Home » » Serpihan Gelap ( [ Part 1 ] Pria Tampan Misterius )

Serpihan Gelap ( [ Part 1 ] Pria Tampan Misterius )


Perempuan itu nampak menciutkan tubuh mungilnya yang kini tengah dijagal diantara kedua Pria bertubuh besar dan kekar dikiri dan kanannya. Matanya pun terlihat sembab akibat menangis entah beberapa jam lamanya, sisa-sisa air matanya juga terlihat mengering menghiasi pipi putih miliknya. 

Ia tidak tahu kemana saat ini Ia akan dibawa. Tiba-tiba mobil itu berhenti, membuat Perempuan itu waspada seraya meneguk ludahnya paksa. Salah seorang Pria kekar itu turun dari mobil, lantas menarik Perempuan itu keluar. Ia menolak dan memberontak, benar-benar takut. Dimana Ia sebenarnya berada saat ini? 

"Lepaskan, aku!" Pria kekar tersebut terus memaksa Perempuan itu untuk keluar walaupun dengan cara paksa. Ia kemudian diseret menuju sebuah Rumah mewah tepat berada disamping dimana mobil itu berhenti. Ya tuhan, bagaimana bisa Ia tidak memperhatikan area halaman rumah itu yang sangat spekta! Dengan patung kuda yang mengeluarkan air mancur dibagian mulutnya, kuda itu berwarna emas. Sehingga terlihat elegan dan begitu mewah, mungkin saja itu memang terbuat dari emas, melihat kesan mewah dan megah rumah ini yang bak seperti Istana kerajaan Perancis. 

Belum lagi halaman disana tengah dipasang sebuah rumah-rumahan kecil macam Paviliun tetapi bukan sebuah Paviliun, dengan berukuran sedang. Diatas atapnya berukir tanaman bunga menjalar yang mengelilinginya, Perempuan ini berpikir mungkin jika merasa bosan, pemilik rumah ini akan berkunjung kesana sekedar melepas lelah sambil menikmati kolam ikan yang berada dibawah rumah-rumahan kecil itu. Belum lagi terdapat tanaman anggur disampingnya, Ah. Pasti sangat menyenangkan. 

Namun, kekaguman Perempuan itu buyar seketika saat kedua Pria kekar itu terus menyeretnya masuk ke dalam Istana megah tersebut. Perempuan itu -Lalyssa Fynox- perempuan bertubuh mungil, memiliki rambut tebal dan lembut, kedua alis yang cukup tebal dengan kedua bola mata cantik berwarna coklat pekat hampir mendekati warna hitam. Akhirnya mereka pun berhenti tepat disebuah ruangan, ruangaan itu diterangi dengan sinar lampu yang remang-remang. 

Kedua Pria kekar itu tiba-tiba saja meninggalkannya. Ia terdiam, setelah mendengar pintu besar ruangan kosong ini ditutup begitu keras dan terkunci, Ia lantas tersadar kemudian berlari kearah pintu setengah meronta-ronta juga berteriak sekeras mungkin ingin meminta keluar. Namun percuma, semua itu tidak akan mungkin, Ia disini karena dijual! Dijual oleh suaminya sendiri. 

Tak terasa tenaganya telah terkuras habis akibat teriakan-teriakan juga memukul-mukul pintu besar itu. Apa yang sebenarnya dipikiran suaminya? Sehingga tega menjualnya entah kepada siapa Ia pun tak tahu. Ia membalikkan badannya, bersandar kemudian terperosot seakan-akan tulang-tulangnya tak lagi mampu menopangnya untuk berdiri. Ia menangis, menangis dalam diam. 

Kedua kakinya Ia tekuk, lantas melipat kedua tangannya dan menenggelamkan wajahnya disana. Ia merasa asing, Ia tidak pernah menyangka jika hidupnya sekelam ini. Sejak lahir tak mempunyai sanak keluarga ataupun orang tua, hanya dibesarkan disebuah Panti asuhan. Setelah Ia beranjak dewasa tiba-tiba seorang Pria muda datang berkunjung ke Panti tersebut, sejak saat itu mereka mulai akrab. Menjalin hubungan selama 6 bulan, kemudian? Memutuskan untuk menikah beberapa minggu yang lalu. 

Ia meremas pakaian yang Ia kenakan saat ini menyalurkan seluruh sakit hatinya pada suaminya itu. Tidak! Dia bukan suami! Hanya penipu ulung untuk menjual dirinya kepada laki-laki hidung belang, seperti saat ini. Ia hanya bisa pasrah apa yang akan terjadi selanjutnya. 

Detik berikutnya, Ia mendongak menghapus air matanya yang terus menjuntai turun. Ia memandang disekitar ruangan ini, jika ini penyekapan? Kenapa berada disebuah ruangan besar yang lengkap akan alat musik seperti ini? Sebuah panggung mini ditengah-tengah ruangan besar yang bak seperti gedung pesta. Apakah ini sebuah ruangan khusus untuk pesta-pesta? 

Ia terkesiap, saat melihat sebuah kilauan-kilauan yang berada diujung kanan ruangan ini. Ia beranjak kemudian melangkah pelan kesana, karena sangat begitu penasaran. 

Perapian kecil? Ruangan seperti gedung ini? Mempunyai sebuah pearpian kecil? Diatas perapian itu terdapat sebuah figura Foto yang nampak usang termakan debu. Ia berusaha meraihnya, ingin melihat wajah dari Foto tersebut. 

Sedikit menjinjitkan lagi kakinya, maka Ia akan sampai. Sedikit lagi dan...... 

"Jangan sentuh apapun yang berada ditempat ini !" Suara berat itu mampu membuatnya terkejut sehingga menghempaskan tubuh mungilnya ke tembok dekat perapian tersebut. Dentuman jantungnya tak habis-habisnya berdetak begitu keras, wajahnya memucat mendengar suara tersebut. Suara itu begitu dingin dan menakutkan, Ia terus menatap sosok itu dibalik lampu remang-remang ini. Tidak terlalu jelas, yang sempat Ia nilai hanya kesan misterius juga menakutkan. 

Sosok Pria bertubuh tegap, tinggi menjulang mengenakan kemeja hitam lengkap dengan celana kain katun hitam mendominasi fisiknya yang begitu sempurna, hanya sekedar itu Ia bisa menilai. Wajahnya tidak nampak karena lampu ini yang sangat begitu mengganggu indera penglihatannya. Apakah? Apakah ini Pria yang membelinya itu? Tidak. Apa yang akan Pria ini lakukan padanya. Ia terlihat waspada, saat Pria itu melangkah pelan menuju kearahnya kemudian kembali berhenti. 

Pria itu nampak berpikir sebentar. "Kau Lalyssa Fynox?" Tanyanya masih dengan nada dingin yang terkesan misterius, Pria itu bersedekap. Perempuan itu hanya diam, tidak berani membuka suara untuk menyahut. Matanya hanya terfokus untuk waspada apa yang akan Pria itu lakukan padanya. 

"Bisakah kau menjawab pertanyaan ku !" Perintahnya dengan suara yang lebih meninggi nampak geram, Pria itu terlihat mengertakkan rahangnya menahan amarah. Lalyssa Fynox yang memang kerap disapa Ify itu memejamkan matanya karena takut, nafasnya memburu, dadanya tiba-tiba sesak. Tak terasa Ia menganggukkan kepalanya memberi respon kepada Pria itu. 

Seakan-akan tahu apa yang Ify maksud akhirnya Pria itu mendesah kasar. "Kau bisu? Ck. Tidak seharusnya aku membeli perempuan semacam diri mu, terlalu lemah, rapuh dan cengeng." Ucapnya kemudian membuat Ify semakin meremas pakaiannya, mencoba mengendalikan desahan nafasnya yang tak teratur. 

"Lalu kenapa kau membeli ku?" Dengan keberanian Ify akhirnya bersuara, Pria itu nampak tersenyum sinis. Memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Memandang Ify Intens dibalik sinar remang-remang ini. Perempuan itu nampak takut dan tertekan. 

"Oh, ternyata kau mempunyai suara yang lumayan seksi." Glek. Ify menelan ludahnya, apa yang Pria itu katakan? Oh Tidak. Hentikan. Apaan ini? Komentar Pria itu sama halnya seperti bisa ular bagi Ify, lambat laun akan membuatnya mati. Tidak. Tidak akan. 

"Kau ingin tahu kenapa aku membeli mu? Membeli mu dari suami bodoh mu yang gila akan harta itu? Kau seharusnya justru berterima kasih padaku, hidup mu terselamatkan oleh ku." Pria sombong ! Ify menghujat Pria itu dalam hatinya, namuan seketika hatinya mencelos saat mendengar penjelasan singkat Pria yang berjarak cukup jauh darinya itu mengenai alasan suaminya yang menjualnya. Jadi, benar? Suaminya itu hanya penipu ulung, dengan segenap cinta palsu padanya? Dan dengan bodohnya Ify mempercayai? Ya Tuhan... 

Ify kembali menitikkan embun-embun yang mulai mengalir pada pipinya, tubuhnya bergetar. Pria dihadapannya itu hanya mengangkat satu alisnya kembali mendengus kesal. Bisakah Ia melihat semua perempuan tanpa menangis? Ah, tidak. Itu semua mustahil. Mana mungkin ada wanita seperti itu, dasar wanita. Hanya menangis jika merasa perasaannya sakit atau bahkan terluka dengan alasan konyol, mungkin. Ya....seperti perempuan dihadapannya ini. Ia kembali menatap perempuan itu sinis, bagaimana bisa Ia memperkerjakan perempuan ini jika baru berbincang sedikit saja sudah membuat perempuan itu ketakutan, lihat saja itu. Bahkan menangis saat ini.... 

"Pelayan...."Suara berat lelaki itu kembali menggema didalam ruangan luas ini, tak berapa lama seorang pelayan wanita tua yang diiringi 2 pelayan muda dibelakangnya mereka menunduk ukuran punggung. 

"Ya Tuan.." Jawab pelayan paruh baya tersebut masih dalam keadaan membungkuk memberi hormat. Pria itu nampak masih betah menatap Ify yang masih menangis, lagi-lagi Ia mendengus. 

"Bawa dia ke kamar, ubah dia secantik mungkin. Aku tidak ingin melihatnya kotor atau berantakan seperti itu." Perintah serta komentar yang begitu pedas, setelah mengamanatkan perintah pada pelayannya. Pria Itu melangkah pergi, dengan langkah yang penuh elegan. Menghilangkan kesan wangi Parfume yang sangat harum diruangan ini. 

Para pelayan nampak membantu Ify berjalan. Entah kenapa saat ini Ify merasa lemah sekali, jangankan untuk berjalan. Mendengar semua ucapan dari Pria tadi saja, tidak begitu jelas didengarnya. Hati dan pikirannya sibuk memikirkan hal-hal lalu, hal-hal yang menyenangkan dengan suaminya sebelum mereka menikah. 

Saat dimana keduanya terasa begitu berbahagia tak ada kebohongan dan kepalsuan, seperti.....saat ini. Cukup sudah, semuanya sudah berakhir. Berakhir dengan cara yang tragis.....Cinta penuh kepalsuan. 


********* 

Pria itu berdiri mematung didalam ruang kerjanya, menatap kearah luar kaca ruangan ini. Beberapa menit yang lalu baru saja Ia berbincang dengan Perempuan yang Ia beli. Membeli? Ia mendesah lantas menggelengkan kepalanya. 

Wajah tampannya dengan sepasang mata hijau gelap, sepasang mata yang begitu tajam dan dingin. Tidak akan ada yang mampu menatap mata dingin itu terlalu lama, kesan yang terumbar hanyalah suatu peringatan. Peringtan untuk berhati-hati jika tidak ingin mati dengan tangannya sendiri. Pengusaha muda terkenal mempunyai banyak saham dimana-mana, tidak tanggung-tanggung sebagian besar Eropa serta negara ASEAN lainnya merupakan tempat saham-saham yang Ia tanam begitu besar disana. Dan saat ini Ia tengah diincar-incar Paparazi mengenai Privacy kehidupannya yang begitu tertutup. 

Menurut desas-desus, Directur muda dari Perusahaan -Almian Classes- ini, Ia mempunyai seorang anak hasil hubungan gelapnya dengan seorang wanita. Wanita tersebut merupakan Penyanyi terkenal di Perancis, namun berita hangat itu meredup seketika saat salah satu Tim Paparazi mendapatkan peringatan dari Manager perusahaan -Almian Classes-. 

-Dambrio Gluemian- Ia lah Directur muda yang saat ini tengah diperbincangkan oleh seluruh masyarakat Eropa, tidak ada yang tidak mengenal Direktur muda ini. Direktur muda yang sangat misterius dan menakutkan. Dibalik itu semua, sikapnya memang menunjang kedisiplinan, Pekerja keras, dan tidak akan main-main dengan keputusannya. 

Otaknya terlalu melebihi kapasitas sehingga, baik Professor pun akan kalah kecerdasan dengan dirinya. -Dambrio Gluemian- semua akan tunduk, takut dan patuh padanya. Dan apa pun, akan selalu bisa didapatkannya tanpa terkecuali. Dia.....seorang Direktur terkaya dan berkuasa di Eropa. 


******* 

Pria itu menatap kosong cincin yang saat ini melingkar pada jari manisnya, dengan samar Ia membelai lembut cincin emas putih itu. Embun dimatanya seakan-akan berteriak ingin keluar dari bendungannya, Ia memejamkan matanya. 

Menekan dan menenggelamkan embun itu agar tidak keluar saat ini. Ia Pria yang kuat, tidak mungkin dia menangis. 

Setelah merasa benar-benar nyaman, Ia lantas membuka kembali matanya. Meraih kembali perhatian pada cincin emas itu, Ia tersenyum saat melihat ukiran kecil yang tertuang pada cincin tersebut. 


Glek. Ia menelan ludahnya dengan paksa. Mendesah panjang lantas mengecup cincin emas putihnya. 

"Semoga kau baik-baik disana, Maafkan aku." Gumamnya penuh pilu, ah tidak. Bagaimana ini bisa terjadi ! Kenapa semuanya harus secepat ini? Tak puas hanya menatap cincin itu, Ia meraih sebuah sapu tangan. Sapu tangan sutera berwarna Cream lembut. Aroma dari sapu tangan itu, merupakan aroma yang sangat Ia rindukan. Tidak bisakah waktu kembali terulang? Ah, tidak semuanya tidak akan pernah terjadi dan terulang. Semuanya sudah terlambat. 

"Aku jatuh dalam lubang yang ku gali sendiri. Diawal aku hanya ingin menjatuhkan mu...." 

"...... tetapi? Tanpa ku sadari, aku terlalu takut meninggalkan mu didalam lubang itu sendirian. Aku ikut terjun, untuk menemani mu...." 

"Tapi kenyatannya? Aku justru terkubur sendiri. Terkubur didalam kesunyian yang ku putuskan sendiri." Ia tersenyum getir, kembali mencium aroma dari sapu tangan itu. "Aku....aku merindukan mu...sangat merindukan mu." 


******* 

Bocah kecil. Wanita ini memutar kedua bola matanya saat melihat bocak kecil yang menggemaskan itu tengah asyik bermain dan menganggurkan makanannya saat ini. 

Ia baru saja pulang kerja, tetapi pemandangan yang disuguhkan oleh bocahnya itu sungguh keterlaluan. Lihat saja, mainan berserakan dimana-mana. Hampir membuat lautan mainan pada ruang keluarga mewah ini. 

Pelayannya tengah sibuk dan lelah mengejar bocahnya itu yang saat ini berumur 5 tahun. Dia menggemaskan, apalagi wajahnya yang tampan sangat menurun dari Ayahnya. Rambutnya tebal, dengan hidung yang mancung, sayangnya bocahnya itu masih terlalu lucu saat berbicara. Dia tidak bisa menyebut huruf 'R' dan 'L' secara sempurna. 

Wanita itu tersenyum sebelum akhirnya memutuskan untuk menghampiri anaknya. "Hayyy, sayang. Apa yang kau perbuat sehingga membuat rumah ini sungguh berantakan." Wanita itu berjongkok, saat mendapati bocah itu berlari kearahnya dan meninggalkan pelayannnya yang saat itu sedang berusaha memberikan segelas susu untuk diminum oleh bocah itu -Dami-. 

"Ibu Puang (Ibu Pulang)." Wanita itu terkikik geli saat mendengar celetohan lucu bocah tampan itu. "Iya, Ibu pulang. Jadi....mau kah kau meminum segelas susu mu?" Dami menggeleng tegas seraya memainkan alis Ibunya tersebut. 

"Oh ya? Kau tidak mau?" Wanita itu mencoba menggodanya, Dami nampak berpikir lama tapi akhirnya Ia kembali menggeleng. 

"Kau tahu? Jika kau tidak meminum susu mu, kau selamanya tidak akan bisa mengatakan huruf 'R' dan 'L'. Nantinya, kau akan dijuluki teman mu. Dami si Cadel, kau mau seperti itu?" Ibunya kembali menakutinya. Dan biasanya ini senjata ampuh untuk menakuti Dami jika tidak ingin makan atau meminum susunya. 

"Papa beyum(belum) datang, dan Dami tidak akan minum susu itu, jika Papa tidak datang." Dami nampak cemberut dan bersedekap, ya Tuhan. Kenapa tingkah menjadi sama persis seperti dengan Ayahnya. Wanita itu medesah pelan. 

"Dami. Tatap mata ibu sebentar." Wanita itu tersenyum, Dami memperhatikannya. Tapi justru jari kecil Bocah itu memainkan kembali alis Ibunya. Entah kenapa, Ia suka sekali memainkan alis Ibunya itu. "Damiiii..." Ibunya memperingatkan agar bocah itu fokus padanya. 

"Iya, Ibuuuu." Wanita itu menyentil pelan hidung Dami. "Itu hukuman untuk mu, selalu saja membuat Ibu jengkel..." 

"Kau merindukan Papa?" Dami tampak mengangguk, Wanita itu tersenyum. "Gantilah pakaian mu, kita akan kerumah Papa. Ibu juga akan mengganti pakaian." Dami mengkerutkan keningnya. 

"Apakah Papa ada diyumahnya(rumahnya) ?" Wanita itu mengangguk. "Tentu saja, lekaslah." Dami tersenyum mengembang, kemudian berlari lebih dulu dari pelayannya. Anak itu terlalu bersemangat untuk bertemu Papanya. Wanita itu merasakan matanya memanas melihat nasib Dami. "Kau tahu Nak, Papa mu sama saja tidak mengharapkan kehadiran mu disisinya. Ia hanya menemui jika tidak terlalu sibuk." 


******* 

-Dambrio Gluemian- Ia sepertinya begitu sibuk dengan berkas-berkas dimejanya saat ini. Padahal baru saja Ia ingin meminta waktu pada perusahaannya untuk sementara tidak diganggu jika Ia sedang Pulang kerumah. Tapi nyatanya, Ia harus melakoni dan membabat tuntas pekerjaannya walaupun saat ini tengah berada dirumahnya sendiri. 

Rio pekerja keras, dan Ia selalu mendahulukan pekerjaannya apapun itu. Pekerjaan adalah hidupnya. Seperti saat ini, menggeluti berbagai macam berkas yang baru saja diantar oleh pegawai perusahaannya. Karena manager Perusahaannya bilang, semua berkas itu penting. Dan mau tak mau, Rio harus menurutinya. 

Pintu ruangan kerjanya terdengar diketuk. Ia meraih remote Pintu otomatis tersebut, sehingga membuat pintu itu bergeser ke kiri dan sempurna terbuka. "Masuk." Gumamnya dingin, tanpa mengalihkan pandangan dari berkasnya. 

Ia hanya mendengar suara kaki tengah melangkah ke arah mejanya, tapi kemudian berhenti. Rio mengkerutkan keningnya, memasang wajahnya yang masih nampak dingin dan menakutkan, belum juga beralih dari berkasnya. Tapi Ia tahu siapa itu... 

Sekian detik tak ada suara, hingga akhirnya Ia merasa bosan menunggu sosok didepan meja kerjanya ini untuk membuka suara. Ia mendongak, mengalihkan perhatiannya pada sosok didepannya ini. 

Tatapan itu saling berpendar, sosok itu seakan-akan terhanyut melihat mata hijau gelap dari Pria yang tengah duduk pada meja kerjanya. Ia masih terpana, Ya Tuhan.... Jadi seperti ini wujud yang tadi saat diRuangan luas seperti gedung 1 jam yang lalu? Tampan sekali. Sosok yang kini justru terpana akan ketampanan Pria yang tengah duduk menatapnya itu, ternyata Ify yang saat ini telah berubah penampilan. 

Rambutnya dibiarkan tergerai, potongan kemeja press body berwarna biru malam, sehingga memperlihatkan bentuk tubuh mungilnya yang begitu eksotis. Apalagi dipadu dengan rok mini berwarna hitam pekat, namun masih santun dan sopan jika dilihat, Menampakkan bagian kakinya yang jenjang. 

Rio hanya menatap sekilas, sekarang dia menyadari perempuan itu tengah memperhatikannya tanpa berkedip. Ia mendengus, kemudian beranjak membuat Ify yang sejak tadi mengagumi ketampanan wajah Pria didepannya itu, tersadar sempurna. 

'Glek. Ify menelan ludahnya susah. Apa yang akan dilakukan Pria yang membelinya ini? Pria itu semakin mendekat kearah Ify yang tertunduk. 

Pria itu hanya menaikkan satu alisnya, masih memasang wajah datar, misterius dan menakutkan. 

Pikiran buruk Ify kembali bergelayut pada kepala cantiknya. Apakah? Pria ini akan melakukan hal buruk padanya? Pikiran itu terus meracau pada otaknya, terus memberikan penilaian serta elemen negative pada Pria tampan didepannya ini. 

"Bisakah pikiran buruk mu tidak kau tujukan pada ku? Kau pikir aku membeli mu untuk hal-hal tidak penting seperti yang kau pikirkan saat ini." Rio lagi-lagi mendengus menatap sinis perempuan didepannya ini. Kenapa bisa pria ini membaca pikirannya? 

"Listen to me !" Nadanya begitu dingin dan tak terbantahkan, Jari telunjuknya menghela dagu Ify agar menatapnya. Manik mata keduanya. "...jangan pernah berpikir kau kriteria ku, kau sama sekali bukan kriteria ku. Dan jangan pernah membantah apapun yang ku katakan jika kau ingin selamat. Ingat itu! Ikut aku." Tubuh Ify menegang saat mendengar kalimat terakhir itu, tak terasa lengannya ditarik oleh Rio, yang bisa Ia lakukan saat ini hanya bisa pasrah dan mengikuti semua permintaan Pria tampan itu, walaupun Ia sama sekali tak mengetahui nama Pria tersebut. 


*** 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger