membuat keduanya hampir kejedot. “loe mau bunuh kita Fy ?.”

                “maaf gue refleks,” setelah berucap ia pun langsung turun diikuti oleh Rio. Rio ingin bertanya kenapa mereka bearada ditempat ini, tapi ia urungkan melihat Ify yang telah memasuki gerbang.

                “Kak IFYYYYYY.” Pekikan suara itu membuat Ify yang tengah berpelukan dengan wanita paruh baya langsung melepaskannya pelan, lalu sekian detik ia telah dikerubuni oleh anak-anak kecil membuat Ify tidak tahan untuk tertawa. Sedangkan Rio yang berdiri diambang pintu hanya melihat dengan takjub namun ia menatap bingung kenapa Ify memilih ketempat ini sebelum pulang sekolah dan juga anak-anak Panti itu seperti sangat dekat dengannya, melihat ke akraban yang begitu hangat disana, Rio memutuskan menghampiri Ify. “Kamu pacarnya Nak Ify ?” Rio berjingkat karena kaget lalu ia menghela nafas lega mendapati wanita paruh baya yang menatapnya geli. “ya ampun bu, saya hampir jantungan.” Rio mengusap dadanya pelan namun kembali sadar. “oiya kenalkan saya Rio bu temen sekolah Ify.” Rio mengulurkan tangannya dengan sopan seraya tersenyum dan dibalas hangat. “Bu Aisyah, pengurus panti. Oh nak Rio temannya Ify ? baru kali ini Ify membawa teman apalagi cowok.” Pandangan bu Aisyah menatap Ify yang sedang bermain dengan asyik bersama anak-anak panti, Rio juga ikut melihat lalu tersenyum. “ sebenarnya saya memaksa ikut bu, Ify sih nggak ngajak sama sekali.” Rio menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kikuk ?

                “Kemajuan.” Ucap Bu Aisyah pada akhirnya, Rio kembali bingung. “kemajuan ? maksudnya bu ?.” Bu Aisyah tersesnyum menatap Rio. “nanti ada waktu kamu akan tahu, yang jelas ibu berpesan. Terus dekat dan selalu ada untuk Ify, maka ada saatnya dia akan menganggap mu Tulus kepadanya.”

                “ibu, saya benar-benar bingung. Maksudnya apa ? bisa ibu jelasin ke saya ?.” Rio benar-benar bingung dengan semua pernyataan oleh ibu Aisyah, namun percakapan kecil mereka terhenti karena Ify yang kini berada diantara mereka.

                “kok loe nggak pulang ? kenapa masih disini ?.” Ify langsung berkata dan membuat Rio menghela nafasnya, sedangkan Ibu Aisyah pamit untuk kebelakang. “gue pengen ikut loe masuk.” Jawab Rio seadanya membuat Ify memutar kedua bola matanya. “mending loe pulang deh, makasih atas tumpangannya.”

Rio menggeleng. “tadi gue pergi sama loe, pulangnya juga akan begitu.” Ify menatapnya kesal. “terserah loe deh, tapi gue nggak akan mau pulang sama loe.” Ify lalu melangkah menuju taman belakang panti dan disana banyak anak-anak panti yang sedang bermain. Sebuah tangan mungil menggenggam jemari Rio membuat Ia berjongkok mendapati seorang anak perempuan kecil yang begitu menggemaskan, Rio tersenyum. “ada apa ?.” tanya Rio

                “Kakak siapa namanya ? Pacarnya Kak Ify ya ?. Pacar Kak Ify ganteng banget, Aurel juga mau punya Pacar Ganteng kayak Kak Ify. Pasti kakak sayang banget sama Kak Ify, Iya kan kak ?.” matanya begitu berbinar, sedangkan Rio hanya bisa cengo mendapat kalimat seperti itu dari anak sekecil ini lalu mengangguk mengerti bahwa nama anak kecil ini Aurel. “kamu masih kecil, belum waktunya untuk pacaran. Nama Kakak, Rio. Panggil Kak Rio ya.” Ucap Rio lembut.

                “tapi kakak cocok sama Kak Ify. Kenapa nggak pacaran aja, kalau gitu ayo ikut Aurel datengin Kak Ify. Katakan Cinta sama Kak Ify ya kak, sebelum Bang Sion yang duluan.” Aurel menuntun Rio, dan Rio hanya pasrah. “Sion ? siapa dia ?.”

                “Bang Sion anak Panti ini juga Kak, tapi dia udah gede. Tapi jarang pulang karena kerja,” Ucap Aurel dan terus menuntunnya kearah Ify. “Kak Ify.” Panggil Aurel, refleks Ify menoleh dan berhenti bermain bersama anak-anak panti, dia tersenyum kearah Aurel dan menganggap tak ada Rio disana, lagi – lgi Rio hanya mendesah. “Iya sayang ada apa ?.” tanya Ify begitu lembut, “beda banget kalau sama gue,” batin Rio.

                “Teman-Teman ayo kesini.” Panggil Aurel begitu antusias dan secepat kilat semua anak paanti berkumpul dan membuat sebuah lingkaran kecil mengelilingi Ify, Rio dan Aurel. “ada apa Aurel ?.” tanya anak lain

                “Kak Rio mau mengatakan cinta sama kak Ify, ayo kita kasih semangat buat kak Rio biar Kak Ify terima Kak Rio.” Ify langsung melotot dan Rio tertegun menelan ludahnya yang begitu susaj untuk ditelan. Ify menatap tajam kearah Rio yang ditatap hanya membalas dengan gidikan bahu tandanya ini bukan maunya, lalu Rio mendekati Ify dan berbisik sesuatu. “Loe sayang mereka kan ? nggak mau mereka kecewa ?. lebih baik ikuti aturan mainnya, oke ?.” Ify menatao tajam kearah Rio, lalu mendesah pertanda Ia setuju walapun terpaksa.

                “kak Ri ayo dong,” Rio juga bingung dia harus berbuat apa, karena sebelumnya dia tidak pernah dan tidak tahu bagaimana caranya nembak cewek, ia sama sekali belum pernah berpacaran kalau sekedar dekat dengan perempuan itu memang sudah takdirnya maybe ?. Rio melirik kearah pot bunga dan banyak bunga disana salah satunya bunga mawar putih, tanpa pikir panjang Rio memetiknya, “Nggak papalah mawar putih, toh ? ini Cuma permainan.” Batin Rio ia kemudian kembali.



Hari berlalu…bulan berlalu..tahunpun berlalu…
Lambangkan segala resah yang ada…
Pada orang yang sama…

Temani aku rasakan cinta…
Hatiku resah…ohh
Temani aku rasakan rindu…
Hatiku gelisah… dimanaa…
Rasakan cinta…



Ify benar-benar salah tingkah dinyanyikan lagu seperti itu, walaupun dia tahu lagu itu tidak selesai dinyanyikan tapi benar-benar memberikan efek yang begitu membuat hati Ify menghangat “kenapa berhenti ?.”, darahnya yang mengalir begitu cepat begitupun degupan jantungnya. Rasa apa ini ?.” Ify benar-benar bingung lalu ia kembali sadar saat tangan mungilnya digenggam oleh seseorang, Rio ? ya Tuhan, hentikan waktunya sebentar.” Ify membatin

                “Would yo be my girl Alyssa ?.” Ify tersentak lalu menoleh kearah anak-anak panti asuhan mereka telah berteriak dari tadi agar menerima Rio, ditatapnya Rio kemudian yang mengedeipkan mata kearahnya. Ify menarik nafas panjang lalu mengangguk pelan malu-malu. “Yes, I would Rio.” Entah ada dorongan darimana, Rio refleks memeluknya. “bermain Ify.” Bisik Rio kemudian dan mendapat teriakan histeris dari anak-anak panti.


********

Bahasa Rasa (Part 3)


Tittle :: Bahasa Rasa
Author :: Frisca Ay

PART 3

Sebelumnya aku tak pernah merasakan…
Hal yang beda darimu…
Namun sampai detik ini aku bingung…
Kau begitu sulit digapai sangat sulit…


******


Pelajaran baru saja selesai, semua siswa dan siswi mulai mengemas semua peralatan sekolahnya dan bersiap-siap untuk pulang. Tapi tidak dengan Ify, dia masih membiarkan alat tulisnya tergeletak sembarangan dimeja. Lalu ia pun keluar dari kelas tak memperdulikan beberapa pasang mata yang menatapnya.

Murid baru ? Ify tersenyum miris. Suasana yang sama, suasana yang kerap kali ia dapatkan semenjak berulang kali menjadi murid baru. Tak adakah sedikit yang berbeda, mau menerimanya tanpa dijadikan musuh. “Persetan dengan Teman apalagi sahabat.” Gumam Ify lirih, lalu saja air pedih itu kembali muncul ingin membayar semuanya yang selama ini ia tahan.

“Gue dengan senang hati ingin menjadi temen loe.” Ify terlonjak kaget, secepat mungkin ia menghapus air matanya kasar. “gue tahu kok loe nangis,” lagi-lagi suara itu membuat Ify menjadi salah tingkah, lalu Ify menoleh dan mendapati seorang siswa yang berpakaian sama dengannya bermata sipit dan kulit yang putih begitu mendominasi bahwa lelaki disamping ini begitu tampan apalagi terkesan begitu dingin. “gue nggak tahu apa alasan loe bilang jangan sok kenal ? tapi setidaknya gue bisa mendengar alasan loe dulu.” –Alvin- ikut menatap tajam kearah manik mata Ify, Ify tertegun dan hendak beranjak namun lengannya dengan cepat ditahan oleh Alvin

“duduk Ify.” Perintah Alvin, Ify masih bergeming tidak peduli. “dasar keras kepala.”  Batin Alvin ia pun ikut berdiri namun masih menggenggam tangan ify agar perempuan itu tidak pergi dengan seenaknya lagi.

“lepasin gue.” Ucap Ify dengan suara tinggi dan mencoba melepaskan tangannya dari Alvin

“akan gue lepas asal loe mau kasih alasan yang logis atas pertanyaan gue.”

“apa hak loe ?” Alvin tertegun, benar juga ? apa haknya begitu gencar ingin mengetahui kenapa Ify bersikap tidak tahu menahu kepadanya padahal jika di telaah sedikit lagi, itu hak Ify ingin tidak tahu menahu soal pertemuan mereka lalu. Lagi pula itu hanya satu kali pertemuan diwaktu yang singkat dan secara tidak sengaja, mungkin saja Ify tidak peduli dengan pertemuan itu dan menganggapnya hanya sebagai angin lalu yang tidak perlu untuk diingat. Tapi ? pantang bagi seorang Alvin jika telah menjatuhkan uluran tangan perkenalan kepada seseorang yang ia anggap, mungkin penting baginya pribadi. Ketertarikankah ? ketertarikan dari Ify yang begitu keras kepala dan tidak mau kalah juga telah mnyadarkannya bahwa semua orang tidak bisa ia taklukan begitu saja dengan kata-kata dinginnya kecuali Rio sahabatnya. Apalagi aksi ify yang menyadarkannya dari kesalahan dan membuang jauh-jauh gengsinya untuk meminta maaf telah dipatahkan oleh perempuan ini

“gue memang nggak punya hak, apa salahnya kalau gue mau jadi teman loe ?.” Alvin agak melunak, apa ? melunak ? Hei ! ini bukan Alvin yang sebenarnya kenapa ia menjadi tipe pengalah seperti ini ? ada apa sebenarnya dengan dirinya ?

“lupakan gue.” Jawab Ify singkat dan mampu membuat Alvin menatapnya tajam. “gue memang baru ketemu loe dan itu diwaktu yang benar-benar singkat, apa ini cara loe memperlakukan orang-orang yang sebelumnya sempat mengenal loe ?”

“gue bilang bukan urusan loe, lepasin tangan gue.” Alvin menghela nafas berat, lalu melepas pelan genggamannya dari tangan Ify. “lebih baik loe pulang,” tanpa menjawab ucapan dari Alvin, Ify pun langsung mekangkahkan kakinya tergesa-gesa.


******

Semenjak jam istirahat pertama sampai pulang sekolah yang Rio lakukan hanyalah menunggui Zahra yang terbaring lemas di UKS sekolah. Itu semua atas suruhan Kepala Sekolahnya dan Rio yakini dalangnya adalah Zahra sendiri yang merengek kepada Orang tuanya untuk menyuruh Kepala Sekolah mereka menuruti permintaannya. Yah ! Sekolah ini adalah yayasan milik keluarga Zahra jadi apapun yang akan diinginkan sang tuan Putri itu pasti akan terwujud, padahal bisa saja si Zahra itu beristirahat dengan tenang di rumah bukan masuk sekolah seperti ini “Merepotkan saja.” Rio sampai tak habis pikir sebegitu niatnya kah Zahra untuk mendapatkannya ? ck. Bisa saja Rio menolak mentah-mentah dengan alasan telah mengganggu jam belajarnya disekolah, tapi Rio ingin mengikuti jalan permainan Zahra, saat waktunya telah tiba ia pastikan Zahra tidak akan pernah mengejar-ngejarnya lagi.  Tidak akan pernah !!

Rio  dengan lembutnya membantu Zahra berjalan menuju gerbang sekolah dan disana sudah ada supir pribadinya yang menjemput, awalnya Zahra menyuruh Rio ikut tapi Rio beralasan bahwa dia membawa mobil sendiri dan juga dia ingin mengecek inventaris peralatan musik sebelum pulang, dan sempat Zahra ingin menemaninya dan lagi lagi Rio menolak. Saat mereka berjalan dikoridor perhatian Rio terhenti saat melihat Alvin dan Ify yang sepertinya berbicara serius apalagi dengan aksi pegangan tangan yang dilakukan oleh Alvni lalu Ify pun pergi dengan tergesa-gesa.

Rio mengkerutkan alisnya, bergeming dan seakan lupa akan membawa Zahra ke gerbang. “Rio ! loe liatin apa sih ?”
Seketika Rio tersadar lalu tersenyum dan meminta maaf. “nggak ada, yuk lanjut.” Ucapnya ramah, mereka pun kembali melanjutkan jalan menuju gerbang. ‘apa yang dilakukan mereka ?.’

******

                Rio sejak tadi hanya memperhatikan bintang dan bulan yang nampaknya ingin menghibur dirinya tapi yang ada hanyalah tampang murung yang Rio ciptakan, lalu tiba-tiba saja ada yang menepuk bahunya pelan refleks Rio menoleh dan mendapati sahabatnya –Alvin- lalu ia tersenyum setelah itu Alvin ikut berdiri disamping Rio dan menatap bintang dan bulan yang begitu terang benderang bagaikan sambutan hangat untuk Alvin yang datang.

                “loe kabur lagi ?” Tanya Rio menoleh kearah Alvin, tapi Alvin masih tetap menatap kearah bintang dan bulan.

                “nggak, mereka nggak ada dirumah.”

                “terus ?.”

                “gue mau bilang sesuatu sama loe.” Alvin menatap Rio mantap, dan dibalas Rio dengan mengangkat alisnya sebelah. “katakan.” Ucap rio, Alvin nampak menghela nafasnya berat

                “Jauhin Ify, anggap kita nggak pernah kenal dia. Lakukan kegiatan kita seperti biasa.” Rio tersenyum kembali menatap langit. “mungkin gue nggak bisa Vin.”

                “loe nggak seperti biasanya, jangan bilang loe suka ?” Rio tersenyum miring

                “terlalu cepat buat gue suka sama orang walaupun gue terkenal welcome sama siapa aja.” Rio masih bergeming membiarkan Alvin yang menatapnya dengan tatapan menyelidik. “seharusnya gue yang nanya sama loe, kenapa pakai acara pegangan tangan segala ditaman belakang sekolah.” Alvin seketika menelan ludahnya susah, dilihatnya Rio tersenyum geli lalu ia memasang wajah datar kembali. “gue juga bingung kenapa gue refleks gitu, tapi yang gue mau Cuma minta penjelasan dari dia kenapa dengan mudahnya lupa atau hanya pura-pura.”

                “sebelumnya gue nggak pernah liat loe sepeduli itu sama perempuan Vin.” Lagi-lagi kalimat Rio membuatnya tampak tak berkutik. Benar juga ? kenapa ia merasa aneh seperti ini bukan seperti dirinya sendiri ?

                “gue rasa udah waktunya gue pulang dan topik sudah selesai dibahas.” Ucap Alvin akhirnya membuat Rio tertawa, sedangkan Alvin melangkahkan kakinya tergesa-gesa. “gue harap loe mau bersikap cuek dan dingin atau bahkan kasar sama dia Yo.” Ucap Alvin sebelum menutup pintu kamar Rio meninggalkan Rio yang masih betah berdiri menatap bulan dan bintang.

                “maaf, gue nggak bisa janji Vin.” Gumam Rio


******
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger