Home » » Baby For Alyssa ( Part 14.b )

Baby For Alyssa ( Part 14.b )



Ify mengernyitkan dahi saat mematut dirinya didepan kaca besar disebuah kamar tepatnya dirumah milik Rio. Melihat tampilan dari ujung rambut hingga ke unjung kakinya benar-benar berubah 180 derajat dari dirinya yang sebelumnya sebelum dirombak seperti ini. Ia Lantas meneguk ludahnya susah, saat tahu bahwa Rio mulai memperlakukan dirinya berlebihan, ingin sekali saat ini Ia protes akan semua yang berlebihan ini kepada Rio secara langsung. Tetapi, Ia hanya bisa mengurungkan niatnya saat tahu Rio belum pulang, melainkan masih menyelesaikan pekerjaannya yaitu pertemuan bisnis dengan Clientnya. 

Yah ! Malam ini, adalah malam pertama bagi hubungan baru mereka. Hubungan yang begitu saja terjalin saat Keduanya mengakui akan perasaan masing-masing. Dan ini juga kali pertama atau malam pertama mereka untuk berkencan. Berkencan ? Pipi Ify merah merona jika mengingat ini, dia adalah Gadis desa, dan belum pernah merasakan bagaimana berkencan ala Orang berkuasa seperti Rio. 

Jika diingat dulu saat Ia masih bersama Zariel, tak pernah dirinya atau bahkan Zariel mengajak berkencan. Karena dulu ? Keduanya menghargai waktu masing-masing. Ify yang harus rajin belajar dan Zariel yang harus fokus dengan Tugas kuliahnya diDesa Ify waktu itu. Jadi, tak ada namanya berkencan. Mereka hanya melakukan Pertemuan singkat dan mencuri waktu saat bel Istirahat atau jam sebelum masuk kelas itu pun mereka lakukan saat diruang Perpustakaan hanya berdiskusi tentang pelajaran atau bahkan kehidupan keluarga masing-masing. Begitu sederhana.... 

"Nona, apakah anda membutuhkan sesuatu sebelum saya keluar dari kamar Nona ?." Sebuah suara mengejutkan Ify yang tengah melamun, Ify lantas menoleh dan memutar sedikit leher anggunnya. "Ku rasa tidak, Terima kasih." Sosok Wanita setengah baya yang tadi bersuara sibuk membereskan peralatan make-up juga beberapa Gaun yang salah satunya kini telah Ify gunakan, kini melangkah menghapiri Ify yang berada didepan kaca 

Wanita setengah baya itu tersenyum. "Kau begitu cantik Nona, Tuan Rio yang terkenal dingin dengan perempuan mana pun sepertinya akan melepas status lajangnya. Saya permisi." Perempuan itu langsung saja pergi, meninggalkan Ify yang awalnya tersenyum kini berubah bingung dengan ucapan oleh perempuan yang memang dipanggil Rio khusus untuk merombak keseluruhan tampilan Gadis ini. 

"Status lajang ?." 

"Apa maksudnya ? Bukankah, Rio seorang Duda ? Ahh, Mungkin saja....Wanita tadi hanya salah berkata, yah kurasa begitu." Entah kenapa Ify merasa ada yang aneh saat ini, tapi apa ? Tidak, Ia tidak boleh berpikiran aneh atau semacamnya. Ia tidak boleh menggagalkan malam kencan pertama mereka saat ini, tidak akan. 


******** 


Zariel membaca dengan seksama hasil penyelidikan atas Foto keluarga Dan juga dokumen lainnya milik Agni. Iyel menggelengkan kepalanya tidak habis pikir kalau semua ini ternyata benar-benar seperti benang kusut yang terus menyambung kesegala arah. 

Semua berkas dihadapannya Ia lempar begitu saja, sehingga berceceran kemana-mana. "Apa kalian tidak salah mencari Informasi ? Aku membayar kalian mahal dalam tugas ini !." Ucap Iyel frustasi, 2 Pria bertubuh besar lengkap dengan pakaian hitam itu hanya mengangguk tegas dan penuh keyakinan, hingga akhirnya salah satu dari mereka bersuara. "Benar Tuan, kami tidak mungkin membohongi Tuan. Apalagi, kita sudah lama bekerja sama." 

Zariel menundukkan kepalanya lantas mendongak kembali, menatap kedua Pria berpakaian hitam itu tidak berminat. "Baiklah, kalian boleh pergi. Jika ada sesuatu yang lebih mengejutkan dari ini lagi, segera kabari aku. Mengerti ?." 

"Mengerti Tuan, kami permisi." Akhirnya kedua Pria itu pergi meninggalkan Ruang kerja Zariel. 

"Apapun ini, yang jelas aku masih akan tetap melakukan rencana ku. Bagaimana pun alasannya," 


******** 

Pernikahan itu sebentar lagi akan dimulai, Gaun putih khas untuk pernikahan dibalut oleh mutiara dan berlian disekitar pinggang serta melilit tegas pita putih besar pada punggung Gaun, sebuah Gaun pernikahan berkelas atas yang dirancang oleh Desainer terkenal. Gaun yang entah kenapa begitu pas pada tubuh Gadis berlesung pipi ini, tanpa melakukan pengukuran pada tubuhnya. Cantik dan Anggun sekali seorang Casivia Zizari. 

Gadis itu -Sivia- memandang cemas dirinya yang kini memantul dikaca. "Katakan, kalau ini bukanlah hal yang terbaik untuk ku." Sivia berusaha berbicara dengan bayangannya sendiri dikaca walaupun mustahil. 

"Ya Tuhan Sivia, bisakah kau tenang sedikit saja. Alvin melakukan ini bukan untuk bermain, dia ingin membantu kakak mu juga sahabat mu. Ayolah Sivia, jangan berpikiran aneh." Ia menghempaskan tubuhnya pada ranjang lalu menunduk, Mengingat kembali Semua penjelasan Alvin kemarin. 

--------- 
Sivia menatap Alvin yang kini menatap balik matanya. 

"Jadi ini rumah mu ? Dan ke 5 Pria kekar tadi sudah kau bayar menjadi anak buah mu untuk melancarkan rencana mu ini ? Ya Tuhan Alvin ! Aku membenci mu, aku membenci mu. Kau sudah membuat ku takut !." Sivia memukul Alvin sekuat mungkin, "Sivia dengarkan aku lagi." 

Sivia berhenti lalu menggerutu kesal. "Rencana ini untuk menjebak Cakka agar mau mengakui kesalahannya diwaktu lalu juga mendonorkan darah untuk Clara, kau tahu bukan Clara harus mendapatkan donor darah entah penyakit apa yang diidapnya saat ini. Dan terakhir menyesali perbuatannya yang keterlaluan pada mu." Sivia nampak berpikir apa yang dikatakan Alvin dan semua rencananya memanglah benar. 

Alvin menggenggam tangan Sivia lembut. "Tatap Aku, dan ini rencana terakhir ku." Sivia menatap Alvin dalam. "Agar rencana ini benar-benar sukses dengan titik terang, Besok...besok kita menikah." 

"APAAAA ?!" Jerit Sivia. "Ka...Katakan sekali lagi."Sambungnya kemudian, Alvin memutar kedua bola matanya. 

"Kita akan menikah besok." Sivia lantas menatap Alvin tajam seperti ingin membunuh lelaki itu hidup-hidup. "TIDAK TIDAK, aku tidak mau !" Balas Sivia Syok, Alvin menggenggam jemari Sivia lembut. 

"Dengarkan aku, kita menikah untuk meyakinkan Cakka bahwa aku adalah Pria jahat seperti apa yang dilakukannya terhadap Agni dahulu, mencoba membalaskan dendam ku padamu. Dengan pernikahan kita ini, itu juga akan sedikit membantu jika aku sedang melakukan rencanaku untuk menuntaskan masalah yang sedang dihadapi sahabatku dan sahabat mu. Dengar Sivia, Pernikahan kita hanya Status. Kau bisa lepas dariku dengan utuh tanpa kekurangan sedikitpun jika misi ini telah selesai. Keputusan ada ditangan mu, jika kau setuju akan terlaksana besok. Aku tidak akan menyentuh mu selama kita Resmi menjadi suami Istri nanti. Pegang kata-kata ku, Demi mereka." Sivia menatap kesungguhan dimata Alvin lama, sampai akhirnya setelah Ia yakin anggukan kecil lambat laun suara mungilnya terdengar setuju. 

"Aku menyetujuinya, dan aku memegang semua kata-katamu." Setelah tadi menunggu dengan harap-harap cemas, Akhirnya sebuah senyuman terpatri jelas dan mengembang begitu lebar pada bibir tipis Alvin. "Terima kasih Sivia, Terima Kasih." 

Sivia mengangguk. "Aku menyetujui ini bukan karena kau hipnotis bukan ?." Alvin menggeleng tegas, "Tidak, aku tidak menghipnotis mu. Tetapi, hanya sedikit meyakinkan mu melalui mata ku." Alvin tergelak tawa, Sivia langsung mengembungkan pipinya lantasmemukul Alvin kembali. 

"ALVINNN ! ITU BERARTI KAU MENGHIPNOTIS KU TADI !." 

"Aduh, berhentilah Sivia. Tubuh ku sakit kau pukul terus, Menghipnotis dan meyakinkan beda. Tadi aku meyakinkan mu bukan menghipnotis, Ampun Sivia." Alvin mencoba lari dari pukulan-pukulan Sivia sampai akhirnya, Alvin tersandung kaki kursi membuat dirinya terjatuh kelantai tapi sempat Ia menarik lengan Sivia hingga mereka jatuh berdua ke lantai dengan Sivia diatas Dada Alvin. 

Pandangan mereka bertemu, rona merah jambu sama-sama tercipta diantara keduanya. Tangan Sivia yang bertengger didada bidang Alvin langsung diraih oleh Pria itu, mencari sesuatu pada jemari Sivia, kemudian Ia tersenyum saat mendapati cincin yang waktu lalu Ia sematkan pada jemari mungil Gadis itu. "Simpan baik-baik cincin ini, karena jauh lebih berharga jika kau yang mengenakan, dan tidak berharga lagi jika kau lepas tanpa sepengetahuan Ku." 

Sivia tersenyum. "Pasti." 

----------- 

Pipi Sivia merona merah kembali, Ya Tuhan kejadian kemarin masih begitu membekas diingatannya. "Aku tidak mengerti Alvin, bagaimana sesungguhnya perasaan ku pada mu. Tapi, aku bahagia sekaligus cemas dengan pernikahan ini. Bahagia karena kita bersatu Cemas karena aku tidak mengetahui perasaan mu terhadap ku dan Cemas jika pernikahan ini akan berakhir." Gadis itu tersenyum kecut, Hah ! "Sadarlah Sivia, pernikahan ini status yang bertujuan untuk menolong semua pihak. Jangan berharap lebih kepada seorang Alvin yang memang selalu ada untuk mu saat ini. Tetapi, dia tidak akan ada lagi untuk mu jika semua masalah ini selesai. Ingat Sivia ! Cepat atau lambat semua akan berakhir." Sivia membatin lalu ketukan pintu kamar mengejutkannya. 

Ia merapikan bajunya lalu berdiri. "Masuk." 

"Sivia." Ternyata Cakka lah orang yang mengetuk pintu, pakaiannya tidak Formal namun sudah cukup terkesan Formal dengan kemeja hitam bergaris-garis putih serta Celana Kain menutupi kaki jenjangnya. Elegan dan santai. Sivia langsung menampakkan wajah sedihnya kepada Sang kakak Cakka, ini juga merupakan usul dari Alvin. 

"Kau...bilang kalau kau ingin membatalkan ini Sivia, Aku akan membawa mu pergi." Wajah sedih masih Sivia tampakkan, lalu Ia menggeleng yakin. "Tidak Kak, Ini yang terbaik. Hutang dan atas kesalahan besar Kak Cakka diwaktu lalu. Inilah bayarannya, Sivia rela." Cakka tertunduk lalu tubuhnya seketika merosot ke lantai tepat dilutut Sivia yang terbungkus Gaun. 

"Bunuh aku." Ucap Cakka tiba-tiba. "Kak...," Sivia mengatup mulutnya dengan tangan kirinya. "BUNUH AKU SIVIA ! CEPAT BUNUH AKU ! SUDAH TIDAK ADA GUNANYA LAGI AKU HIDUP ! TERLALU BANYAK KESALAHAN YANG KU PERBUAT !" Sivia lalu menunduk dan menggiring Cakka untuk berdiri, setelahnya Ia memeluk Cakka dan dibalas oleh Pria itu. Tangisan Kakak beradik itu pun pecah seketika, menyalurkan seluruh penat hati mereka melalui untaian benang cair yang saat ini tercipta. 

"Kau tahu kak ? Kesalahan memang untuk disesali, tetapi setelah disesali mencoba untuk memperbaiki yang selanjutnya." Cakka memeluk Sivia semakin erat. "Demi aku, perbaiki kesalahan mu yang lalu. Jangan pernah berpikir aku tidak menyukai mu sebagai seorang kakak yang kasar, Arogan dan sifat buruk mu yang lain. Karena ku tahu, semua hanya muka dua mu untuk menutupi kerapuhan dan luka mu. Ku tahu, kau kakak yang baik dan penyayang juga bertanggung jawab." 

Sivia melepaskan pelukannya, lalu menghapus lembut Air mata Cakka. "Aku menuntut Tanggung Jawab mu, hanya itu. Dan pernikahan ini ? Kau tidak perlu khawatir, aku bisa menjaga diri ku sendiri." Sivia tersenyum, senyuman hangat untuk sang Kakak. Sekali lagi Cakka memeluk Sivia dan berulang kali mengucapkan terima kasih dan bersyukur memiliki adik Tulus dan baik hati seperti Sivia -Casivia Zizari-. 

Disisi lain, tepatnya diambang pintu. Sosok -Phalvin Sena- tengah memperhatikan Kakak beradik itu dengan senyuman. "Maafkan Aku Sivia." Alvin lantas pergi meninggalkan Kamar itu. 


******** 

Perempuan ini sedikit bernafas lega saat Ia baru saja menempati kamarnya, Kamar yang bertahun-tahun Ia tinggalkan. "Sekarang katakan Agni, sebenarnya apa yang terjadi dengan mu dan Zariel. Kenapa kalian terpisah seperti ini ? Dan.... Clara, kenapa Ia bisa diasuh oleh adik ipar mu. Argario ?" 

Sudah ! Sudah tidak ada lagi yang bisa Ia sembunyikan oleh Mamanya ini. Yah ! Sekarang, -Zahrasya Nazuela- Ibu dari Agni telah mengetahui semuanya dan itu semua Ia ketahui dari Alvin. "Apa saja yang dikatakan oleh Alvin, semuanya benar Ma." Agni tersenyum kecut lalu melemparkan pandangan keluar jendela besar kamarnya. 

"Kenapa kau melakukan ini Agni, Apa yang membuat mu sejahat ini ? Dan....dan tega membohongi Papa juga Mama. Ya Tuhan." Zahra menunduk memijat batang hidungnya, begitu Kecewa atas apa yang dilakukan putrinya sendiri . Agni meraih jemari Ibunya itu lalu menatap sedih sang Ibu. "Beri Aku kesempatan untuk menebus semua kesalahan dan kebohongan ini. Aku berjanji tidak akan mengecewakan Papa dan Mama." 

"Aku sadar sekarang, apa yang ku lakukan selama ini menyakiti semua pihak. Maafkan Aku Ma." Zahra duduk disamping Agni lalu memeluk putrinya itu, "Aku Ibu mu, dan apapun kesalahan mu tidak akan membuat pintu Maaf ku tertutup untuk mu. Perbaikilah semuanya Agni, kau yang melakukan dari awal, Temui ayah Biologis Clara. Aku datang kesini tanpa Ayah mu karena ku tahu ada yang mengganjal disini, Batin seorang Ibu kuat nak." 

Agni memeluk erat Ibunya, menumpahkan seluruh bebannya selama ini Ia pendam sendiri lebih tepatnya bersama Alvin. Karena memang lelaki itulah yang bisa Ia andalkan dulu. "Aku akan melakukannya Ma." 

"Mencintai itu bukan sebagai pembuta dan menghalalkan segala cara untuk memilikinya, tetapi..... Sebagai Cerminan dirimu bagaimana menyikapinya dengan hati." 


******* 

Suasana makan malam yang begitu romantis, tertutup, elegan, formal dan sangat Istimewa. Restorant berbintang yang telah dipesan oleh Rio untuk dikosongkan hanya untuk Dia dan Perempuan yang kini hanya menatap makanan didepannya dengan wajah frustasi. Rio tersenyum geli melihat perempuan didepannya ini yang kini menjadi perempuannya. "Kenapa hanya menatapnya ? Kau tidak ingin makan ? Atau.. Kau tidak suka makanannya ?." Rio bertanya sekedar menguji perempuan didepannya ini, Ia tahu kenapa perempuan itu hanya menatap makanannya. 

Ify menatap Rio, lalu menggigit bibirnya takut. "Rio..," 

"Ya." Jawab Rio masih menahan tawanya, Ify terlihat mencondongkan wajahnya dan memberi Rio Isyarat untuk ikut mendekat dan mencondongkan wajahnya kewajah Ify. Awalnya Rio gembira sepertinya Ify ingin dicium pikirnya. Pemikiran gilanya tiba-tiba saja hancur saat tahu Ify malah memukul kepalanya. "Kenapa kau memukul kepala ku ?." 

"Itu, bibir mu kenapa ikut mencondong ? Aku hanya perlu telinga mu." Tukas Ify. "Aku ingin membisikkan sesuatu, cepatlah." Sambung Ify, dengan kecewa dan mimik wajah seketika berubah masam. Rio menurutinya juga. 

"Aku tidak mengerti bagaimana menggunakan, Pisau dan Garpu ini untuk memotong sepotong daging dipiring ku." Lama Rio mencerna kalimat Ify, lalu Ia tertawa geli dan tidak lagi bisa menahan rasa ingin ketawanya. "Rio ! Bisakah kau berhenti tertawa !." Rio seketika berhenti tertawa. "Ya Tuhan Sayang, kalau hanya itu yang ingin kau katakan. Kenapa tidak langsung berbicara seperti ini ?kenapa harus berbisik ? Kau lucu sekali." Ify menatap Rio sinis lalu membuang buka. "Aku sudah tidak lapar, aku ingin pulang saja." Balas Ify sengit. 

Rio mengernyit lalu beranjak mengambil posisi disamping Ify, Ia meraih kedua tangan perempuan itu. "Kenapa sekarang kau sensitif sekali ? Aku hanya bercanda, akan ku ajari bagaimana menggunakannya. Ayo," 

"Tidak perlu." 

"Kau marah ?" 

"Tidak, aku tidak marah." Jawab Ify singkat lalu Ia menatap Rio dalam. "Lalu ?." Tanya Rio. 

"Entah kenapa, aku ingin sate Ayam tetapi rasa Ikan. Aku ingin sekarang juga Rio." Rio terdiam ditempat. Sate ayam tapi rasa Ikan ? Lalu bagaimana bentuknya ? Sate semacam apa itu ? Kenapa permintaanIfyseaneh ini ? Apakah, apakah ini salah satu permintaan calon bayinya tanpa Ify ketahui ? Yang biasa disebut Mengidam ? 

"Ify, jika kau ingin sate ayam rasanya memang ayam, tidak ada sate ayam rasanya ikan, jangankan ikan rasa sapi saja tidak ada sayang." Ujar Rio gemas. 

Rio menelan ludahnya susah, lalu memanggil pengawalnya. Belum sempat para pengawal itu datang Ify bersuara lagi. "Aku tidak ingin kau menyuruh mereka, kau sendiri yang harus membelinya." 

"APAAAAA ?!" 


******** 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger