Home » » Baby For Alyssa ( Part 9.a )

Baby For Alyssa ( Part 9.a )


Sivia menatap tajam sosok lelaki yang kini tengah berdiri membelakanginya, menghembuskan nafasnya mantap kemudian melangkah kearah sosok lelaki itu. "Kau pikir dengan penjelasan mu tadi, akan berakhir baik ? Sama saja kau menipu sahabat ku. Bodoh !." Bentak Sivia arah pandangannya lurus ke depan walaupun saat ini posisinya berada tepat disamping lelaki keturunan ini -Phalvin Sena-. 

Alvin tersenyum sejenak, lantas menoleh menatap dari samping wajah Sivia yang begitu polos namun ada keanggunan disana. Lama Ia menikmati wajah cantik gadis itu kemudian mengalihkan pandangannya ke depan seperti semula. "Dia kembali tidur ?." Sivia hanya mengangguk saja, tapi Alvin melihat dari ekor matanya. "Syukurlah, dengan begitu akan lebih baik untuk kondisinya sendiri." 

Sivia seketika mengalihkan wajahnya, lalu menatap tajam ke arah Alvin yang sama sekali tidak menyadari akan mimik Sivia saat ini, benar-benar menunjukkan kemarahan. "Cishh, kau bilang ini akan membuat kondisi sahabat ku lebih baik ? Lelucon !." Alvin lantas menoleh kembali tepat ke manik gadis berlesung pipi disampingnya, kemudian tersenyum. "Kau tahu ? Sahabat mu itu manusia yang tidak mempunyai perasaan, mengotori Sahabat ku dengan semaunya. Kau bilang itu masih baik untuk kondisi sahabat ku ?." Lanjut Sivia lalu menggelengkan kepalanya frustasi, begitu pusing memikirkan semua hal akan kejadian yang menimpa sahabatnya itu, dan tadinya Ia ingin menjelaskan hal yang sesungguhnya yang terjadi. Tetapi Alvin tiba-tiba saja datang dan tidak menjelaskan keseluruhan malahan membohongi sahabatnya itu. Bagaimana tidak marah? Sahabat sendiri dibohongi oleh orang yang baru dikenal, lalu Ia yang tahu akan semuanya hanya bisa diam dan tak berkutik saat sosok Alvin begitu santai menjelaskan semua kebohongan itu ? Ya Tuhan... 

Alvin mengkerutkan keningnya, lantas mencondongkan wajahnya tepat ke wajah Sivia dan hanya meninggalkan jarak beberapa centi, Sivia meneguk ludahnya susah menatap mata Alvin selalu membuatnya tak berkutik dan seluruh kemarahannya mereda seketika. Mungkin saja Sivia tersihir akan kemampuan hipnotis Alvin ? Yah. Alvin telah memberitahunya bahwa Ia mempunyai kemampuan seperti itu dan temurun dari keluarganya, lalu Alvin juga bercerita kepada Sivia bagaimana dia mengenal Ify dan tahu rumah kontrakan ini. Yah ! Semuanya, Semua telah Alvin jelaskan kepada Sivia. Entah kenapa Sivia memang pantas mendengarkannya bagi Alvin, Baik Sivia maupun dirinya sama-sama berada pada posisi terdekat dari sahabat masing-masing. 

"Biarkan mereka menyelesaikan permasalahan masing-masing. Baik aku maupun kau, tidak berhak untuk larut dalam permasalahan ini. Kita bertugas sebagai pembantu masalah mereka Sivia, bukan mencampuri air keruh yang saat ini benar-benar hitam pekat." Alvin bergumam dengan suara lembut posisi mereka masih sama, hanya berbatas beberapa centi. Entah sadar atau tidak, kini Alvin yang bagai tersihir oleh kepolosan Gadis dihadapannya ini. Ia lantas mengecup pucuk hidung Sivia dengan lembut, kemudian kembali berdiri tegap seperti posisi semula. 

Sivia membeku, entah aliran apa yang sekarang dirasakannya. Yang pasti saat ini hatinya begitu tenang dan nyaman atas perlakuan Alvin tadi. "Aku pamit, jaga sahabat baik mu itu." Alvin pun langsung melangkah menuju mobilnya yang berada tepat di depan teras rumah kontrakan Ify, Dan akhirnya Mobil itu pun menghilang perlahan dibalik petangnya malam. 

"Al..Alvin ? Seorang Alvin mencium ku ?." Sivia langsung memegang pucuk hidung dengan tatapan mata kosong, masih tidak mempercayai akan semua yang terjadi beberapa menit yang lalu. 


---------- 

Setelah selesai membeli pakaian untuk Sivia, Alvin dan Sivia pun lekas menuju kediaman Rio untuk menemui Ify. Saat mereka sampai, bertepatan itu pula mobil Rio keluar dari gerbang, untung sajalah mobil Alvin berhenti agak jauh dari rumah Rio. "Kenapa kita berhenti disini Vin ? Kita sudah sampai ? Lalu dimana rumahnya ?." Tanya Sivia, Alvin langsung menoleh. "Tadi sahabat ku baru keluar dari rumahnya, aku tidak mau saja bertemu dengannya dia membenci posisi ku saat ini. Sudah ku ceritakan bukan ?." Sivia lalu mengangguk paham, "dan Ify pasti ada dirumah itu, tidak akan bisa keluar." Alvin kembali menggas pelan mobilnya hingga memasuki pekarangan kediaman Rio, namun terhenti saat penjaga Rumah Rio mengetuk kaca mobilnya. 

"Maaf Tuan Alvin, Apakah Tuan ingin menemui Tuan Rio ? Baru saja beliau keluar." Penjaga itu mengenali Alvin, dengan tatapan yang seperti membunuh. Penjaga itu seketika menatapnya dengan tatapan kosong, kemudian mundur 1 langkah. "Silahkan masuk Tuan Alvin." Hormat sang penjaga, Alvin tersenyum penuh arti kemudian menjalankan kembali mobilnya meninggalkan sang penjaga yang berdiri tepakur tatapan matanya kosong. 

Sivia yang melihat kejadian itu menatap Alvin cemas. "Kau ? Apakah kau menghipno....," 

"Hanya tidak menydarkannya beberapa saat." Potong Alvin cepat, karena sedikit terganggu apabila ada yang menyebutnya sebagai penghipnotis, makna sinestesia yang buruk bagi Alvin. Akhirnya sivia memilih diam, lalu mengikuti Alvin turun dari mobil untuk memasuki rumah megah Rio. Tak beberapa lama, semua pelayan Rio berada diambang pintu. "Maaf Tuan, Tuan Rio melarang siapa saja masuk kerumah ini." Seorang pelayan paruh baya berucap dengan sopan, seketika Alvin memejamkan matanya lalu mengangkat tangan kirinya diudara. Sebuah jentikan langsung membuat semua para pelayan Rio terbaring dilantai terkecuali pelayan paruh baya dihadapannya ini yang masih tetap berdiri namun pandangannya kosong. Sivia menatap syok seluruh pelayan Rio yang tumbang dengan hitungan detik dilantai hanya mendengar suara jentikan dari jemari kekar Alvin ? Ya Tuhan, lelaki ini membuat dirinya seketika ingin gila... 

"Katakan, dimana Ify sekarang." Ucap Alvin dingin, pelayan itu pun mengangguk lantas melangkah untuk menunjukkan dimana Ify berada. Alvin menoleh ke belakang mendapati Sivia yang masih sibuk memperhatikan semua pelayan yang tergeletak dilantai. "Sudah selesai kau memperhatikan mereka ? Kalau begitu lekaslah kita menghampiri Ify sebelum sahabat ku Rio kembali." Mereka pun akhirnya menuju ke lantai atas dan mendapati Pelayan tersebut berhenti tepat dikamar Rio, Alvin yang tahu itu adalah kamar Rio, langsung berpikiran buruk. Ia lantas menghampiri pelayan tersebut, nafasnya memburu kecemasan langsung merayapi tubuhnya saat itu juga. "Nona Ify berada didalam Tuan." Ucap sang pelayan tatapannya masih tetap kosong. "Ify berada di dalam ?." Pelayan itu pun mengangguk, "Astaga Rio ! Kau benar-benar melakukannya ?." Alvin langsung membuka pintu kamar dan mendapati sosok Gadis mungil tertidur dengan tertutupi selimut tanpa pakaian sedikit pun. Sivia yang baru masuk langsung menatap syok, saat mendapati sahabatnya tidak mengenakan pakaian hanya selimut tebal menyelimutinya dan pakaiannya berserakan dilantai. "Sivia, aku harap kau jangan dulu bertanya pada ku akan hal ini. Cepat kenakan pakaian itu pada Ify sekarang." Dengan raut wajah masih syok, Sivia pun akhirnya menurut. Sedangkan Alvin keluar, untuk melihat keadaan. Setelah selesai, Alvin langsung menggendong Ify ke mobilnya dandi ikuti Sivia. Saat keluar dari Gerbang, seluruh pelayan juga penjaga rumah Rio pun tersadar kemudian bingung apa yang terjadi pada mereka masing. 

"Apakah mereka telah sadar semua Alvin ?." Alvin mengangguk, lalu menoleh sebentar pada kursi penumpang yang terdapat Sivia dan Ify dipangkuannya. "Mereka sadar saat mobil ku keluar dari Gerbang tadi, tenang saja." Ucap Alvin, membuat ketegangan Sivia sejak tadi sedikit berkurang. 


Setah beberapa jam akhirnya Ify sadar. Ify perlahan membuka mata, menajamkan indera penghilatnya. Setelah benar-benar sadar, Ia terkejut saat mendapati sahabatnya dari desa -Casivia Zizari- 

"Ify ? Kau telah sadar ?." Sivia langsung memeluk sahabatnya itu, lantas Ify mengkerutkan keningnya tapi tiba-tiba saja kepalanya pusing. "Sivia ? Bagaimana kau bisa ke kota ini ?." Ify mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah. Rumah kontrakannya ? Sejak kapan dia sudah berpindah tempat ? Yang Ia ingat Ia masih berada di kediaman Rio ? Lalu ? Kenapa menjadi kerumahnya seperti ini ?. Ada apa sebenarnya ? Ify merasakan ada yang aneh dari tubuhnya namun Ia biarkan saja, karena begitu asyik memikirkan bagaimana Ia bisa berpindah tempat seperti ini ?. Ya Tuhan.... 

"Jelaskan kepada ku Sivia, apa yang sebenarnya terjadi ?." Tanya Ify, Sivia baru akan menjelaskan. Namun terhenti saat sebuah suara berat membuyarkan ketegangan diantara kedua sahabat ini. "Biar aku yang menjelaskan Sivia." Ucap suara berat Alvin langsung menyadarkan mereka. 

"Kenalkan Ify, aku Phalvin Sena sahabat dari Zariel." Seketika tubuh Ify menegang saat mendengar nama Iyel, Ify seakan mengingat wajah lelaki dihadapannya itu. "Kau, kau bukannya...," 

"Tepat ! Aku yang sengaja menghipnotis mu agar dengan mudah membawa kau pada Zariel. Lelaki yang mencintai mu itu, aku hanya ingin meminta maaf atas perlakuan ku waktu itu. Tapi sungguh, sebagai sahabat mau tak mau aku menurutinya." Alvin mendekat, Ify menatap Alvin sepertinya lelaki itu serius. "Aku...aku sudah melupakan kejadian itu. Jadi kau tak usah khawatir, karena aku bukan tipe pendendam." Jawab Ify sungguh, membuat Alvin menatap kagum pada sosok gadis polos yang mungil dihadapannya ini. Pantas saja, seorang Zariel jatuh cinta dengan mudah pada gadis seperti Ify yang begitu tulus. 

"Mengenai kau bisa sampai disini ?hmmm, Argario juga sahabat ku. Walaupun begitu, baik Rio maupun Iyel memang telah bermusuhan karena hal tidak masuk akal, kemudian persahabatan kami pun retak begitu saja, lebih tepatnya Rio dan Iyel. Aku tidak memihak satu diantara mereka, karena aku berada diposisi yang dituntut untuk adil." Ucap Alvin, sengaja tidak menjelaskan hal yang sebenarnya karena baginya sangat tidak tepat jika Ia yang menjelaskan. "Saat aku berkunjung kerumah Rio, dia bilang kau pingsan entah kenapa. Lalu menyuruh ku membawa mu kerumah mu ini, karena dia bilang kau ingin sekali pulang kerumah mu dan tidak betah berada dirumahnya. Rio ingin sekali mengantar mu, tapi pekerjaan menuntunya." Sivia mendelik ke arah Alvin, dan hanya ditanggapi dengan kilatan mata dari Alvin seakan-akan memberi peringatan untuk tidak bersuara dulu sebelum Alvin berhenti berbica akan kebohongan ini. Alvin tahu ini salah, tapi lebih salah lagi jika Ia menjelaskannya tanpa sepengetahuan Iyel maupun Rio. Karena Ia tidaklah berhak.... 

"Mengenai Sivia ?." Alvin menoleh kearah Sivia yang menatapnya marah. "Aku rasa, sivia bisa menjelaskan sendiri bagaimana kejadian aku bisa bertemu dengannya." Alvin beranjak kemudian membisikkan sesuatu pada telinga Sivia, sementara Ify yang tengah sibuk memikirkan semua kejadian aneh yang menimpanya. Tapi Ia bersyukur bahkan berterima kasih kepada Rio kalau lelaki itu telah melepaskannya malahan menyuruh sahabatnya untuk mengantarkan dirinya ke rumah kontrakannya ini. 

"Jelaskan hal saat kita bertemu saja, jangan sampai kau mengatakan hal saat kita berkunjung dikediaman Rio." Alvin memperingatkan Sivia. "Waktu mu 30 menit. Jika selesai, temui aku diteras." Akhirnya Alvin pun benar-benar pergi, Sivia menatap Alvin benci karena telah berbohong dengan indah pada sahabatnya -Ify-. Sivia melihat Ify yang tengah melamun, lalu memutuskan untuk menyadarkannya kemudian menjelaskan bagaimana Ia bisa sampai kesini dan bertemu Alvin. Yah ! Hanya sebatas itu, seperti yang diperintahkan Alvin kepadanya.... 


---------- 


Sivia lantas kembali dalam alam sadarnya, begitu asyik dengan kejadian hari ini membuat kepalanya ingin pecah saat itu juga. Ia masuk ke dalam rumah kontrakan Ify, pergi tidur bersama Sahabatnya yang malang itu. "Maafkan aku Ify, maafkan aku tidak bisa menjadi sahabat terbaik untuk mu. Aku...Jika aku tahu semua ini akan menimpa mu, aku tidak akan pernah membiarkan mu pergi merantau ke kota ini. Kota yang hanya membuat hidup mu hancur." Batin Sivia pedih, begitu merasakan terlebih dulu jika sahabatnya itu tahu akan perihal kejadian yang sebenarnya. 


******* 


Rio melangkahkan kakinya begitu tergesa-gesa, jemarinya terkepal sempurna, tatapan mata yang tercipta memancarkan aura kemarahan yang tidak bisa tergambarkan, rahangnya mengetat kuat. Setelah berada didepan ruangan yang sejak tadi menghantuinya, Ia lantas masuk kemudian menatap tajam sosok perempuan yang dicintainya. Masih sama seperti yang sebelum-sebelumnya, terbaring lemah disana. 

Rio memejamkan matanya, lalu melangkah pelan. Benarkah ? Benarkah yang diucapkan Zariel ? Awalnya Ia tidak mempercayai itu semua, namun saat mendesak sang dokter khusus yang memang Rio sewa menjadi dokter pribadi Agni, menanyakan semuanya tanpa ada sisa sedikitpun. Dan benar ! Semua yang dikatakan oleh Zariel benar adanya. Hati Rio begitu sakit, lebih sakit dari kebohongan-kebohongan sebelumnya. 

"Agni." Panggil Rio mencoba dengan suara pelan, tetap tak ada sahutan atau pun gerakan kecil dari perempuan itu. Hati Rio semakin sakit atas kebohongan ini, Agni benar-benar tidak menginginkan dia tahu bahwa perempuan itu sudah sadar. "Sebegitu tak sukanya kau kepada ku Agni ? Aku orang pertama yang mencemaskan mu saat kau tengah mengandung Clara, dan suami mu Zariel bersikap Seolah-olah tidak peduli dengan mu ? Aku yang pertama kali datang saat kecelakaan yang menimpa mu, juga yang menemani mu melahirkan, dan aku yang mengurus Clara sampai saat ini sesuai keinginan mu. Ini balasan mu pada ku Agni ? INI !." Rio terduduk dilantai, tetes demi air matanya berlinang begitu saja. Benar-benar menjadi orang bodoh dan kehilangan akal hanya karena Cinta ? Persetan dengan Cinta ! 

Agni masih bergeming, tidak sama sekali bergerak sedikit pun. Rio kembali beranjak lalu meraih jari manis kiri Agni yang melingkarkan cincin emas putih bukti pernikahannya bersama Zariel. "Kau masih tetap bersikap tidak sadar dihadapan ku ?." Suaranya meninggi pancaran matanya murka Seketika, Tanpa ada rasa kasihan sedikit pun Rio berusaha melepaskan cincin pernikahan Agni dengan Zariel yang melingkar pada jari manis Agni dengan paksa, tidak seperti yang sebelum-sebelumnya. Rio mulai melihat kening Agni yang bertatut namun perempuan itu masih tetap pada pendiriannya, tidak ingin Rio tahu bahwa Ia memanglah sadar. Sekuat tenaga Agni mencoba menahan sakit atas perlakuan kasar Rio yang terus berusaha melepaskan cincin pada jari manisnya. 

Rasa kasihan pun kini menjalar pada Rio, akhirnya Ia pun melepaskan jari manis Agni begitu saja. Ia kembali terduduk dilantai, "Aku selalu memberikan dan melakukan hal yang membuat mu tenang dan bahagia. Dan balasan yang berulang kali ku terima .... Kebohongan ! Lakukanlah, lakukan apa saja yang kau mau. Oh atau kau ? Kau ingin melihat aku mati sekalipun dihadapan mu saat ini ?biar kau puas ? Ck. Baiklah, tunggu disini." Rio pun langsung mencari sebuah benda tajam, Yah !akhirnya Ia mendapat sebilah pisau tajam yang berada pada laci meja ruangan Agni. 

"Lihat Agni, ini kan yang kau mau ?." Rio langsung melayangkan pisau tajam itu pada dirinya. "RIOOO BERHENTI !." Teriak agni 


******* 


Zariel menatap Alvin yang kini tengah menyeduh tehnya, lalu melemparkan pandangan ke arah lain. "Jadi, kemarin kau pergi dikediaman Rio ?." 

Alvin berhenti menyesap tehnya lalu menatap Iyel. "Ya, aku kerumahnya bersama Sivia." Jawab Alvin, "Sivia adalah sahabat Ify, kau pasti mengenalnya." Lanjut Alvin dan diangguki oleh Iyel. "kau benar, aku mengenalnya. Dia bercerita banyak tentang hubungan ku dengan Ify sebelum kehancuran ini datang ?." Tanya Iyel. "Tidak terlalu banyak, walaupun begitu dia mengerti posisi mu. Karena aku sudah menceritakan semua padanya, Jadi dia tidak menyalahkan mu dalam masalah ini. Hanya saja...," 

"Ify, Ify tidak akan bisa mengerti posisi ku Vin."Potong Iyel cepat karena mengetahui lanjutan kata dari Alvin, Alvin mengkerutkan keningnya, "Ck. Coba saja cara mu tidak jahat seperti kemarin, menyekapnya dikamar seperti seorang buronan. Dia tidak akan setakut ini pada mu," jelas Alvin kemudian tersenyum. "Kau masih punya banyak waktu, lekaslah untuk menargetkan waktu yang tepat untuk menjelaskan perihal yang sebenarnya Yel." Nasehat Alvin namun mampu membuat Iyel mengangguk, Alvin pun beranjak. "Aku permisi, ingin menjenguk 2 gadis polos itu. Semoga saja, membuahkan hasil untuk membujuk gadis yang kau cintai itu." Iyel tersenyum. "Aku berhutang banyak padamu." Balas Iyel terkekeh 

"Sudahlah, kau bisa menggantinya dengan banyak perempuan untuk ku." Alvin pun melangkah pergi, membuat Iyel menggelengkan kepalanya karena sifat Alvin yang suka dikelilingi manusia bernama perempuan itu tidak pernah hilang. Tidak ! Alvin bukanlah seorang lelaki yang suka mempermainkan wanita, tapi malah sebaliknya. Ia begitu menyayangi perempuan, jadi jika tidak mempunyai perempuan satu hari saja membuat Alvin menjadi pribadi yang pemurung. Yah, Alvin melakukan itu semua karena sebuah kejadian, kejadian lalu yang sampai saat ini terus menghantuinya. 

"Semoga kau lekas berhenti dari penyakit aneh mu ini Alvin." Gumam Iyel geli 


******* 


Ify menghembuskan nafasnya pelan, lalu menatap sahabatnya yang kini sedang membedak wajah cantiknya pada kaca rias sederhana Ify. "Kau cemberut sekali Ify," tanggap Sivia saat melihat pantulan sahabatnya pada kaca. 

"Secepat inikah kau kembali ke Desa? Apa tidak bisa satu hari lagi ?." Tanya Ify, Sivia memutar tubuhnya tepat menghadap Ify yang tengah duduk pada kasur mungilnya. "Pekerjaan ku sebagai pegawai muda pada kantor kecamatan hanya memberi jatah hingga besok, kalau aku tidak pulang hari ini kemungkinan lelah dan letih akan menghantui ku malamnya. Membuat ku tidak akan konsentrasi bekerja, lagi pula aku harus tahu diri sebagai pegawai muda." Jelas Sivia dan meletakkan spons bedak Ify pada tempatnya. "Jika aku mempunyai libur, aku akan berkunjung kesini lagi. Kau jangan khawatir," Ucap Sivia, Ia masih merasa bersalah akan kejadian kemarin yang menimpa sahabatnya itu. Apalagi Ify tidak mengetahui perihal yang sebenarnya, "Hmmm, Ify." 

Ify menoleh dan menatap Siva. "Ada apa ?." Sivia tersenyum melangkah pelan kearah Ify. "Jika ada sesuatu yang terjadi pada mu, kabari aku melalui telepon desa. Kau masih punya nomornya bukan ?." Tanya Sivia dan Ify pun mengangguk saja. "Aku ingin sekali kembali ke Desa saat ini, tapi kau tahu kan ? Hanya akan membuat ku sedih mengingat kejadian meninggalnya Ibu ku." Sivia langsung memeluk Ify 

"Sudahlah, aku mengerti. Aku harap kota ini menjadi keberuntungan untuk mu." Sivia memejamkan mata. "Kota ini buruk Ify, sangat buruk untuk gadis seperti kita." Jerit Sivia dalam hati. 

"Iya, kalau begitu berangkatlah. Sebelum kau ketinggalan Bis." Sivia melepaskan pelukannya. "Aku pamit Ify, jaga diri kalian baik-baik." Akhirnya Sivia pun melangkah pergi untuk pulang ke desa, Ify tersenyum namun seketika mimik wajahnya berubah seperti kebingungan. "Jaga diri kalian baik-baik ?. Sepertinya Sivia sedang gangguan otak, aku kan hanya sendiri disini ? Dasar Sivia." Ucap Ify menggelengkan kepalanya. 

Sebuah ketukan pintu membuat Ify mengkerutkan keningnya, dan dia mengira bahwa yang mengetuk itu adalah Sivia dan mungkin ketinggalan akan sesuatu. Ify bergegas menuju pintu, "Ya Tuhan Sivia, kau bisa membuka pintu ini sendiri. Tan...pa..," Ucapan Ify menggantung begitu saja saat mendapati bukanlah Sivia yang saat ini berada dihadapannya. 

"Hai Ify." 


******** 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger