Home » » Serpihan Gelap ( [ Part 2 ] kau milik ku Ify )

Serpihan Gelap ( [ Part 2 ] kau milik ku Ify )


Perempuan itu terlihat bingung, sesekali Ia menatap kiri dan kanan. Sial! Kenapa tidak ada satu orang pun yang memandang kearahnya, untuk diminta bantuan, semuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Memasang wajah serius tak ingin diganggu, walaupun hanya sekedar disapa. Jadi, seperti inikah semua watak para pegawai perusahaan -Almian Classes- ? Tidak ada solidaritas sedikit pun, untuk pegawai baru semacam dirinya? 

Apa? Pegawai baru? Hei. Sejak kapan dia mencalonkan diri ingin menjadi salah satu pegawai disini? Bukankah, ini karena atas suruhan Pria sombong dan menakutkan itu? Ia sedikit bernafas lega, ternyata Pria itu membelinya bukan untuk melakukan suatu hal negative seperti apa yang Ia takutkan. 

Ia kembali memperhatikan beberapa Map tebal diatas meja kecilnya. Ia benar-benar syok atas tugas menggudang seperti ini, tanpa pengarahan terlebih dahulu. Bagaimana bisa Pria itu memperkerjakannya disebuah staff perusahaan bertandang ini. Ia tahu jabatan yang Ia peroleh sebakarang bukanlah jabatantinggi, hanya pegawai bawahan, tapi? tetap saja Ia yang memang tidak berpengalaman bekerja seperti ini.Ia tidak akan tahu harus berbuat apa. Bukankah, dia hanya seorang anak panti asuhan? Dan tugas sehari-harinya adalah membantu Ibu panti saat itu. Mengenai bangku sekolah? Ia hanya berakhir pada bangku menengah Atas. 

Damn. Bisakah ada satu orang saja yang tidak sibuk dan mau berteman dengannya, memberikan arahan sedikit bagaimana mengerjakan pekerjaan ini? Ia mendesah pelan, menundukkan kepalanya. Ia frustasi dengan waktu yang begitu cepat ini, seakan-akan ingin membunuhnya secara perlahan. Hatinya lelah, lelah karena terus menerus dituntut untuk kuat atas semua beban yang Ia alami saat ini. 

Tubuhnya bergetar, Ia menitikkan air matanya. Menangis dalam diam, menenggelamkan wajahnya dibalik papan pembatas ruangan kecil kerjanya. Yah, para pegawai itu mendapatkan ruangan sendiri-sendiri berukuran kecil yang hanya dibatasi oleh kaca pembatas pada bagian sisinya juga didepannya. Ia terus menangis, dan Ia yakin tidak akan ada yang melihatnya. 

Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahunya membuat perempuan itu tersadar lalu menghapus dengan gerakan cepat air matanya. Ia mendongak mendapati seorang Perempuan, sepertinya seumur dengannya, begitu cantik sekali. Perempuan itu tengah membawa beberapa Map dan kini menatapnya bingung. 

"Kau kenapa? Menangis?" Tanyanya bingung, masih terus menatap Ify perempuan yang tadi menangis. Ify tersenyum samar, lantas menggeleng. "Ah, tentu saja tidak. Mataku dimasuki sesuatu, debu mungkin." Perempuan cantik itu mengangguk mengerti. 

"Kau pegawai baru itu?" Perempuan cantik dengan alis tebal, matanya yang sipit serta kulit putih perawakan cina itu kembali bertanya. Ify menilai dirinya dengan perempuan itu sangat jauh berbeda dari segi penampilan, perempuan itu jauh lebih modis daripada dirinya. Jika saja Ia tidak dirombak seperti ini, pasti akan sangat malu sekali. "Iya, aku pegawai baru." Balas Ify seraya tersenyum. Perempuan itu juga ikut tersenyum, Ify menilai hanya perempuan ini yang ramah padanya. Lihat saja wajahnya yang penuh keramahan dan baik. 

"Perkenalkan aku Livia Uziza, panggil saja Via meja ku tepat disamping kiri mu. Aku melihat mu begitu gelisah, maka dari itu aku kesini. Nama mu siapa?" Perempuan cantik beralis tebal itu ternyata bernama -Via- secara singkatnya. Ify tersenyum lantas menyambut uluran tangan Via. 

"Aku Lalyssa Fynox. Cukup Ify." Balas Ify, Via kembali mengangguk dan memperhatikan keadaan sekitar. "Sudah waktunya jam makan siang, kau tidak ingin pergi makan siang?" Ah ya, Ify baru menyadari bahwa saat ini Ia tidak mempunyai uang sepeser pun. Bukankah Ia kesini juga tanpa tas atau pegangan kartu ATM lainnya? Bagaimana ini? Apalagi saat ini perutnya benar-benar meronta untuk minta diisi. 

Ify meringis, kemudian berusaha tersenyum ke arah Via. "Kau saja, pekerjaan ku masih banyak. Lagi pula, aku lupa membawa uang." Ify mendesah pelan, Ia berbohong. 

"Aku akan membayarnya, anggap saja awal memulai pertemanan. Ayo, tanpa penolakan." Tiba-tiba saja lengannya telah ditarik oleh Via teman barunya itu, dia perempuan baik, ramah juga sangat ceria. Ify sedikit lega dan tidak perlu sungkan apabila mempunyai kesusahan tentang pekerjaannya, Via pasti akan membantunya. 


******* 

"Kau tahu? Kehadiran mu di Perusahaan ini sebenarnya telah lama menghangat, ku tafsir sekitar 2 minggu yang lalu?" Perempuan cantik beralis tebal itu membuka pembicaraan, ketika Ify menatap makaroni cheese yang bertabur saus ala perancis dimejanya saat ini penuh nafsu. 

Ia mengalihkan tatapannya pada Via perempuan beralis tebal dihadapannya saat ini. "Oh ya? Kenapa begitu?" Seakan-akan lupa dengan perutnya yang minta diisi karena lebih tergiur dengan topik pembicaraan Via. 

"Sekretaris Direktur bilang akan ada Pegawai baru dibagian staff kami. Pegawai tersebut diterjunkan langsung oleh Direktur sendiri, tanpa melalui test yang begitu ketat jika ingin menjadi Pegawai Almian Classes ini. Itulah yang membuat berita bahwa pegawai baru tersebut merupakan hal yang spesial bagi Direktur tampan itu. Lebih menghebohkan lagi, kami tidak diperbolehkan mendekati pegawai baru tersebut jika masih ingin bekerja disini. Dan pegawai baru itu kau, Ify." Via nampak bersemangat menceritakan kehebohan perusahaan mengenai pegawai baru beberapa minggu yang lalu, dan saat ini pegawai baru tersebut telah berada didepannya. Ify! Lalyssa Fynox. "Awalnya aku tidak ingin menegur seperti tadi ataupun mendekati mu seperti ini. Karena kami telah dipesankan untuk tidak mendekati mu bagaimanapun caranya, tapi melihat mu seperti kebingungan saat diruangan tadi, membuat ku tidak tega untuk meninggalkan mu diruangan sendirian." Lanjut Via seraya tersenyum ramah. 

Apa? Sebenarnya Ia telah ditafsirkan kurang lebih 2 minggu yang lalu memang akan bekerja disini? Bukankah? Kurang lebih 2 minggu juga, Ia menikah? Ya Tuhan...Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Ify menggigit daging bibirnya menahan gejolak itu, gejolak yang selalu bisa membuat pertahanannya kembali mencambuk ulu hatinya tanpa ampun. 

Via menatap Ify dengan alis bertaut, mengapa perempuan itu tiba-tiba saja menundukkan kepalanya dan berdiam tanpa suara. Via menatap sekelilingnya, kembali bingung kenapa para pegawai yang tengah meluangkan waktu istirahatnya disini, semuanya nampak berdiri berposisi tegap dan menatap kearah pintu masuk Cafe. Sekian detik Via tak ambil pusing, namun saat mengalihkan wajahnya tepat pada Pintu masuk, tiba-tiba wajahnya memucat lantas ikut berdiri. 

Seluruh pasang mata yang berada didalam Cafe khusus pegawai -Almian Classes- ini tertuju pada satu Objek yang kini tengah menatap tajam pada sosok perempuan mungil yang tak menyadari kehadiran terlangka saat ini, karena memang membelakangi dari arah pintu Cafe, apalagi saat ini Ia tengah menundukkan kepalanya. 

Via menjerit dalam hati, kenapa Ify tak kunjung ikut berdiri dan menyadari keadaan saat ini yang nampak tegang. Tapi nampaknya perempuan itu masih menikmati akan keadaan hatinya dan enggan untuk sadar. Seluruh isi cafe itu berdecak kagum, bagaimana bisa sang Direktur muda perusahaan ini memasuki Cafe khusus para pegawainya? Bukankah ini sangat luar biasa? Ia datang sendiri tanpa para pengawalnya, melangkah dengan elegan namun terkesan dingin dan sombong, tatapannya tajam hanya tertuju pada satu objek. Objek yang sama sekali tidak menyadari akan kehadirannya saat ini. 

Rahangnya nampak mengetat sempurnna, tangannya terkepal hebat dan terus melangkah. Sampai akhirnya Ia sampai pada sebuah meja yang terdapat 2 pegawai perempuannya. 

"Selamat siang, Pak Direktur." Sapa pegawainya yang saat ini nampak takut dan khawatir, Ia melirik kearah Ify yang saat ini masih belum sadar. Seperti tidak mendengar apapun baik sapaan dari pegawainya, Direktur muda tersebut hanya menujukan tatapannya pada Ify, tak ada yang lain. 

Direktur muda Almian Classes -Dambrio Gluemian- nampaknya Ia sangat marah saat ini, entah apa yang membuatnya marah. Tatapannya Ia tujukan pada Via, benar-benar murka. Ia mendesah kasar. 
"Kau dengar ucapan ku, jangan pernah mendekatinya! Ini peringatan akhir. Aku tidak akan segan-segan memecat mu atau bahkan mengakhiri hidup mu!" Ify tersadar sempurna saat mendengar suara berat dengan aksen dingin dan kejam yang menyelimuti setiap nada yang terucap dari sosok tinggi menjulang saat ini yang berada didepannya. Nafasnya tercekat, saat melihat Via yang nampak menundukkan kepalanya karena takut. Tak beberapa lama, lengannya telah ditarik paksa oleh Direktur muda tersebut meninggalkan cafe. "Via..." 

Seluruh isi Cafe kembali memperbincangkan adegan yang baru saja menjadi topik terhangat. Direktur Muda Almian Classes Dambrio Gluemian, yang terkenal keras, arogan, menakutkan dan tampan. Memasuki Cafe khusus pegawai ini untuk pertama kalinya! Hanya demi menjemput pegawai baru yang menjabat pada staff rendahan? Bukankah ini sebuah rekor? Beruntung sekali perempuan itu. 

******* 

Ify meremas safety belt yang saat ini tengah menjadi pengamannya, Ia terus menunduk belum lagi debaran jantungnya saat ini tak bisa terkontrol seperti biasanya. Ingin sekali membuka pintu mobil, meloncat keluar dari mobil mewah ini yang seharusnya membuatnya nyaman, namun Ia tahu pintunya terkunci dan bagaimanapun Ify akan keluar tidak akan bisa. Entah kenapa suasana mobil itu terasa panas bagi Ify, Ia takut apa yang akan terjadi padanya. Kemana Ia akan dibawa setelah ini? Mengenai penjelasan Via, kenapa Ia tidak boleh didekati oleh para pegawai? Kenapa kehadirannya benar-benar seperti virus? 

Lagi-lagi Ify menjerit dalam hatinya, berusaha bersahabat kembali dengan paru-parunya agar bernafas lebih tenang. 

Rio sejak tadi hanya memasang wajah dingin, tidak sedikit pun memberikan ekspresi pada wajahnya hanya datar dan menakutkan. Tatapannya tertuju ke depan dan begitu tajam, bagai elang yang tengah mencari mangsanya. Saat ini? Ia tengah mengendalikan emosinya, emosi yang selalu saja datang tanpa ampun tiap kali melihat Perempuan disampingnya ini. Ia ingin sekali rasanya membunuh Perempuan ini, Tetapi? Shitt. 

Ia menepikan mobilnya dipinggir jalan, kemudian berhenti. Ify menelan ludahnya, sedikit melirik kearah Pria tampan pada kursi kemudi. Ya Tuhan, dari samping saja sudah membuat Ify berdecak kagum akan ketampanan yang terpahat begitu khas tanpa cacat. Pria ini begitu sempurna, ah tidak. Dia Pria yanng mengerikan Ify ketahui, hanya tampilan luarnya saja yang begitu sempurna. 

"Kau sudah puas menikmati wajah ku?" Glek. Lagi-lagi Ify menelan ludahnya, wajahnya memucat seketika. Ia merutuki dirinya kenapa bisa kehilangan kontrol saat melihat wajah tampan Pria itu, wajah itu seakan-akan menghipnotisnya untuk dinikmati. 

"HAHH!!" Rio memukul keras stir mobilnya yang diiringi dengan teriakannya yang sampai-sampai membuat Ify kembali menciut, Perempuan itu benar-benar takut. Rahang Rio kembali mengetat, Ia menoleh kearah Ify dan menatapnya begitu tajam dan mengerikan. Ekspresi yang ditunjukkannya masih sebatas datar tidak berekspresi sama sekali. 

"Jangan pernah bersosialisasi dengan pegawai ku, kau ku beli untuk bekerja. Bukan mencari teman." Kalimat itu begitu dingin dan menusuk, Ia seorang Direktur keras dan tak terbantahkan. 

"Aku tidak mengenal mu, Aku ingin pulang! Aku tidak ingin bekerja dengan Pria Iblis seperti mu! Aku bukan barang yang bisa kau beli! Dan aku buk....." Ify menegang, terpaku. Menatap sepasang mata yang saat ini mengunci perhatiannya, Ciuman itu mampu membuat dirinya kehilangan akal. Air matanya yang ternyata sejak tadi menetes kini berhenti seketika. Sentuhan yang begitu lembut, dan mampu membakar seluruh pikiran buruknya menjadi sebuah kepuasan. 

"Kau tahu? Aku akan melakukan lebih dari ini, jika kau tidak menuruti permintaan ku. Dengar itu, Nona." Aksen yang keluar lagi-lagi sebuah peringatan, Ify masih mengatur desahan nafasnya. Dentuman-dentuman jantungnya berpacu lebih cepat seakan-akan ingin melompat dari tempatnya. Tidak! Ada apa ini? Ciuman itu? Ya Tuhan. 

Dan apa yang Pria itu katakan? Akan melakukan lebih dari ini? Tidak! Itu tidak akan pernah terjadi! Tidak akan. "Kita makan siang." Lanjutnya kemudian kembali membuyarkan pikiran Perempuan itu. 


****** 

Mobil sport merah cerah itu berhenti beberapa jarak dari sebuah Rumah bak Istana yang merupakan tujuannya, Ia mendengus kesal kemudian melepas kacamata hitamnya yang sejak tadi bertengger pada batang hidungnnya. Ia melirik sosok bocah kecil pada jok belakang yang tengah sibuk dengan mainannya, lantas tersenyum miris. 

"Meishilla, kau yakin akan masuk kerumah itu?" Sebuah suara menyita perhatiannya, kini mengalihkan tatapannnya pada sosok perempuan muda yang seumuran dengannya dan merupakan managernya -Agnixel Hyura-. Meishilla Cluens, Ia merupakan penyanyi terkenal di Perancis. Kehadirannya selalu saja menjadi sorotan para Paparazi, belum lagi akan hubungan spesialnya dengan Pengusaha muda Almian Classes yang terkenal di Eropa itu, hubungan gelap itu ternyata membuahkan hasil hingga dikaruniai seorang Putra. Berita-bertia tersebut masih dicari pembuktiannya apakah fakta atau sebuah Opini. Walaupun telah berulang kali mendapat peringatan dari Manager perusahaan Almian Classes tetap saja Paparazi itu masih mengintai dari kejauhan. 

"Aku tahu, mereka saat ini pasti telah memasang beberapa kamera tersembunyi diberbagai sudut luar Rumah Rio." Gumam perempuan cantik itu, kembali Ia mengalihkan tatapannnya pada Dami, pewaris tunggal dari Dambrio Gluemian. 

"Aku tidak tega, jika Dami lagi-lagi gagal untuk bertemu papanya." Lanjutnya kemudian. "Aku mengkhawatirkan reputasi mu jika para Paparazi itu mendapatkan berita kembali, kau harus mementingkan karir mu. Berilah pengertian pada Dami, aku yakin dia pasti mengerti." Saran Agni pada Shilla, Perempuan itu hanya menatap Agni sekilas, lantas tersenyum miris. Dami baru berumur 3 tahun dan baru saja Ia masuk pada sebuah sekolah swasta khusus anak-anak dibawah umur 5 tahun, sebelum memasuki sekolah dasar. 

Dan apakah sosok kecil menggemaskan itu akan mengerti? Dan belum tentu juga, Rio berada dirumahnya sekarang. "Dami." Panggil Shilla pada bocah itu, Dami hanya menatapnya mengalihkan perhatian dari mainan-mainannya. 

"Papa bilang, dia tidak ada dirumah. Tetapi, Papa akan datang kerumah Ibu. Bagaimana kalau kita membeli mainan terbaru untuk mu? Kau tahu, Papa bilang dia akan membelikan banyak mainan untuk mu jika pulang kerumah ibu nanti." Kedua bola mata Bocah lucu itu nampak berbinar, seakan-akan menyetujui dan mempercayai ucapan dari Shilla. 

"Iya Ibu, Dami mau membeyi(membeli) mainan balu(baru). Tapi, Papa janji bukan? Akan puyang(pulang) ke lumah (rumah) Ibu." Dengan cadelnya Dami berusaha berbicara, Shilla lagi-lagi terkekeh geli. "Iya sayang, Papa mu janji. Sekarang kita membeli mainan untuk mu." Balas Shilla lantas menghidupkan mesin. 

"Kau tahu Dami, Tante Agni merasa akan ada banyak koleksi mainan robot yang kau suka. Apakah kau ingin membeli semuanya?" Tanya Agni menggoda, Dami melepas safety beltnya kemudian menyembulkan kepalanya diantara kursi depan. "Tentu saja Tante. Iya kan Ibu?" Shilla hanya menanggapi dengan anggukan, hatinya meringis saat mendapati bahwa Dami sangat begitu mempercayai ucapannya. Tidak seharunya Ia menanamkan kebohongan seperti ini, cepat atau lambat Dami akan mengetahui keadaan sebenarnya. 


******** 

Ify berdecak kagum saat dirinya begitu teliti memperhatikan keunikan restaurant mewah ini dengan pujian-pujian entah sudah berapa kali. Desain yang terbentuk bermodel Belanda ini nampak mengandung keromantisan. Walaupun saat ini tengah disiang hari, namun suasana didalam restaurant ini sungguh seperti saat dimalam hari. Penerangan lampu yang remang, serta alunan musik biola juga piano ikut meramaikan. 

Memang terkesan tenang dan romantis, tetap saja restaurant ini sungguh Spekta! Bagi seorang Ify. Benar-benar mengandung suatu suasana sejarah dikala dulu. "Bisakah kau tidak terlalu udik seperti itu? Kau pikir aku mengajak mu kesini untuk kencan? Bermimpi!" 

"Cepatlah makan, dan aku tidak menyukai pegawai yang manja akan waktu." Lanjut Sosok Pria dihadapan Ify. Aksen suara itu itu lagi-lagi dingin dan sebuah peringtan. Tidak bisakah Pria ini berucap tanpa suatu peringatan. Ify memperhatikan cara makan Pria tampan dihadapannya itu dengan seksama, begitu elegan dan tenang sekali. Sungguh berbeda saat berbicara dengannya. 

"Kenapa kau begitu jahat sehingga harus membeli ku? Apa kau tak punya hati?" Ify akhirnya mau membuka suara, memandang takut-takut pada Rio. Tapi nampaknya Pria itu masih saja dengan kegiatannya, sekian detik Ia membersihkan mulutnya. Memandang Ify tak berminat. Apa yang perempuan ini katakan? Sejahat itukah dia? 

Untuk kesekian kalinya, rahangnya mengetat. "Kau nampaknya telah mengundang amarah ku." Rio menjentikkan tangannya ke udara, tak beberapa lama seorang pelayan membawakan sebuah botol besar kemudian menuangkannya pada gelas berukuran sedang milik Ify dan Rio. Pelayan itu pun kembali pergi. 

"Cepat minum Bir itu!" Perintahnya bengis, Ify menggeleng tegas. "Aku bilang minum! Atau aku akan melakukan hal yang lebih seperti yang ku katakan saat dimobil tadi." Glek. Ify menatap segelas bir itu kemudian menatap Rio yang saat ini menatapnya tajam. Ify terus memaki Rio didalam hatinya, mengutuk Pria iblis itu sesuka hatinya. Tapi hanya sebatas membatin! Karena Ify tidak akan berani memaki Rio secara langsung, sama saja Ia mencari celaka. 

Dengan ragu akhirnya Ia meminum segelas bir itu, Rio kembali menumpahkan pada gelas Ify dan menyuruh perempuan itu untuk meneguknya lagi. Rio tersenyum sinis dan puas, saat melihat Ify menenggelamkan wajahnya pada meja makan. Perempuan itu benar-benar sudah mabuk. "Kau tahu Ify, inilah tujuan ku sebenarnya. Aku sudah tidak ingin lama menunggu. Kau.....milik ku." Gumam Rio tanpa ekspresi. 

******** 

-Raynald Fubber- Pria itu nampak menuruni tangga rumahnya, wajahnya begitu lesu dan tak bersemangat. Setelan kemeja merah padam polos, serta celana hitam kain katun membalut tubuhnya yang kokoh. Ia menatap dapur rumahnya, lantas tersenyum miris. Dengan pelan Ia melangkah menuju dapur, bukan maksud untuk membuat makanan atau mencari makanan. Ia lakukan disana hanyalah, memandangi seluruh dapur itu. 

Setiap pagi Ia selalu mendapati Perempuan cantik yang tengah memasak disini, tapi sekarang? Semua angan. Hanya angan! Kenapa harus sesakit ini? Bukankah ini semua memang telah direncanakan? Pernikahan itu bukan sungguhan, ada maksud didalamnya. Bahkan Ia juga bertekad, tidak akan hanyut dalam perasaan yang tanpa sadar menyelimutinya?. Tidak! Ini salah! 

"Apa aku harus merebut mu kembali? Haruskah?" Ucap Ray, Ia tersenyum getir melawan seluruh rasa rindunya. "Kau tahu? Ini bukan ingin ku, maafkan aku Ify." Ia tertunduk mengepal kuat tangannya hingga buku-buku jarinya terlihat mencuat. 

Sudah cukup. Ia tidak akan bisa seperti ini terus menerus. Ia membalikkan tubuhnya, untuk pergi kesuatu tempat. Namun saat Ia berbalik, tubuhnya menegang saat melihat siapa saat ini yang tengah berdiri tepat dibelakangnya. 

"Ka.....kau?" 


****** 


"Via...Via tunggu." Perempuan itu akhirnya berhenti melangkah, tapi tidak menoleh sedikit pun. Ia nampak kesal dan marah, sampai akhirnya Pria perawakan wajah korea kini menggenggam tangannya. Namun Via, menghempaskan pegangan itu penuh marah. 

"Jangan pernah mengikuti ku." Balas Via menatap Pria yang lebih tinggi darinya itu. "Dengarkan aku dulu, kau tidak tahu masalahnya." Tukas Pria korea itu masih bersikeras untuk mempertahankan diri. 

"Aku muak dengan semua ini, Alvin! Kau pikir aku tidak merindukannya? Aku tahu kau begitu patuh pada sahabat mu yang sombong itu, tapi apa kau memikirkan aku? Tidak bukan?" Embun yang sejak tadi terbendung pada pelupuk matanya, meleleh sudah. Apakah Pria didepannya ini tidak mengerti akan perasaannya? Atau bahkan tidak pernah peka akan perasaannya? 

Via tertunduk. "Kau tidak mengerti posisi ku. dan aku? Aku ingin kita mengawali semuanya dengan jalan masing-masing. Permisi," Via melangkah dengan cepat, menghapus air matanya yang terus saja mengalir. Meninggalkan Pria perawakan bangsa korea itu terdiam dan mematung ditempat. 

-Calvin Bemars- yang merupakan manager Perusahaan sekaligus sahabat dari Rio. Ia menghela nafas kasar, apa yang baru saja terjadi? Apa yang perempuan itu katakan? Mengambil jalan masing-masing? Apakah ini isyarat bahwa hubungan yang mereka jalin telah berakhir? secepat itu? 

"Katakan bahwa kau bercanda Via." 

********* 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger