Home » » Baby For Alyssa ( Part 13 )

Baby For Alyssa ( Part 13 )


Rio menggas mobilnya dengan tidak sabaran, saat pulang dari kantor beberapa jam lalu kemudian akan pulang kerumah kontrakan Ify, Ia mendapati rumah itu kosong, berulang kali pula Ia mengetuk serta memanggil - manggil nama Ify selama 1 jam lebih namun sang penghuni rumah tak kunjung membukakan pintu. Rio kemudian berpikir bahwa Ify pergi dan tentunya membawa Clara juga, Rio mengumpat kesal saat menyadari Ify tidak mempunyai Ponsel, salah satu alat komunikasi yang sangat penting. 

"Ya Tuhan ! Kemana kau pergi Ify ?." Gumam Rio memijat batang hidungnya lelah, akhirnya Kegusaran Rio mereda saat pelayannya menelpon bahwa Clara dirumahnya. Tanpa ingin membuang waktu Rio segera meninnggalkan rumah Ify dan menuju rumahnya. 

Setelah sampai dirumah megah miliknya, Rio masuk begitu saja tanpa memperdulikan mesin mobilnya yang masih hidup, karena sekarang pikirannya hanya tertuju pada Clara ! dan dimana Ify sekarang ? Kenapa Clara bisa berada dirumahnya saat ini ? Ify kah yang mengantarkan ? Lalu dalam wacana apa Ify mengantar Clara kerumahnya ? 

Setelah melihat pelayannya yang tengah menggendong Clara, Rio lalu menghampiri dalam bentang jarak 1 meter ! 

"Bagaimana bisa Clara berada disini ? Lekas jelaskan pada ku !." Suara lantang Rio begitu saja bersuara tak memperdulikan lagi Clara yang tengah menangis hebat digendongan pelayannya, Matanya melirik kearah Clara saat itu jua lah Rio mengumpat dirinya sendiri. "Ya Tuhan, Clara maafkan Ayah. Ayah tidak memarahi mu sayang, tenanglah. Ayah hanya mengkhawatirkan mu sayang, Tenang ya." Bujuk Rio, berharap Clara mau mengerti namun nihil tangisnya masih hebat seperti tadi, sekhawatir ini kah Rio terhadap Ify ? Rio sebelumnya tidak pernah sekhawatir ini terhadap perempuan lain meskipun itu Agni, Entah kenapa dampak penyebab dari kekhawatiran hebatnya tercipta begitu besar untuk Ify ? Kenapa ?... 

Rio kembali memijit batang hidungnya, lalu berbalik. "Tenangkan Clara dahulu, setelah itu temui aku diruang kerja." Ucap Rio Frustasi lalu hendak melangkah meninggalkan Clara dan pelayan yang menggendongnya. 

"TUAN !." Teriakan dari pelayan mampu membuat Rio bertahan dan berbalik kembali. "Ada apa ?." 

"Nona Clara demam Tuan." Sambung sang pelayang, membuat semua pikiran rumit Rio buyar seketika. "Kalau begitu cepat panggil dokter." Perintah Rio, namun sang pelayan menggeleng cemas. "Tidak tuan, ini bukan demam biasa sebagai pertumbuhan. Saya harap Tuan membawanya ke Rumah sakit sesegera mungkin." Saran pelayannya 

"Lekaslah." Akhirnya 3 pelayan Rio beserta Clara berada dimobil lain, dan Rio sendiri pada mobilnya. Mereka menuju kerumah sakit, karena kondisi Clara yang benar-benar buruk, entah apa yang dialami perempuan kecil itu, yang pasti pikiran Rio yang tertuju pada satu. Semoga Clara baik-baik saja ! 

"Jangan buat Ayah cemas Clara." Gumamnya sambil terus memperhatikan mobil yang berada didepannya, mobil yang berada Clara didalamnya 


************* 

Sivia menggigit bibirnya takut saat mendapati sosok yang kini tengah menahan amarahnya, tangannya terkepal kuat belum lagi rahang tegas sosok itu mengetat hebat disana, walaupun tatapan matanya saat ini tak mengarah pada Sivia yang berpura-pura masih tidur tapi Sivia tahu tatapan lelaki itu benar-benar menyala dan menyerankan. 

Hembusan kasar nafasnya mampu membuat Sivia takut luar biasa. Mata yang sengaja Sivia buka sedikit untuk melihat sosok itu, lalu mengatup sempurna saat melihat sosok itu beranjak dan menatap kearahnya yang masih berpura-pura tidur. 

"Aku tahu kau telah sadar sejak tadi Sivia." Ucapan itu bagaikan sebuah bencana besar, ketakutan Sivia menjadi namun Ia masih tetap mengatup matanya seolah-olah Ia memanglah masih tak sadarkan diri. 

"Dan aku mengetahui kenapa saat ini wajah mu menampakkan memar biru disana, dan kejadian kau tak sadarkan diri kemarin. Kau lupa aku mempunyai elemen lebih dari diri ku ?." Sivia langsung terjaga dan membuka matanya dengan kesal, Ya Tuhan ! Kenapa Ia lupa dengan kekuatan lebih dari Alvin, jika begitu pasti Alvin tahu bahwa luka memar diwajahnya saat ini akibat kekerasan dari kakaknya ? Bagaimana pun Sivia menyembunyikannya, Sivia tahu Alvin lebih dulu mengetahuinya. "Aku akan melaporkan lelaki yang kau panggil dengan kakak itu ke kantor polisi ! Lelaki semacam itu tidak menguntungkan sama sekali ! Lebih tepat menyusahkan !." Gumam Alvin dan kini tak menatap Sivia, dia tahu Sivia saat ini telah membuka matanya dan menatap marah kearahnya karena telah mencaci habis-habisan saudara kandung gadis itu. 

"Aku tidak akan membiarkan mu melaporkan kakak ku ke kantor polisi ! Tidak akan pernah Phalvin Sena." Bentakan Sivia mampu membuat Alvin menoleh ke arahnya, tatapan lelaki itu seperti biasa, selalu membuat Sivia tidak berkutik jika tengah menatapnya, tapi Sivia berusaha sekuat mungkin untuk membantah tatapan itu, berusaha untuk tidak kalah dari tatapan tajam yang dalam oleh Phalvin Sena ! Tidak akan ! 

Alvin tersenyum miring. "Kau tau kakak mu itulah yang membuat kekacauan semua ini ! Dialah yang menyebabkan sahabat mu itu menderita karena perbuatan Gilanya kau tau....," Kalimat Alvin terpotong begitu saja saat Ponsel Alvin berdering, awalnya Ia ingin membiarkan ponsel itu tapi firasatnya mengatakan ada sesuatu hal buruk yang terjadi saat ini. Alvin melangkah keluar dari kamar Sivia, dan bergegas mengangkat telepon ketika melihat nama yang tertera diponselnya. 

Sivia menatap kepergian Alvin seraya bernafas lega, tapi Alvin bilang tadi bahwa kakak Sivialah yang menyebabkan kehancurahan semua ini. Hey ! Kenapa lelaki itu menuduh kakak Sivia lah yang menyebabkan kekacauan ini ? Dari segi mana ? Otaknya terus berputar untuk mencari jawaban, namun nihil ! 

"Apalagi yang sebenarnya ingin Alvin katakan ?." Sivia menatap pada langit-langit kamarnya, mengingat kejadian kemarin yang tiba-tiba saja Ia merasakan kepalanya tak bisa terkendali dan mengatupkan kedua matanya dengan sempurna, disaat itu juga ternyata Alvin yang datang. Sivia masih heran kenapa lelaki itu bisa masuk ?padahal yang Ia tahu, kakaknya pasti mengunci rumah dari luar. Senyum kecil mengembang pada bibir tipisnya, hanya sekian detik senyum itu memudar saat mengingat cacian dari lelaki itu terhadapa kakak kandungnya sendiri. Hati Sivia mencelos, kenapa Alvin begitu membenci kakaknya ? Alvin hanya melihat sisi buruk dari kakaknya saja, Alvin belum mengenal bagaimana terpuruk dan begitu rapuhnya kakak Sivia. Sivia menghapus kasar air mata yang mulai menjuntai pada sudut kedua matanya. 

"Ya Tuhan Sivia ! Kau cengeng sekali. Ayolah Sivia kau kuat, kau bukan Gadis lemah." Sivia menyemangati dirinya sendiri bersamaan itu juga Alvin masuk kembali ke dalam kamarnya dengan wajah panik. 

Sivia yang heran lantas bertanya. "Kenapa wajah mu kelihatan cemas ? Ada apa ?." 

Alvin mendekat, tanpa ingin menjawab pertanyaan dari Sivia, Ia langsung mengangkat Sivia kedalam gendongnya. "Hey. Hey ! Apa yang kau laku----," 

"Alvin lepaskan aku." Sivia meronta-ronta sepanjang Alvin melangkahkan kakinya keluar kamar Sivia, namun Sivia berhenti meronta saat melihat sang kakak tergeletak tak berdaya pada sofa lusuh, Alvin menghentikan langkahnya saat Sivia begitu menatap sedih sang kakak. 

Alvin mendengus kesal. "Tadi malam saat aku ingin berkunjung kerumah mu, aku mendapati kakak mu itu sudah tak sadarkan diri didepan rumah. Tanpa pikir panjang aku mencari kunci rumah ini pada sakunya." 

Sivia menatap Alvin tak percaya. "Dia mabuk ?." 

"Begitulah." Jawab Alvin sekenanya. "Jangan bertanya kemana kita akan pergi sekarang, yang jelas kau harus ikut ini mengenai Ify ! Sahabat mu." Mata sivia mendelik dan mencoba mendesak Alvin untuk meminta penjelasan, namun nihil lelaki itu tetap memfokuskan diri tak ingin membuka suara sedikit pun. 

"Aku cukup marah Sivia, aku cukup marah atas semua yang dilakukan oleh brengsek itu. Aku mengira, dia sudah mati beberapa bulan lalu. Dan aku benar-benar tidak menyangka saat ini, yang berada disamping ku saat ini adalah adik dari lelaki brengsek yang selama ini ingin ku musnahkan, Kucakka Xeya." 

"Seorang Cakka, Ayah dari Clara. Lelaki yang menghamili Agni." Alvin memejamkan matanya dan kembali fokus pada jalan raya, melirik sebentar pada gadis yang kini berada disampingnya. "Aku terlalu membenci lelaki itu Sivia, kakak mu. Dialah akar permasalahan atas penyebab semua kehancuran ini, hubungan persahabatan ku, Rio dan Zariel kakak beradik yang saling bermusuhan, Agni dan Clara, Ify yang belum mengetahui keadaan yang sebenarnya, dan terakhir kau Sivia dia menyakiti mu." Alvin membatin frustasi. 

Ahh ! Semua terlalu rumit ! Terlalu rumit untuk ku pecahkan sendiri... 


********** 

Ify membuka pelan kedua bola matanya, samar-samar Ia melihat sekeliling ruangan serba putih, Ia merasa perutnya begitu mual dan kepalanya sangat pusing. Ify mengkerutkan dahinya lantas menoleh kesamping kanannya. "Za...Zariel ?." Gumam Ify, namun mampu tercipta anggukan kecil dan senyum manis pada sosok yang kini tengah memperhatikannya. 

"Kau sudah sadar ? Kau merasa pusing ?." Dengan takut Ify mengangguk saja. 

"Kau tidak perlu takut, aku sudah berjanji bukan ? Tidak akan melakukan hal yang menyakiti mu seperti waktu lalu." Iyel menenangkan Ify agar gadis itu tak lagi takut padanya. "Kau tiba-tiba saja pingsan saat memasuki Pintu Rumah Sakit, dan bertepatan aku memang berada disitu. Kau hanya kurang istirahat." jelas Iyel seraya tersenyum, Ify mengingat kembali kejadian yang menimpanya. Yah ! Ia ingat saat memasuki rumah sakit dan tujuannya Ia ingin memeriksakan diri takut-takut mengalami penyakit mematikan yang tidak Ia ketahui saat ini, tak ingin mengambil resiko biarlah uang tabungannya Ia pergunakan untuk memeriksakan diri dan menebus obat jika itu perlu. Tapi saat mendengar penjelasan dari Iyel, Ify yakin dia tidak mempunyai penyakit mematikan yang Ia kira, Untunglah hanya masuk angin biasa. 

"Aku boleh pulang sekarang ?." Iyel menggeleng tegas. 

"Belum Ify, walaupun hanya masuk angin biasa. Dokter memberi saran agar kau istirahat yang banyak sampai besok, kondisi mu terlalu lemah jika ingin pulang sekarang." Ify kembali mengkerutkan dahinya, "Aku lebih nyaman jika istirahat dirumah saja Yel, Aku ingin pulang." Ify mulai bangun ternyata benar kepalanya begitu berat untuk sekedar dikendalikan sejenak, Iyel langsung menjaga. 

"Sudah ku bilang bukan ? Kondisi mu terlalu lemah, percayalah aku tidak akan menyakiti mu atau memanipulasi keadaan. Aku mengkhawatirkan mu Fy." Zariel menghembuskan nafasnya kasar lalu beranjak. 

"Aku akan menjaga mu diluar, istirahatlah. Jika membutuhkan ku, gunakan ponsel itu ya." Ucap Zariel seraya menunjuk sebuah ponsel yang tergeletak pada meja disamping Bed Ify, kemudian Iyel pun melangkah keluar ruangan. 

Setelah keluar dari kamar, Iyel mengetatkan rahangnya menahan emosi sejak tadi. Nafasnya memburu tak beratur, tatapannya sangat mengisyaratkan kemarahan yang begitu meluap disana. "Belum puas kau menghancurkan ku ? Dan sekarang kau menimpanya pada Ify ? Jangan pernah berharap kau ingin kehidupan mu terus berjalan, Argario." 


--------- 

Akhirnya Ify sampai di Rumah Sakit, baru akan melangkah menuju dikursi tunggu. Pusingnya bertambah parah, belum lagi perutnya seketika mual kembali. Tenaga Ify mulai melemah dan berkurang, sebuah tangan kokoh membuat tubuh mungilnya terjaga. Sempat Ify mencoba membuka matanya. 

"IFYYYYY !." 

"Zariel....," Secepat mungkin Iyel menghampiri Ify yang kini telah tergeletak diambang pintu masuk Rumah Sakit, suster dan penjaga Rumah sakit membantu mengangkat Ify keruang pemeriksaan. Iyel menunggu dengan cemas didepan ruangan Ify yang kini tengah diperiksa oleh dokter, tak berapa lama dokter keluar lalu menyarankan Iyel untuk mengikuti keruang kerja sang dokter tersebut. 

"Silahkan duduk Tuan." Ucap Dokter, Wajah Iyel begitu pucat pasi dan sangat cemas atas keadaan Ify. 

"Jadi bagaimana keadaan Ify dok ?." Dokter mengulurkan tangannya, membuat Iyel bertambah bingung dengan apa yang dilakukan oleh dokter, tapi Iamenyambut uluran tangan itu. Dilihatnya sang dokter tersenyum. 

"Selamat Tuan, Istri anda tengah hamil muda." Ucap dokter memberi selamat 

"Apa dok? Ha..hamil ? Ify Hamil ? Ba..bagai..bagaimana bisa ?." Iyel melepaskan jabatan tangan tersebut, otaknya seketika tak bisa terkontrol dan dikendalikan lagi olehnya, begitu sibuk berpikir dan syok atas pernyataan dari dokter. 


"Tentu saja bisa terjadi pada pasangan Suami-Istri, Usia kandungannya menginjak hampir satu bulan, biasanya Ibu hamil lainnya mengalami tanda-tanda kehamilan sejak usia kandungan menjalani 2 minggu, tapi itu bukanlah hal yang untuk ditakuti, janinnya tumbuh dengan baik, jadi anda tidak perlu khawatir." Setelah mendengar penjelasan kedua dari dokter barulah Iyel menyadari, ini bukanlah kebohongan atau lelucon, ini kenyataan tidak mungkin dokter salah memeriksa, jelas-jelas hanya Ify yang Dokter periksa tadi. 

Iyel keluar dari ruangan dokter, mengacak rambutnya frustasi. Menyalurkan kemarahannya pada tembok, dan beberapa kali pukulan Ia tampakkan membuat buku-buku jarinya memar biru. "Brengsek ! Katakan ! Katakan ini hanya lelucon murahan ! Katakan ini hanya lelucon." 


-------- 

Iyel menatap buku jarinya yang masih membiru, manatapnya dengan tatapan luka dan rapuh. Kenapa jalan cintanya begitu rumit ? Kenapa Tuhan memberikannya sebuah perjalanan yang sulit mengenai cinta ? Terjebak dan kini tersandung membuatnya sulit untuk sekedar berdiri, Ia tak mampu benar-benar tak mampu. 

"Dosa besar apa yang sebenarnya tengah ku lakukan ? Kenapa masalah ini begitu kacau untuk sekedar ku selesaikan dengan pelan." Iyel bersandar pada kursi tunggu didepan ruangan Ify, lalu mendongakkan wajahnya keatas, sekedar menenangkan pikirannya sejenak, namun nihil ! Pikirannya tetap saja terus memikirkan hal yang sama sekali tidak Ia duga. 

"Zariel...," panggil seseorang, Iyel lalu beranjak dan berdiri tepat berhadapan dengan sosok yang tadi memanggilnya, emosi Iyel kembali naik dan melayang satu pukulan tepat mengenai pipi kanan sosok itu, "ALVIN ! IYEL HENTIKAN !" Teriak Sivia yang ternyata datang adalah Alvin dan Sivia 

Iyel membabi buta dan tidak mendengar lagi teriakan demi teriakan dari Sivia yang terus menjerit, Iyel kembali melayangkan kembali pada pipi kiri hingga Alvin tersungkur dilantai, mengalirlah darah pada bibirnya serta dihidung mancung Alvin. 

"IYEL HENTIKAN !." Sivia terus berteriak kemudian menahan Iyel yang tengah memaksa Alvin untuk berdiri dengan menarik kerah bajunya. 

"Minggir Sivia." Perintah Iyel tajam, namun Sivia masih kekeuh untuk menahan Iyel agar tidak melukai Alvin lagi, Sivia bertambah kesal kenapa Alvin diam saja diperlakukan seperti ini oleh Iyel ? Kenapa Ia tak membalas sedikit pun ?. 

Wajah Alvin benar-benar penuh dengan memar dan luka, "Ku mohon lepaskan Yel." Mohon Sivia, Iyel lantas mendorong Sivia hingga tersungkur dilantai. "Kau juga mengetahui semua ini kan Sivia ? Kau mengetahui bukan kalau Ify sebenarnya telah Hamil ? Kau mengetahui itu bukan ? Sahabat semacam apa kau , Hah ?." Emosi Iyel benar-benar tak terkontrol, Sivia menelan ludahnya susah payah dan hanya tertunduk, Ia tahu Ia salah tapi ini murni untuk tidak mengikut campuri masalah sahabatnya, Ia tahu ini semua bodoh, tapi hanya itu yang bisa Ia lakukan walaupun berujung pada kesalah pahaman seperti ini. 

Iyel kembali menatap kearah Alvin. "Kenapa kau menyembunyikan masalah ini pada ku ? Kenapa kau tidak memberitahu ku Alvin ! Kalian berdua brengsek !" Iyel mengguncang tubuh Alvin begitu kasar sampai akhirnya Alvin pun bersuara. 

"Ini demi kebaikan kalian, aku ingin kalian mengetahui dengan sendiri, aku dan Sivia tidak ingin melibatkan diri dalam masalah pribadi kalian. Kami tidak berhak," Cengkraman Iyel pada kerah baju Alvin mengendur, Iyel tertunduk. 

"Dan satu hal lagi yang harus kau tahu, Clara ? Clara bukanlah anak mu Zariel, Clara bukanlah darah daging mu, Agni memanipulasi semuanya, sebenarnya dia tidak ingin menimpakan pertanggung jawaban itu pada mu, tapi karena kau lah lelaki yang dicintainya maka Ia menimpakan semuanya pada mu. Rio memang berperan membantu Agni dengan cara memberikan teh penidur itu untuk mu, sehingga rencananya untuk menyatukan kalian berhasil. Tapi murni ! Rio sama sekali tidak mengetahui bahwa Agni telah hamil lebih dulu dan bukan anak mu, melainkan----." 

"Kucakka Xeya, Kakak laki-laki ku Zariel." Kini berganti Sivia yang menjawab, Saat dimobil menuju kota tepatnya rumah sakit ini, Alvin benar-benar tidak sanggup menyimpannya sendiri, Ia pun memutuskan untuk menceritakan lagi rahasia yang sembunyikan kepada Sivia. Sivia sempat syok dan menangis hebat dimobil, tidak menyangka bahwa kakak laki-lakinya yang begitu ia sayangi itu melakukan hal sekeji itu. 

Iyel memejamkan matanya, tidak menyangka kembali akan rahasia lama kini terkuak disaat Ia tertimpa masalah besar mengenai hati, kenapa semuanya terjadi secara beruntun ? Kenapa semua terkuak disaat yang tak tepat ? Iyel terduduk dilantai, berteriak seperti orang kesetanan. 

Lelah ! Hatinya begitu lelah ! Perasaannya begitu sakit ! Pikirannya kacau ! Semua membuatnya lelah semuanya... 


******* 

Rio menatap layar ponselnya yang menunjukkan nomor yang tidak dikenal, Awalnya Ia membiarkan saja ponselnya berdering namunkarena kesal Ia pun mengangkatnya untuk mencaci maki siapa yang menelponnya disaat Ia tengah khawatir dengan Keadaan Clara yang masih diperiksa oleh dokter. Setelah mendengar suara diseberang sana yang menelponnya, Rio mengkerutkan dahinya. 

"Wa'alaikumsalam. Ify? Kau kah itu?." 

"Ya. Rio Ini aku," 

"Kau menggunakan Ponsel siapa ? Dan kau berada dimana sekarang ? Ify kau baik-baik saja bukan ?." 

"Aku meminjam ponsel orang sebentar untuk mengabari mu, maaf membuat mu khawatir dan tidak berpamitan pada mu, juga mengantarkan Clara kerumah mu. Aku pulang sebentar ke Desa ku untuk berziarah ke makam orang tua ku, besok aku akan kembali. Bagaiaman dengan Clara ? Apakah dia baik-baik saja ? Apakah dia rewel dan membuat palayan juga kau lelah ?." 


Rio tersenyum lega, karena Ify ternyata berada di desanya hanya sebentar. Dan senyumnya melebar saat Ify mengkhawatirkan Clara. 


"Clara baik-baik saja, walaupun sedikit rewel mungkin karena kau tinggal sebentar." Bohong Rio, Iatak ingin membuat Ify khawatir dan menceritakan hal yang sebenarnya. 


"Maafkan aku Rio, aku janji besok akan pulang dan menemui Clara dirumah mu." 


"Seharusnya kau memberitahu ku Ify jika ingin ke Desa mu, aku bisa mengantarkan mu kesana. Sudahlah, tidak apa-apa Clara baik-baik saja." 


"Aku tidak suka merepotkan orang Rio, Ya sudah kalau begitu, aku takut menghabiskan saldo ponsel ini. Aku tutup teleponnya. Assalammu'alaikum," 


"Baiklah Ify, Wa'alaikumsalam." 


Akhirnya telepon itu ditutup, rasa lega menjalar pada diri Rio. Senyumnya mengembang seakan lupa akan Clara. 

"Terima kasih Tuhan, kau menjaganya." Syukur Rio, bertepatan dengan itu Dokter pun keluar. Rio bergegas menghampiri dokter, "Bagaimana keadaan anak saya dok ?." 

Wajah dokter terlihat gusar. "Kami belum mengetahui pasti penyakit anak Anda Tuan, yang bisa kami katakan adalah 1 bulan sekali melakukan pencucian darah terhadap anak anda, dengan golongan darah B. Jika Tuan bergolongan darah B segera mungkin untuk pendonoran darah karena stok darah bergolongan B dirumah sakit kami telah lama tidak terstor." Jelas sang Dokter dan mampu membuat Rio membeku, Golongan darah Rio dan Zariel sama yaitu A, dan tidak mungkin Rio ataupun Zariel mendonorkan darahnya, ternyata Clara tidak mengikuti darah Ayahnya ? Sepengetahuan Rio, kebanyakan anak itu akan menuruni golongan darah ayahnya bukan ? Lalu Clara ? Tetapi Dokter bilang, tidak semua anak harus mengikuti darah Ayahnya, karena semua itu tergantung dari Dominan golongan darah Orang Tuanya. 

Kembali Rio tersentak, Rio ingat betul, Agni tidak memiliki golongan darah seperti Clara. Nafas Rio memburu dan sesak, jika Zariel maupun Agni sama sekali tidak memiliki golongan darah seperti Clara ? Lalu Clara ? Jika mengenai Agni, Rio tahu betul dan sangat yakin Clara memang anak dari Agni, dari rahim agni sendiri karena Riolah yang menemani Agni saat melahirkan sebelum Ia koma selama umur pertumbuhan Clara sekarang, jadi Rio meyakini bahwa Clara memang anak dari Agni. Lantas Zariel ? Benarkah Zariel bukan ayah dari Clara ? Atau bahkan sebenarnya Agni hamil lebih dulu sebelum Ia mereka merencanakan penjebakan terhadap Zariel waktu lalu ? 

Rio merasakan kepalanya ingin pecah saat itu juga, terlinta dibenaknya nama Alvin ! Lelaki itu, lelaki itu hampir mengatakan sesuatu, sesuatu yang mungkin selama ini tidak Rio maupun Zariel ketahui. Alvin mengetahui sesuatu tentang ini, dia harus mencari Alvin dan meminta penjelasan secepatnya, sebelum kemarahannya Ia limpahkan seluruhnya pada Agni !Perempuan yang kini telah Ia cap sebagai Pembohong besar ! Rio tidak lagi memperdulikan Agni, karena baginya sudah cukup semua kebohongan yangterus berlanjut dari gadis itu, sudah cukup bagi Rio. Tapi Ia bukanlah lelaki yang menghilangkan tanggung jawabnya, diakan merawat Clara semampunya walaupun saat ini kasus yang dijalani begitu rumit dan susah. 

"Aku merasa haus akan semua jawaban ini ! Jika terbukti kau berbohong Agni ? Aku akan mempertahankan Clara untuk ku." 

"Arrgghhhh. Lelucon !." 


******** 

Ify meletakkan ponsel yang tadi Ia gunakan untuk mengabari Rio bahwa Ia baik-baik saja dan berada di Desa, tak ada niatnya untuk berbohong, disisi lain Ia juga tak ingin Rio cemas. Ify bernafas lega saat mengetahui keadaan Clara tidak begitu rewel Ia tinggal. 

Bagaimana pun caranya, besok Ia sudah harus keluar dari Rumah sakit ini. Ify menatap bawah lengan kanannya, lantas tersenyum simpul. Lukisan dari Henna yang Rio buat pada lengan bawahnya begitu mencolok, Ify meraba lukisan itu, lukisan yang sampai saat ini belum Ia ketahui maknanya. 

Semakin diperhatikan, Ify semakin penasaran dengan makna lukisan dilengannya saat ini. Sederhana memang, tapi Rio bilang jika Ify telah mengetahui apa lukisan Itu. Ify pasti akan membenci Rio, Hey ! Membenci ? Ify tidak akan pernah membenci Rio, lelaki yang saat ini mampu membuatnya disanjung dan dihargai. Walaupun awalnya Ify memang tidak menyukai Rio yang mencacinya tapi ternyata itu karena Ia cemburu dengan Zariel ? Ck. Ify masih belum yakin dengan ucapan Rio itu, tapi yang pasti Ify nyaman bersama Rio, selalu membuat hatinya menghangat. 

"Apapun lukisan ini, tapi sepertinya ini sebuah kalimat yang kau dominasi dengan tulisan yunani, kemudian kau campur beberapa pahatan agar tidak terbaca sepenuhnya." Gumam Ify masih dengan senyum simpul. 

"...yang bisa terbaca oleh ku, hanya 2 kata S-A di akhir tulisan ini. Kau benar-benar penuh teka-teki Rio." Senyum Ify mengembang sempurna, Ia yakin yang Ia baca itu benar. Jika nanti Ify menyerah barulah Ia akan meminta penjelasan dari Rio. 


********* 

Sivia menggenggam jemari kekar Alvin yang baru saja ingin menggunakan belt, Alvin mengernyit heran lantas menghentikan kegiatannya. Sivia menatapnya dengan wajah yang bingung dan frustasi tidak tahu harus berbuat apa. Jemari mungil tangan kiri Sivia bergerak lembut meraba sudut bibir Alvin yang terdapat darah mulai membeku, Alvin menahan jemari Sivia untuk tidak mengapus darah itu. 

"Kenapa ?biarkan aku membersihkannya." Tanya Sivia lembut, Alvin tersenyum lantas menggeleng. 

"Aku tidak ingin tangan mungil lembut mu itu kotor hanya karena darah ku. Aku baik-baik saja Sivia, kau tidak perlu cemas." Sivia menatap Alvin dalam lalu mengangguk. 

"Maafkan aku, tidak berhasil membujuk Zariel untuk mempertemukan mu dengan Ify." Sivia tersenyum kecil lalu menatap lurus ke depan. 

"Aku mengerti perasaan Iyel, begitu banyak kebohongan dan ketidak tahuannya akan semua ini. Aku tidak apa-apa, aku hanya mengkhawatirkan kondisi Ify yang kini kehamilannya semakin hari semakin bertumbuh. Sampai saat ini pun Ia belum mengetahui kehamilannya." Jelas Sivia, Alvin menggenggam lembut jemari Sivia yang tadi menggenggam jemarinya. 

"Jika aku mengatakan ini, ku harap kau jangan terkejut Sivia, Zariel--------," 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger