Home » » Baby For Alyssa ( Part 11 )

Baby For Alyssa ( Part 11 )


Ify berulang kali mengganti kompresan pada sosok lelaki yang tengah pingsan pada kasurnya saat ini, wajahnya masih begitu pucat dan tak sadarkan diri sejak Ify membukakan pintu. Bagaimana bisa lelaki ini terserang demam ? Padahal tadi pagi Ia begitu sehat dan tengah bercanda dengannya. Dengan lembut, Ify mengusap puncak kepala lelaki itu dengan hati-hati. Panasnya tak kunjung mereda, apa yang harus Iakukan saat ini ? Punya uang untuk membeli obat saja tidak, Ify terus berpikir keras bagaimana caranya Ia bisa mendapatkan uang. 

Ify sudah lelah untuk berpikir, apalagi saat lelaki itu pingsan didepan pintu, Ia berusaha sekuat tenaga untuk membopong tubuh kokoh yang lebih besar dari tubuh mungilnya itu. Ify melirik kearah Clara yang tertidur dilantai, namun telah Ify alasi dengan 3 selimut sekaligus agar tulang si mungil itu tidak sakit. Ify menghela nafasnya, kenapa Ia harus mau serepot ini ? Mungkin Clara alasannya mengingat si mungil yang lucu itu selalu menghipnotisnya, Ify sengaja meletakkan Clara tidur dilantai takut-takut saat sosok yang masih pingsan dikasurnya itu bangun lalu mendorong Clara begitu saja. Hah ! Ify tidak bisa memikirkan jika itu terjadi.... 

Ify turun kelantai tepat dimana 3 selimut sekaligus tengah dihamparnya pada lantai, Ify menidurkan tubuhnya tepat disamping Clara, terus memperhatikan wajah polos yang tengah tertidur itu. Lagi-lagi bayangan Zariel yang muncul saat melihat wajah Clara sedekat ini, begitu tenang. Clara menggeliat lucu membuat Ify tersenyum ringan kemudian mengusap lembut punggung sikecil itu dengan sayang, posisi Clara yang tepat menghadap kearahnya memudahkan Ify untuk menengkan Clara dari menggeliat gelisahnya. 

"Tenang Clara, bubu disamping mu." Ify berbisik tepat pada telinga Clara lalu jari telunjuknya Ia letakkan dalam genggaman jari Clara memberi ketenangan pada si kecil itu. Dan akhirnya Clara tidak lagi gelisah kembali tertidur pulas. 

Ify mendengar erangan, dari atas kasur. Perlahan Ia melepaskan genggaman tangan Clara pada jari telunjuknya dan menatap sosok yang berada diatas kasur -Argario Tersaa- yang tengah merintih kesakitan, Ify memeriksa keningnya kembali. Ya Tuhan ! Kenapa panasnya melebihi suhu tadi, jika Ify mempunyai alat pengukur suhu tubuh sudah Ify lakukan sejak tadi. Tapi Ia tidak mempunyai alat seperti itu, Ify berdecak kesal. 

"Rio, bicaralah. Apa yang kau mau ?." Tanya Ify pelan, Rio terus menggigil dan sesekali mengerang kesakitan. Kecemasan langsung menyebar bagai virus pada Ify, Apa yang harus Ia lakukan ? 

"Ag...Agni..Agni... Sa..kit.." Ify mengernyitkan keningnya saat mendengar ucapan Rio. Agni ? Siapa itu ? Apakah pacar Rio ? Jika benar, pantas saja Rio tidak mengungkit lagi tentang pernikahan. Hey ! Apa yang Ify pikirkan ? Kenapa justru memikirkan pernikahan itu ? Jelas-jelas Ia menolaknya bukan ? Lalu, kenapa Sekarang ada rasa aneh saat mendengar ucapan Rio tadi ? Agni ? Agni ? Agni ? Siapakah itu ?.... 

Pikiran Ify buyar, saat tubuhnya ditarik dan terbaring tepat pada Dada bidang lelaki itu benar-benar panas, Ify meneguk ludahnya. Berdiam dalam posisi seperti ini membuat Ify salah tingkah, ini tidak boleh. Pelan-pelan Ify mencoba bangun, namun nihil punggung mungilnya begitu erat dipeluk Rio. Ia kembali mengatur nafasnya yang sedikit memburu akibat letupan-letupan aneh menyerangnya dan entah apa itu. "Tidurlah." Gumaman itu mampu membuat Ify tersentak, tidak ada lagi suara erangan dari Rio karena sakitnya. Suaranya kembali normal walaupun sedikit serak, sepertinya Rio tipe lelaki yang tidak mudah terserang penyakit, tapi jika sudah penyakit menyerangnya seperti ini ? Akan begitu menyiksa dirinya, Ify berpikiran untuk menanyakannya jika Rio sudah lebih baik nanti. Pikirannya kembali pada perempuan yang Rio sebut, Agni ? Siapa sebenarnya perempuan itu ? Apakah Rio merindukan perempuan bernama Agni itu ? Atau mungkin Agnilah Istri Rio yang meninggal itu ? 

Kenapa pikirannya tidak berhenti memikirkan hal yang tidak penting seperti ini ? Perlahan matanya sembari mengatup, kantuknya benar-benar menghipnotis, akhirnya Ify pun tertidur dengan bantalan Dada bidang Rio dan berselimutkan rengkuhan kokohnya. 


********** 

Sudah 2 hari ini Alvin menyibukkan diri dengan pekerjaannya, berusaha untuk tidak mengingat gadis polos yang beberapa hari lalu selalu membuatnya kehilangan kontrol. Seperti saat ini, walaupun sudah menyibukkan diri tetap saja pikirannya melayang dan terus memaksa untuk memikirkan Gadis itu, Alvin menggelengkan kepalanya pelan lalu tersenyum simpul. "Kau membuat ku Gila Sivia." Gumamnya geli 

"Mungkin aku harus menemui mu, kau sepertinya memiliki kemampuan hipnotis terpendam, sampai-sampai aku harus memikirkan mu terus-menerus." Lagi-lagi Alvin bergumam, senyumnya benar-benar mengisyaratkan geli apalagi saat Ia mengingat Sivia tengah cemberut dan disaat Alvin mengecup pucuk hidungnya. 

"Argghh, Aku bisa Gila jika seperti ini." Akhirnya Alvin memutuskan untuk pergi dari apartemennya namun baru akan melangkah menuju pintu dan merogoh KeyCard apartemennya Ia terkejut saat melihat Zariel seperti mayat hidup. 

"Yel, kau kenapa ?." Tanya Alvin bingung, Iyel masuk begitu saja ke dalam apartemen Alvin lalu menjatuhkan diri disofa. "Apa aku jahat Alvin ?." Alvin mematung didepan pintu lalu berbalik menghadap sahabatnya yang begitu kacau. 

"Apa aku jahat jika merebut Anak ku sendiri dari Ibunya ? Mencoba memisahkan mereka ?." Iyel terus berkata, Alvin memilih diam untuk tidak berkomentar dulu saat ini, tapi Alvin mengerti alur topik ini menjurus kemana. Agni dan Clara !! 

"Apakah aku bisa memenangkan Anak ku dimeja hijau nanti ?." Alvin melangkah mendekat lalu duduk disamping Iyel. "Kau tidak bisa memenangkannya karena umur Clara yang masih membutuhkan seorang Ibu. Minimal kau bisa mengambil Clara diumur 18 tahun keatas itu pun jika Agni tidak bersikeukeh lagi untuk mempertahankannya. Bisa-bisa kau hanya boleh menjenguknya saja dengan batas waktu yang ditetapkan Agni nanti." Sudah Iyel duga, bahwa masalahnya akan serumit ini, Ia tahu Ia tidak akan menang apalagi jika Agni melaporkan Iyel, bahwa lelaki itu tidak memperlakukan Agni sebagaimana istri pada umumnya. Ia mendesah pelan lalu menoleh kearah Alvin yang begitu rapi. 

"Kau ingin pergi bekerja ?." Alvin menggelengkan kepalanya. "Lalu ?." Lanjut Iyel 

"Aku ingin menemui Sivia." Jawab Alvin singkat namun mampu membuat Iyel terkekeh geli. "Kau menyukai Sahabat dari Gadis yang ku cintai itu Alvin ? Bagaimana dengan masa lalu mu ?." 

Kini giliran Alvin yang mendesah. "Kau pikir masa lalu ku hanya seperti kertas tak berguna lalu ku buang begitu saja ? Dia tetap ada dihati ku." Alvin tersenyum kecut. "Walaupun aku mencoba melupakannya dengan melampiaskan seluruh kasih sayang ku pada perempuan-perempuan cantik tetap saja percuma, aku menjalani hubungan itu karena untuk mengingat Istri ku itu Yel." Raut wajah Alvin tidak tergambarkan, Iyel menepuk punggung bahu sahabatnya itu memberi semangat. 

"Kau lebih beruntung daripada aku, bisa menikah dengan wanita yang memang kau cintai dan dia juga mencintai mu bahkan sangat mencintai mu, walaupun diakhir cerita kalian harus berakhir seperti ini." Iyel menatap Alvin yang tengah mengangguk pelan. "Aku sangat terlambat menyadarinya, jika ku tahu aku tidak akan pernah menyia-nyiakan waktu." Balas Alvin, Iyel melirik cincin yang tengah terpasang pada jari manis kiri Alvin. 

Iyel berdehem lalu beranjak. "Sepertinya akan ada yang menyiapkan pernikahan secepatnya tahun ini, ku rasa aku harus meninggalkan seorang Phalvin Sena yang tengah dimabuk cinta karena Gadis polos bernama Casivia Zizari." Alvin tersentak dan ikut berdiri. 

"Bisakah kata-kata mu tidak semakna itu." Balas Alvin sengit, Iyel terkekeh geli. "Bagaimana jika Casivia tahu, kalau seorang Alvin itu sebenarnya.......," Iyel menggantungkan kalimatnya lalu melangkah menuju pintu. 

"Seorang DUDA." Bertepatan dengan kalimat terakhir dari Iyel, lelaki itupun lenyap dibalik pintu. Alvin menggerutu kesal, sialan ! Sialan sekali Zariel, Alvin terus merutuki sahabatnya itu, inilah Alvin yang sebenarnya selalu terbuka pada Iyel dan tidak pernah menyembunyikan apapun pada sahabatnya. Alvin belum bisa memastikan bahwa Ia menyukai gadis itu, yang pasti Ia selalu gelisah jika tak melihatnya saat ini. 

"Ahhh, apa aku memang segila ini ?." Tanya Alvin pada dirinya sendiri sembari mengacak frustasi rambutnya. Ini Sungguh Gila ! 


********** 


Agni tengah duduk dikursi roda dengan bantuan suster, Ia meyakinkan suster tersebut supaya tidak membantunya mendorong kursi roda itu. Karena dia ingin melatih tangannya untuk banyak bergerak, mengingat tangannya sering kaku jika tidak digerakkan. Agni menyusuri koridor Rumah Sakit dengan Kursi roda namun Ia terhenti pada ruangan khusus, Khusus Bayi ! 

Ia terus memperhatikan bayi-bayi dibalik kaca transparan ruangan itu, beragam kelakuan yang tampak pada alat penglihatannya. Sesekali Agni tersenyum simpul saat melihat beberapa bayi yang tengah menangis, Deg! Clara ? Agni memejamkan matanya, tangannya menempel lembut pada kaca. Hatinya mencelos saat mengingat Clara, Apa yang dilakukan Clara jika tengah menangis seperti itu ? Apakah dia lapar ? Apakah dia menginginkan kehangatan dari ibunya ? 

"Clara...," Agni terisak mengingat pertengkaran hebatnya, pertengkaran untuk pertama kali Ia memberontak pada Suaminya sendiri Zariel. Berbagai ketakutan mencambuknya tanpa ampun, kekhawatiran dan kecemasan seolah-olah terus menghantui hati dan jiwanya. Bagaimana jika Zariel akan mengambil Clara nanti ? Tidak ! Clara tidak akan pernah jatuh ke tangan Ayahnya, tidak akan. 

Agni bersumpah, bagaimana pun nanti hasil akhir dari hak asuh Clara dialah yang harus memenangkannya. Tapi walaupun begitu, Agni tetap memberikan waktu untuk Zariel bertemu dengan anaknya nanti. Zariel tetaplah Ayah Clara, Ayah sahnya, dan tidak mungkin Agni menghalangi semua itu. 

Tapi jika Iyel tetap ingin memenangkan Clara, itu tidak akan pernah terjadi. Sudah cukup sampai saat ini dia belum melihat bagaimana wajah lucu anak perempuannya itu, Apakah mirip wajahnya atau ayahnya ? Namun, seperti yang Rio bilang saat Agni masih berpura-pura tidak sadar, Clara lebih mirip Zariel namun sifatnya yang nakal mirip Ibunya. 

Agni tersenyum, "Tunggu Mama Clara, tunggu Mama." 

Mengingat tentang Rio ? Dimana lelaki itu ? Kenapa beberapa hari ini tidak menjenguknya ?. Bukan maksud hati Agni kecewa karena Rio tidak datang menjenguknya, tapi aneh saja Rio yang rutin kesini tiba-tiba tak menampak batang hidungnya. Agni berpikir kalau lelaki itu sangat begitu sibuk dengan pekerjaannya, Tak apalah yang terpenting lelaki itu harus bisa melupakan perasaannya kepada Agni, karena Agni yang akan membantunya untuk sadar. 


********** 


Rio membuka matanya perlahan, Ia mengernyit saat mendapati benda asing yang tengah berada didahinya. Ia lantas menaril benda asing itu, "Sebuah kompresan ?." Gumam Rio, Ia baru ingat saat pulang kantor. Sebenarnya Ia telah mulai pusing saat pergi ke kantor namun Ia coba untuk masuk saja mengingat ada pertemuan penting dengan salah satu Clientnya dari Eropa, menyangkut penambahan cabang disana. Dan ternyata selesai pertemuan itu Ia merasa pusingnya makin bertambah saja, Ia berniat untuk pulang tapi masih ada satu 2 pertemuan lagi memang tidak sepenting pertemuan pertama namun pihak bersangkutan menginginkan Rio sendiri yang hadir tanpa perwakilan. Sebagai pemimpin yang selalu mejaga Profesional agar menjadi teladan bagi pegawainya Rio menyetujui walaupun Ia telah merasa tubuhnya ingin rubuh saat itu juga. 

Akhirnya semua pertemuan selesai, namun Ia kembali terkurung dalam kemacetan. Perutnya yang melilit dan kepalanya terus berdenyut-denyut hebat membuat Rio sedikit lagi kehilangan konsentrasi. Entah kenapa Rio tahu Ify sedang menunggunya dirumah dan telah menyiapkan makanan untuknya, saat Ia sampai dirumah. Langsung saja Ia membebankan tubuhnya pada Ify lalu semuanya pun gelap. 

Rio mencoba duduk, dia merasa badannya lebih baik dari kemarin walaupun kepalanya masih tersisa pusing sedikit. Ia melirik dibawah lantai, Clara tertidur disana beralaskan 3 selimut. Ia mengedarkan pandangannya pada kamar ini, ternyata Ify menidurkan dirinya dikasur, justru Ify dan Clara yang tidur dibawah. "Terima kasih Ify." Gumam Rio pelan, Ia pun beranjak saat mendapati aroma masakan yang begitu menggoda perutnya. Ia terus berjalan menuju dapur, matanya menangkap Ify yang tengah mencicipi masakannya lantas Rio tersenyum. 

Rio menyenderkan tubuhnya pada tembok, matanya terus tertuju pada satu objek yang sampai saat ini belum menyadari keberadaannya. Ya Tuhan ! Kenapa Ia tidak ada sedikit pun rasa bersalah terhadap perempuan itu ? Kenapa semua yang Ia Iakukan di malam kekejaman pada rumahnya saat itu memang dia inginkan sejak dulu ? Pelampiasan kah ? Jika itu pelampiasan, saat ini Ia telah menyesali semuanya. Tapi sekarang ? Secuil rasa bersalah tak ada sedikit pun, Ia bahkan menginginkan jika terjadi apa-apa terhadap Ify. Entahlah, yang Rio tahu dia menyukai jalan ini, dan entah apa itu alasannya. Yang pasti dia menyukainya. 

"Rio.. Kau telah sadar ?." Rio tersentak kaget, lalu berpura-pura biasa-biasa saja melemparkan begitu saja senyumnya. "Iya, aku sadar. Dan sepertinya badan lebih baik sekarang, Maaf Ify pasti kau repot sekali tadi malam. Begitulah aku jika sakit, sama halnya seperti anak kecil." Rio tertawa pelan, Ify membalasnya dengan senyuman. Gadis itu mendekati Rio lalu menjinjit agar bisa menyentuh kening Rio, Rio geli melihat tingkah Ify yang menjinjit untuk mencapai keningnya. 

Rio menarik pinggang Ify lalu mengangkatnya, Ify yang terkejut berusaha berontak, tubuh mereka benar-benar menempel satu sama lain. "Rio ! Lepaskan !." Ujar Ify berusaha melepaskan diri, wajahnya seketika bersemu merah karena malu. 

Rio tersenyum menatap wajah Ify yang saat ini begitu dekat dengannya. "Bukankah kau ingin mencapai kening ku ? Ini aku membantu mu." Wajah Ify benar-benar memerah seperti halnya kepiting rebus. "Dan ini ucapan terima kasih ku, karena kau telah merawat ku tadi malem, aku tahu pasti tidur mu terganggu oleh ku." Dengan cepat Rio menjatuhkan kecupan lembutnya pada kening Ify. 

Tanpa mereka sadari, sepasang mata kini menatap mereka dengan tatapan yang sulit terbaca. Lalu melangkah besar menuju mereka berdua, "Hentikan !." 

Ify dan Rio pun langsung tersadar dan menjauh satu sama lain, menatap syok sosok yang tengah menatap mereka dengan tatapan penuh tanda tanya. 



******* 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger