Home » » Bahasa Rasa (Ending)

Bahasa Rasa (Ending)

*****

Ify menatap sayu, luar jenedela. Kedua tangan yang dilipatnya telah menjadi sahabat dalam rengkuhan selama 3 jam lamanya, pelupuk matanya mengembung, tatapan matanya kosong. Kondisinya benar-benar kacau, dan sekarang masa lalu yang dulu hampir Ia lupakan dan bahkan sudah berhasil Ia lupakan tanpa sisa kini kembali terulang pada orang yang berbeda. Kenapa rasanya lebih menyakitkan dari yang dulu ? kenapa lebih perih dari yang dulu ? kenapa ? kenapa ?....

“Rio.” Entah sudah berapa kali Ia mengucapkan kata itu dari mulutnya, lagi-lagi Air matanya kembali menetes hingga menjadi untaian tali yang terus menyambung, mengalir begitu deras. Gabriel yang berada diambang pintu hanya bisa menatap lirih sang adik yang sangat disayanginya itu kini kembali terpuruk, namun lebih buruk dari yang dulu. Entah Gabriel sadar atau tidak, ternyata semenjak tadi Alvin berada dibelakangnya juga menatap Ify yang begitu kacau menghadap kearah jendela dan membelakangi mereka. Gabriel pun berbalik untuk melangkah pergi karena sudah tidak tahan berlama-lama melihat ify yang sangat buruk sekali keadaannya. Menyiksa batin seorang kakak !

Gabriel terkejut tiba-tiba mendapati Alvin berada dibelakangnya yang tengah tersenyum tanpa arti. “maaf gue kagetin loe kak,” Ucap Alvin, Gabriel mengangguk. “nyantai aja sama gue, masuk aja. Gue percaya kok sama loe.” Setelah berkata Gabriel pun melangkah pergi, Alvin menatap punggung Gabriel yang telah menghilang dibalik tangga, lalu kembali mengarahkan pandangan pada sosok Ify. Ia lantas melangkah masuk ke kamar gadis itu. “Fy.” Panggilnya saat telah berada tepat disamping Ify, gadis itu nampak tidak memperdulikan keberadaan Alvin yang kini tengah berada dekat dengannya. \

“sampai kapan loe mau kacau gini ?.” Alvin menatap lekat-lekat wajah Ify dari samping, yang terlihat hanya guratan luka yang mendalam. “sampai Rio kembali.” Alvin tertegun, saat mendengar jawaban Ify barusan.

“Fy …….,” ucapan Alvin seketika terpotong saat Ify menghadap penuh tepat dihadapannya. “gue harap loe bisa pergi dari kamar gue sekarang juga,” tangannya menunjuk kearah pintu.  “Fy…,” mohon Alvin. “Gue bilang pergi, ya pergi Alvin !.” bentak Ify dan mau tak mau Alvin pun melangkah pasrah meninggalkan kamar gadis itu, namun Ia pun berhenti diambang pintu.

“Gue…gue Cuma mau melaksanakan amanat dari sahabat gue. Tapi kalau loe belum siap, gue ngerti kok.” Setelahnya, Alvin langsung menutup pintu kamar Ify. Baru saja pintu itu ditutup, Ify langsung terduduk dilantai menangis kembali dan lebih dalam. Mencoba menenangkan hati melalui buliran bening itu, tapi tetap hasilnya adalah NOL besar, tak ada sedikit pun yang berubah dari hatinya. “Kenpa loe pergi Rio ! kenapa loe pergi disaat cinta gue udah tumbuh, cinta gue datang untuk loe. Dan siap untuk loe.”

“Gue mohon, kembali. Kembali….,” Gumam Ify begitu serak

-----------

Alvin dan Ify menuju Rumah Sakit saat menerima informasi dari pembantu Rio bahwa Rio mengalami kecelakaan saat menuruni anak tangga rumahnya. Wajah pucat pasi dan kekhawatiran langsung menguak begitu saja dari mereka, tanpa terasa Ify menangis saat mereka telah sampai didepan ruangan Rio yang kini masih kritis. Alvin memeluknya untuk memberikan ketenangan, padahal Ia sendiri kin begitu mencemaskan sahabatnya itu, Hey ? seorang Alvin memeluk seorang perempuan ? benarkah ini ? benaknya terus bertanya-tanya, benarkah yang Ia lakukan ini semata-mata untuk memberikan Gadis in kenyamanan dan ketenangan ? benarkah hanya sebatas itu / tapi kenapa hatinya berkata lain, bahwa Ia juga menikamtinya. “Rio, maafin gue.” Alvin membatin lalu memejamkan matanya. Tak beberapa lama dokter keluar dan bertepatan orang tua Rio pun datang.

“Orang tua Rio ?.” tanya dokter saat melihat sepasang suami istri yang kini sangat tersirat wajah kekhawatiran, mereka mengangguk. “bagaimana keadaan anak saya dok ?.” tanya wanita paruh baya kepada sang dokter yang memang adalah Ibu Rio. Dokter lama menatap mereka beremapt secara bergantian lalu bersuara. “untuk orang tua Rio, bisa kita ke ruangan saya sebentar ? ada hal khusus yang perlu kita bicarakan, mari.” Ucap dokter, namun sebelumnya Ayah Rio menoleh kearah Alvin dan Ify yang menatap mereka dengan bingung dan kecemasan. “om dan tante akan memberitahu kalian akan perihal sebenarnya, mungkin setelah pertemuan dokter ini. kalian bisa mendapatkan jawabannya,” Ucap Ayah Rio lalu melangkah mengikuti sang istri yang telah melangkah duluan sejak tadi.

Alvin dan ify menelan ludahnya susah, sesuatu yang perlu dijelaskan ?. mereka berdua langsung berpandangan menanyakan hal yang sama melalui tatapan mata satu sama lain, namun nihil hanya gelengan kepala yang mereka ciptakan. “sebenernya ada apa dengan Rio ? Kenapa Dokter juga orang tuanya sepanik ini ? apa, kecelakaan Rio jatuh dari tangga bener-bener fatal ?.” Tanya Ify seraya menunduk, Alvin menatapnya lama lalu beralih kearah ruang rawat Rio. “sebelum kita mendengarkan penjelasan dari orang tuanya, gue yang harus lebih dulu ngejelasin ini sama loe. Ikut gue,” Alvin menarik lengan Ify lembut, lalu membawanya ke taman Rumah Sakit kemudia duduk dibangku panjang taman yang memang tersedia disana.

Alvin menatap lurus ke depan lalu menghembuskan nafasnya berat, “Rio… Rio suka sama loe.” Ungkap Alvin begitu saja, dan mampu membuat Ify sektika diam ditempat, entah karena apa aliran darahnya berdesir hebat. Sudah sekian kali Ia merasakan hal ini, hatinya menghangat, degupan jantungnya juga seolah-olah tidak terpompa normal seperti biasanya. Setiap kali mendengar nama Rio, Ia selalu merasakan hal itu, tapi ia tidak memperdulikan hal itu karena menurutnya tidak penting tapi saat mendengar kecelakaan yang menimpa Rio kemudian dibawa kerumah sakit dialah yang pertama kali mencemaskan lelaki itu. Ify sendiri bingung dengan perasaannya karena baginya Ia menyukai Alvin bukan Rio itulah diotaknya. Tapi hatinya menjerit seakan-akan menolak mentah-mentah nama Alvin, dan terus memunculkan nama Rio. Sehingga Ia tidak menyukai hal-hal perbandiangan dari Rio maupun Alvin karena hasilnya sama. Antara Otak dan Hati benar-benar bertolak belakang.

“Dia suka sama loe saat pertama kali kalian bertemu, Rio bukan cowok yang gampang jatuhkan pilihan terhadap perempuan.  Soal kenapa dia selalu dikelilingi perempuan? itulah kelebihan Rio, dia punya sisi keramahan yang berlebih sehingga membuat perempuan manapun yang dekat dengannya merasa diperhatikan merasa Rio mempunyai rasa lebih terhadap mereka. Padahal sama sekali dia nggak punya maksud lain, dia terbuka sama siapa saja tapi tertutup untuk hati.” Alvin menoleh kearah Ify yang sejak tadi memang memperhatikan Alvin. “seharusnya bukan gue yang ngejelasin ini semua tapi Rio sendiri. Loe inget saat loe ngejenguk gue dan bawa’in gue makanan padahal makanan itu sama sekali nggak gue suka ? dan gue nolak buat makan ? tapi Rio yang ngambil dan ngehabisin semua makanan itu, gue juga tahu dia nggak suka makanan itu tapi demi loe dan itu buatan loe sendiri dia yang makan. Loe inget saat gue nggak bisa ngantarin loe pulang ? Tapi Rio nggak mau loe kecewa dan nawarin buat pulang bareng dia ,padahal disaat itu juga dia punya tugas Osis di SMA lain ngebuat semua rencana acara Pensi di sekolah kita nggak jadi begitu aja karena kelamaan nunggu Rio yang ngantar loe pulang. masih banyak Fy, masih banyak pengorbanan Rio yang nggak loe tahu dan selalu loe tanggapi dengan ketidak pedulian tapi dia selalu ada buat loe. Buat loe…,” Alvin tersenyum getir.

“gue nggak tahu apa yang akan terjadi sama Rio setelah ini, karena gue merasa ada firasat buruk yang terjadi. Tapi sebelumnya, gue ingin tanya sama loe. Apa yang loe rasain selama ini sama Rio.” Ify terdiam saat mendengar semua penjelasan dari Alvin, hatinya terasa perih saat mendengar semua penjelasan itu. Sebenarnya apa yang Ia rasakan terhadap Rio ? sebenarnya apa yang terjadi pada perasaannya saat ini ? kenapa begitu sakit. Perlahan tapi pasti buliran bening yang sejak tadi diperintah hatinya untuk turun akhirnya mengalir juga.

“Fy ? kok loe nangis ?.” Alvin yang melihat Ify menangis menjadi bingung sendiri. “gue ? gue salah ngomong ya ? gue kelewatan sama penejelasan gue tadi ?.” Ify menggeleng. “gue yang salah, karena nggak pernah peka soal hati.”

“selalu mentingin apa yang diperintah otak gue tanpa hati, dan hasilnya gini. Semua yang terjadi sama gue selama ini karena masa lalu itu, tapi semenjak kenal loe sana Rio gue ngerasa masa lalu itu udah pudar perlahan dan kalian berhasil melakukannya. Loe tahu ? bodohnya gue selalu memaksa hati gue buat suka sama loe….,” kini berganti  Alvin yang terkejut atas pernyataan ify, memaksa hatinya ? lalu yang dihati gadis ini sebenernya siapa ?. Ify tersenyum lalu menghapus kasar air matanya, “karena wajah loe begitu mirip dengan cinta pertama gue itu, dan itulah yang mengharuskan gue untuk memaksa hati sendiri biar suka sama loe. Tapi nyatanya percuma….,” Ify menggantungkan kalimatnya

“hati gue menolak untuk itu, benar-benar menolak. Dan entah itu apa, gue juga nggak  bisa ngejelasin secara detail saat ada rasa aneh yang menjalar  di hati ini. gue mencoba menekannya sedalam mungkin dan berusaha tidak peduli.” Alvin terus memperhatikan mimik wajah ify, sekarang Ia tahu jawabannya. Walaupun awalnya Ia merasa bahagia bahwa Ify memaksa hatinya untuk mencintai Alvin tetapi dihati Gadis itu sebenarnya adalah Rio bukanlah dirinya. Sakit ? memang itu adalah hal dari awal yang pasti dirasakannya, tapi permainan ini mengenai sahabat ? dan ternyata hati sahabatnya itu sebenarnya terbalas oleh perempuan yang dicintainya hanya saja perempuan ini belu begitu menyadarinya.

Alvin beranjak. “Ikuti kata hati loe, sesuatu yang dipaksa hasilnya bukan sempurna tetapi buruk. Apa yang loe rasain sekarang, biarin dia tumbuh sebagaimana adanya.”

“loe dan Rio memang untuk dipersatukan, ayo.” Ucap Alvin seraya tersenyum, Ify pun membalasnya kemudian mereka pun menuju ruang rawat Rio. Langkah mereka terhenti saat melihat kedua orang tuanya begitu sibuk. Papa Rio seperti sedang menelpon pegawai Bandara karena yang terdengar dari mereka berdua adalah tiket pesawat juga perlengkapan lainnya untuk penerbangan luar negeri, sedangkan Mama Rio sedang berbicara dengan Dokter. Tanpa pikir panjang Alvin dan Ify pun menghampirinya.

“Tante ini ada apa sebenarnya ?.” Tanya Ify yang diangguki oleh Alvin. Mama Rio menatap Alvin dan ify secara bergantian. “nama mu Ify ? jika benar, lekaslah kedalam. Rio telah sadar dan mencari mu.” setelah mendengar ucapan dari mama Rio, Ify langsung begitu saja keruang rawat Rio. Ify meneguk ludahnya susah, menatap lelaki tampan yang selalu menghiasi harinya tanpa Ia sadari dan seakarang Ia telah sadar sepenunya. Lelaki itu tersenyum kearahnya dan tatapannya seperti menahan sakit.

“sini Fy.” Suruhnya dan mau tak mau Ify pun menurutinya. “Rio…gu..gue,”

“gue udah tahu kok, loe udah tahu semua tentang perasaan gue.” Mampu membuat Ify terkejut darimana Rio mengetahuinya. “nggak usah bingung darimana gue tahu, gue kenal Alvin dan m ulutnya itu ember.” Rio terkekeh

“semua yang dikatakan Alvin benar adanya, tapi gue nggak pernah merasa salah telah cinta sama loe. Justru gue bersyukur bisa cinta sama loe itu artinya gue normal kan ?.” lagi-lagi Rio terkekeh, Wajah Rio berubah muram lalu terenyum getir berusaha menahan tangis, tapi akhirnya air mata itu mengalir juga. “ahh, gue cengeng ya Fy. Padahalkan gue cowok ckck.” Rio menghapus air matanya kasar

“air mata nggak pernah mandang bulu. Dia akan mengalir mewakili perasaan bukan sebagai fenomana keburukan bagi siapa pun. Air mata diciptakan bukan hanya untuk menangis lebih tepatnya fungsi mewakili perasaan.” Balas Ify lalu beranjak dan menghapus pelan air mata Rio yang mengalir. “ini sebagai balasankarena hati gue yang nggak pernah peka akan uluran hati loe.”

“Ify…,” gumam Rio tak percaya.

“gue… gue juga cinta sama loe Rio, dan sekarang gue sadar akan hal itu.” Rio memejamkan matanya berusaha menahan gejolak kebahagiaan karena cintanya terbalaskan. “bisa gue dengar itu sekali lagi Fy ? untuk yang terakhir.” Saat itu juga air mata Ify mengalir begitu saja, terakhir ? apa maksud Rio yang terakhir ? akhir apa yang akan terjadi setelah ini ?.” hati Ify menjerit detik itu juga Ia lantas memeluk Rio dan terus menyatakan perasaannya, perasaan yang selama ini tidak diperdulikannya. Tanpa terasa Rio pun membalas pelukan gadis yang Ia cintai itu kemudian melepaskannya. “loe mau janji sama gue ?.” tanya Rio menatap tepat dikedua bola mata Ify kemudian gadis itu mengangguk. “lakukan seperti awal bagaimana cara loe buat nggak peduli sama perasaan itu terhadap gue. Jika perlu lupakan perasaan itu saat ini juga, gue mohon.” Ify menggelengkan kepalanya tidak percaya akan perjanjian gila yang Rio buat, Ia melangkah mundur. “nggak Rio, loe pasti bercanda.”

“Loe harus ngelakuin hal itu jika loe nggak mau sakit masa lalu kembali datang, gue mohon matikan perasaan loe itu. Dan gue… gue akan mencoba melakukannya. Melupakan perasaan ini.”

“nggak Rio, gue nggak akan pernah ngelakuin hal itu. Nggak akan.” Ify pun berlari menuju pintu keluar ruang rawat Rio dengan tangis yang pecah karena tidak menyangka bahwa Rio menyurhnya untuk melupakan perasaan yang  baru saja telah ia sadari saat ini. Alvin yang melihat Ify yang baru keluar dengan keadaan menangis ingin menyusul Gadis itu yang pergi entah kemana tanpa berpamit padanya, namun lengan Alvin ditahan oleh mam Rio

“gadis cantik itu perlu waktu sendiri, sekarang giliran mu yang masuk.” Alvin pun mengangguk kemudian masuk, didapatinya Rio yang tengah menangis kemudian menghapusnya kasar. “eh elo Vin, masuk.”

“nggak usah basa basi, apa yang loe lakuin sama Ify sampai-sampai dia nangis seperti itu.”

“gue Cuma bilang, buat lupain rasa dia terhadap gue. itu aja.” Balas Rio santai dengan senyuman disana, Alvin menatapnya sengit. “apa loe bilang ? itu aja Yo ? loe begok tau nggak.”

“iya gue emang begok.” Jawab Rio

“cishh, lebih dari begok.” Balas Alvin, Rio menatap Alvin merasa bersalah

“gue mau loe yang jaga Ify, gue mau loe dan Ify bersatu.”

“permintaan loe buruk, dia baru aja sadar dari perasaannya Yo !dan sekarang ? dengan seenaknya loe minta dia buat lupain perasaannya ? loe begok !.” marah Alvin tatapan matanya tajam kearah Rio. “loe juga pasti akan melakukan hal ini pada orang yang loe sayang Vin. Dan gue tahu, loe juga sebenarnya sayang sama Ify tapi loe terlalu jaga perasan gue karena lebih dulu bilang suka sama Ify kan ?. selain alasan itu gue juga punya alasan lain, dan gue baru tahu sekarang….,” Rio tersenyum getir memejamkan matanya, Alvin yang mendengar seluruh ungkapan Rio tidak bisa berkutik karena semua yang diucapkan sahabatnya itu memanglah benar. “gue punya penyakit hati, dokter memvonis hidup gue nggak lama. Dokter udah nggak bisa berbuat apa-apa kalau gue pengen hidup lama, perobatan di Jerman itu usul dokter. Gue ? gue sama sekali udah pasrah akan semuanya, kalau memang umur gue Cuma sampai saat ini. Orang tua gue nggak mau berhenti berusaha sampai disini, maka dari itu entah selamanya gue disana atau bahkan kembali kesini terbujur kaku. Yang pasti gue titip Ify, jaga dia.” Rio membuka matanya kemudian menoleh kearah Alvin yang sekarang menatap tajam kearahnya, lalu Rio tersenyum.

“gue juga nggak tahu kalau punya penyakit seganas ini, orang tua gue menyembunyikan semuanya secara pintar. Dan ternyata gue baru sadar kenapa mama gue selalu nyuruh makan dirumah dan nggak ngebolehin sedikit pun nyantap makanan diluar. Makanan dirumah gue udah tercampur sama obat-obatan penghambat sel penyebar kanker dihati, itulah yang buat gue bisa bertahan. Dan sahabat loe yang sok kuat ini hanya bergantung hidup sama obat. Miris ya hidup gue ?.” Rio tersenyum hambar.

Alvin melangkah pelan menghampiri Rio, matanya memerah menahan tangis. Kedua sahabat itu pun memeluk satu sama lain menyalurkan kesedihan satu sama lain. Kebersamaan dari kecil yang mereka ciptakan akan berakhir dengan perpisahan, perpisahan yang berujung luka…

“jangan lupain gue, kasih kabar atas perkembangan loe disana. Gue mau loe balik masih berdiri bukan sebaliknya, masalah Ify ? loe nggak perlu khawatir. Gue akan jaga dia, tapi untuk ngeganti’in posisi loe dihatinya gue rasa Cuma loe yang berhak.” Alvin melepaskan pelukan. “karena Ify telah sadar akan perasaannya, loe hutang kembali dengan tubuh sehat yo bukan sebaliknya.” Alvin tersenyum tanpa arti begitu pun Rio

“baru kali ini gue liat loe nangis.” Canda Rio

“kayak loe nggak aja tadi, kita banci ya Yo ?.” akhirnya mereka pun tertawa bersama. “besok gue udah take ke Jerman, tadi gue pengen ngejelasin semuanya ke Ify tapi dia malahan pergi. Untuk terakhir kalinya gue pengen liat dia, loe mau kan ajak dia kebandara besok ?.”

“nggak ada kata terakhir, hanya sementara. Inget Yo Sementara, gue tahu loe bakal sembuh.” Ucap Alvin memberi penekanan

*******

Rio terus menunggu di bangku tunggu bersama orang tuanya, kebetulan pesawat akan take 30 menit lagi. Rio yang masih terlalu lemah hanya bisa duduk dikursi roda, dan terus melirik kearah pintu masuk. Ia menggenggam erat sepucuk surat ditangannya, menanti dengan harap-harap cemas bahwa perempuan yang Ia cinta agar segera datang bersama sahabatnya,  tak terasa 20 menit telah berlalu hanya meninggalkan 10 meni tersisa bahwa pesawat benar-benar akan take Off. “kalian dimana ?.” batin Rio resah

“Rio, ayo.” Panggilan dari sang mama membuat penantian Rio buyar, sosok yang Ia tunggu tak juga datang. “sebentar lagi ya Ma.” Mohon Rio, sang mama pun mengangguk.

Dan akhirnya saat yang ditunggu pun tiba, telah terdengar panggilan penerbangan menuju negara jerman, hati Rio mencelos. Kembali Ia mengedarkan pandangannya ke Pintu masuk. “kayaknya waktu emang nggak mihak kita Fy, gue Cuma nggak mau jadi orang kedua yang pergi tanpa pamit seperti cinta pertama loe itu. Tapi seenggaknya loe nemuin surat ini, gue pamit Fy.” Batin Rio kemudian meletakkan sepucuk surat pada kursi tunggu, akhirnya Rio dan kedua orang tuanya pun pergi.

Dari sisi lain, seorang perempuan dan laki-laki tengah berlari tergesa-gesa tak ayal sesekali mereka menabrak orang-orang yang berlawanan jalan dengan mereka ataupun sebaliknya. Kecemasan mulai menghambur begitu saja dihati Ify, dia telah mengetahui semuanya atas semua penjelasan yang Alvin katakan padanya. “Alvin, Rio dimana ?.” tanya Ify yang mulai melemah dan frustasi

“kita tanya ke bagian operator.” Usul Alvin mereka pun akhirnya bertanya atas penerbangan ke Jerman. Bagai tersambar petir Ify terduduk lemas air matanya berurai begitu saja. ‘pesawat dengan penerbangan ke Jerman telah take 10 menit yang lalu.’ Itulah yang diucapkan sang operator

“Rio….”

“kenapa loe pergi Yo ? kenapa loe nggak nunggu gue dulu ?.”

“kenapa semua yang gue alamin harus pergi gitu aja ? kenapa ?.” Alvin yang melihat Ify yang begitu kacau lantas memeluknya, Ia juga tidak menyangka akan terlambat datang seperti ini. “Rio pasti kembali kan Vin ? dia pasti kembali kan ?.” tak ada jawban dari Alvin dia hanya memeluk gadis itu dengan erat karena Ia juga tidak bisa menjawab apakah sahabatnya itu akan kembali atau sebaliknya. Namun yang pasti, dia akan menjaga Ify sesuai yang Rio inginkan.

“gue mau Rio Vin, Gue mau Rio.” Tangis Ify benar-benar pecah, Alvin yang tidak tega pun menggiring Ify ke kursi tunggu. “sstt udah ya, Rio Cuma pergi sebentar.”

“apa loe bilang sebentar ? ck. Semua orang yang dekat sama gue pasti akan pergi Vin. Dulu kedua sahabat gue, dan sekarang Rio ? atau mungkin loe juga nantinya.” bentak Ify kemudian Ia pun berlari keluar entah kemana, Alvin tidak bisa berbuat apapun. Ia hanya bisa meremas rambutnya frustasi, “gue nggak tahu apa yang akan terjadi nanti Yo, Ify begitu kacau.” Gumam Alvin lirih, tatapannya mengarah ke kursi yang tadi Ify duduki. Kemudian Ia mengkerutkan keningnya lantas mengambil sebuah surat disana.

“Rio….,” gumam Alvin, ia lalu memasukkan surat tersebut ke dalam sakunya kemudian melangkah meninggalkan bandara untuk menyusul Ify.

----------------

Ify masih mengingat kejadian 1 minggu yang lalu disaat kepergian Rio, dan sekarang sebuah surat yang Alvin katakan itu dari Rio sampai saat ini tak kunjung dibukannya, jangankan untuk membuka menyentuh saja dia tak sanggup.

“gue… gue akan buka surat ini, kalau memang saatnya tiba. Gue nggak sanggup Yo.” Gumam Ify lirih, air matanya kembali mengalir.

“Bahasa rasamu mengalir sebagai penghubung menuju hati ku, menciptakan rasa hangat yang kemudian menjalar bebas ditubuh ku, disaat yang bersamaan aku berusaha untuk menolak rasa yang datang dari mu karena sedikitpun aku tak menginginkannya. Tetapi, disaat ku sadar akan rasa yang menjalar, kau pergi begitu saja menumbuhkan rasa hebat yang sempurna. Sekaran  ku menegerti bahwa cintku tercipta untumu secara tak sengaja… secara pelan… secara suka rela…secara tulus… secara lembut… secara apa adanya dan secara nyata tanpa ku ingin… aku mencintai mu Rio… aku mencintaimu.”



END…..
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger