Home » » Baby For Alyssa ( Part 14 )

Baby For Alyssa ( Part 14 )


Pagi sekali Ify keluar dari Ruang rawatnya dan telah lengkap dengan pakaian biasa bukan lagi pakaian Pasien seperti kemarin. Ia mulai menelusuri lorong Rumah Sakit lalu menuju ke bagian Administrasi, Awalnya Ify terkejut saat mengetahui semua biaya perawatannya telah dibiayai, dan Ify tahu dan sangat tahu sebelum petugas Administrasi tersebut mengatakan siapa yang telah membiayai semua perawatannya. 

"Terima Kasih." Ucap Ify Sopan lantas tersenyum, membalikkan badannya menuju Pintu keluar Masuk Rumah Sakit. Ify masih merasakan kepalanya pusing dan perutnya terus saja ingin mengeluarkan isinya, padahal jika diingat Ia sama sekali tidak mengisi perutnya dengan makanan, sekali terisi Ia lantas mengeluarkan kembali isi perutnya. 

Ify berhenti sebentar, kenapa sekarang Ia cepat lelah seperti ini ? Padahal jarak yang Ia tempuh sekarang dengan Rumah Sakit tadi baru beberapa meter. Sebuah Sedan putih berhenti tepat didepannya, Ia mengkerutkan dahinya lantas sang pengemudi itu pun keluar.

"Ify, kenapa tidak menunggu ku dulu." Ify berusaha tersenyum untuk menyembunyikan keadaannya lalu menggeleng, "Sudah cukup aku merepotkan mu, Aku akan membayar semua biaya Rumah Sakit itu ketika Aku mendapatkan pekerjaan." Ify kembali ingin melangkahkan kakinya namun lengannya cepat saja ditahan. 

"Lupakan soal biaya, aku antar kau pulang." Ify melepas pelan tangan kekar yang kini masih menahan lengannya, "Aku bisa pulang sendiri, kau tidak perlu khawatir Zariel. Tolong, jangan paksa aku." Pinta Ify selembut mungkin, Iyel memejamkan matanya lantas membuka kembali kemudian tersenyum. 

"Baiklah, tapi kali ini jangan menolak permintaan ku." Ify hanya menatap Iyel bingung ketika Pria itu melangkah ke arah tengah jalan raya, lantas melambaikan tangannya, sebuah taksi pun berhenti tepat disana. 

Iyel kembali menghampiri Ify. "Ku mohon jangan menolak, setidaknya aku masih bisa bernafas lega karena kau sampai kerumah mu dengan selamat." Ucap Iyel penuh permohonan, Ify nampak bergeming. 

"Fy..." Ify tersadar kemudian mengangguk kecil. "Terima Kasih, Aku pamit. Pergilah bekerja, jangan membuntuti ku sampai kerumah." Pesan Gadis itu, Iyel tersenyum. "Iya, aku tidak akan mengekori mu." Gadis itu akhirnya melangkah menuju Taksi, meninggalkan Iyel yang menatapnya nanar. 

"Fy, tunggu.." Ify yang baru saja akan menutup pintu kembali membukanya. 

"Ya..." Jawab Ify bingung, "Boleh aku menjenguk nanti ?." Raut wajah Ify terlihat gusar. "Oh maksud ku, atau kapan-kapan jika aku ada waktu luang ?." Berharap kegusaran Gadis itu berganti dengan senyuman setuju, Anggukan kecil kemudian tercipta dari kepala cantik Ify dan membuat nafas lega dari Iyel berhembus bebas. Akhirnya Taksi itu pun pergi meninggalkan Iyel yang masih mematung dengan senyum lebar khasnya. "Aku harap ini awal yang baik untuk mengembalikan hubungan kita seperti dulu Fy, setelah ku tahu bahwa Clara bukanlah anak. Semangat untuk mendapatkan mu kembali, semakin diperjelas." 

"Maafkan aku Ify, maafkan aku. Setelahnya aku akan menghilangkan janin yang sedang berkembang dirahim mu saat ini, Aku...aku tidak ingin kau bersama Brengsek itu. Maafkan aku," 


****** 

Dokter pribadi Agni baru saja selesai memeriksa keadaan Agni, setelah menjelaskan berbagai perkembangan Perempuan itu, Dokter pun lantas pergi. 

Agni bernafas lega, senyum manis terpatri jelas pada bibir tipisnya. Dokter memberitahu Agni, bahwa Ia bisa mengambil jadwal pulang kapan saja yang Ia mau. Kembali lagi, jika Ia akan pulang? Ia harus pulang kemana ? Kerumah lamanya ? Atau kerumah Zariel ? Ia tahu sudah tidak ada lagi yang bisa Ia pertahankan dari Zariel, lelaki itu sudah mengambil keputusan, dan Agni sendiri menyetujuinya bukan ? 

Hey ! Itu semua karena sakit yang sudah tidak bisa lagi Ia tahan, belum lagi Zariel yang menginginkan Clara menjadi haknya. Berganti senyum kecut dibibirnya, "Kau tidak tahu Zariel. Clara, Clara bukanlah perempuan kecil mu." 


-------- 


Setelah mendengar kabar yang tidak pernah Ia bayangkan, Agni hanya bisa terpaku dan menatap kosong lawan bicaranya saat ini. Sekali lagi, panggilan atas namanya sama sekali tak terdengar dari alat inderanya, pikirannya berputar hebat, hal pertama atas respon dari batinnya adalah mengalir cairan bening dari matanya. 

Ia tidak sanggup lagi menyimpan rasanya itu terlalu lama, usahanya pertamanya gagal sudah, tanpa membuang waktu sebelum semua emosinya terkuak disana, Ia memutuskan pergi meninggalkan lawan bicaranya yang terus memanggil namanya dan sama sekali tak direspon. 

"Disini aku hanya sebagai penolong bodoh yah Ag? Memberikan yang terbaik untuk mu, tapi yang ku dapatkan hanya keperihan. Keperihan yang masih ku harapkan menjadi kebahagiaan. Bodoh !" Rio memejamkan matanya kembali membukanya saat mendengar mobil Agni mulai meninggalkan halaman Rumahnya. 

Cairan itu masih terus saja mengalir dari matanya, keperihan yang Ia terima, Saat mendengar kabar itu beserta foto bukti didepannya bukanlah sebuah rekayasa. Agni terus menggas mobilnya dengan kecepatan tinggi sampai akhirnya Ia memutuskan untuk menenangkan pikirannya sejenak, entah kenapa Ia bisa sampai ke tempat yang sejak dulu tak pernah ingin Ia kunjungi, 'Diskotik'. 

Ia menghapus kasar Cairan bening matanya lantas membuka pintu mobil, tanpa pikir panjang kakinya melangkah masuk ke Tempat itu. Seperti telah berulang kali masuk ke tempat ini, Agni lalu mengambil tempat duduk. Awalnya Ia hanya berdiam dengan kepala menunduk seraya mengeluarkan seluruh beban batinnya, menghabiskan seluruh sakitnya dengan cara menangis, menangis dalam dentuman-dentuman suara keras dari tempat ini. 

Ia ingat sekali, bahwa Rio memberitahunya beberapa menit lalu perihal Zariel yang telah memiliki kekasih di sebuah Desa tempat Ia melaksanakan tugas Kuliahnya, serta beberapa foto Iyel dan kekasihnya itu, ada sebuah rasa aneh saat Ia melihat foto Gadis yang memang kekasih Zariel waktu itu entah apa. 

"Minumlah, agar kau tidak lagi kacau seperti saat ini," sebuah suara berat dengan mata yang telah memerah karena mabuk, saat ini tengah menyodorkannya segelas Bir. Agni benar-benar tidak bisa berpikir panjang lagi, dengan cepat diraihnya segelas Bir. Itu lalu meminumnya. "Aku ingin lagi." Jawab Agni kemudian setelah Ia menghabiskan segelas bir tadi. 

Sosok yang kini tengah duduk disampingnya hanya menuruti permintaan Agni yang berulang kali meminta beberapa gelas Bir dengan Alkohol tinggi. Mereka berdua berbincang-bincang sebelum Agni mabuk saat ini, memperkenalkan nama masing-masing dan juga dengan bebasnya Agni menceritakan kisah cintanya kepada seseorang yang baru Ia kenal saat ini bernama -Kucakka Xeya-. Sosok yang mampu membuat Agni sedikit terhibur saat ini. 

Sosok itu tersenyum penuh kemenangan saat mendapati Agni yang mulai jatuh ke pelukannya, "Terima kasih kau sudah menghibur ku Cakka, Aku ingin pulang sekarang." Agni yang berusaha bangun untuk berdiri seketika tubuhnya limbung dan kembali jatuh ke pelukan sosok yang sejak tadi masih setia menemaninya. 

"Kau masih kacau Agni, biar aku bantu untuk menghibur mu sekali lagi. Ku harap kau tidak menolak." Ucap Cakka, hingga tercipta anggukan kecil dari Agni. 

"Yah, Aku mau Cakka. Aku mau...." Sampai akhirnya Ia pun tidak lagi ingat apa yang terjadi padanya. 


--------- 

Tanpa Agni sadari Ia telah menangis saat tadi, mengkilas balik kejadian terburuk yang pernah terjadi dalam hidupnya, kejadian yang hanya diketahui oleh Ayah dari Clara, dirinya dan juga.... Alvin. 

Ya Tuhan, hampir saja Ia melupakan Alvin. Lelaki itu orang ketiga yang mengetahui rahasianya ini, menutupi semua rahasianya begitu rapat sampai saat ini. Agni hanya bisa berdo'a agar Alvin masih menyimpan rahasia itu, Semoga ! Karena Agni ingin, dia yang membokar seluruh rahasia yang selama ini telah Ia simpan begitu rapat, sehingga menjadi Ide gila demi menikah dengan Zariel. 

Tepukan tangan membuat Agni terlonjak kaget, nafasnya memburu saat mendapati sosok yang saat itu berada tepat diambang pintu kamar rawatnya, sejak kapan Rio dan Alvin berada disana ? Kenapa Ia tidak menyadarinya. 

"Bagus sekali kebohongan yang selama ini kau sulam dengan Peti yang bergembok dari Alvin." Sekali lagi, tepukan tangan itu kembali tercipta pada tangan kekarnya, membuat Agni benar-benar sulit untuk bernafas. Benarkah Rio telah mengetahui semuanya ? Semuanya ?... 

"Kenapa kau terkejut ? Merasa bersalah ? Merasa kau salah besar disini ? Haha Aku bersumpah Agni, Aku bersumpah ! Aku benar-benar bodoh telah mencintai Gadis berhati busuk seperti mu." Rahang Rio mengetat sempurna, sedangkan Alvin hanya menatap Agni nanar dibelakang Rio. 

"Rio, biar ku jelas...," ucapan Agni lantas dupotong begitu saja oleh Rio. 

"Cukup ! Sudah cukup kau berucap, apapun itu, apapun yang kau katakan karena hanya bernasib percuma ! Aku tidak akan termakan atas semua yang akan kau katakan. Kau ingin tahu apa yang ku rasakan saat ini kepada mu ? Aku Menyesal telah menjatuhkan pilihan dan mengorbankan semuanya pada mu. ! Perempuan pembohong !." 

"Tapi aku juga berterima kasih pada mu, karena sekarang aku telah mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dari mu! Bahkan sangat jauh lebih baiknya dari mu....." 

Rio mulai mendekat kearah Agni yang menunduk, dan Rio yakini menahan tangisnya. Rio benar-benar muak, entah kenapa saatini tak ada lagi tatapan ramah dan sayang untuk perempuan dihadapannya ini, rahangnya masih mengetat sempurna dan juga kepalan tangannya benar-benar menahan emosi. 

Dengan kasar, Rio menghela dagu Agni mencengkram rahang gadis itu begitu kuat. Terdengan rintihan kecil dari Agni, namun Ia berusaha menahannya. 
"Kau belum tahu kan Agni ? Bagaimana aku bersikap kasar ? Jika bisa, dan jika aku tidak mempunyai belas kasihan. Saat ini juga, saat ini juga aku ingin sekali membunuh mu ! Membunuh mu !." Dengan kasar Rio melepaskan cengkramannya hingga membuat bekas merah pada rahang Agni. 

"Aku siap jika kau ingin membunuh ku." Rio menatap Agni bengis saat mendapat jawaban dari bibir perempuan itu. 

"Aku bukan orang bodoh membuat nyawa seseorang melayang begitu saja dan meninggalkan bekas dengan nyata ! Dan aku tidak ingin kau mati begitu saja lalu meninggalkan semua permasalahan rumit ini ? Tidak akan !" Rio berbalik lalu menatap Alvin yang kini tengah ikut menunduk. 

"Kemari Alvin." Perintah Rio dengan tatapan menyala, Alvin bisa membaca pikiran Rio saat ini, tapi disini Ia juga ikut berperan ! Dengan tegas, Alvin melangkah pelan kearah Rio. 

Satu pukulan menghantam perut Alvin begitu saja, membuat Lelaki itu tersungkur dilantai, entah seberapa kuat yang Rio berikan pada Alvin sehingga membuat Lelaki korea itu memuntahkan darah segar. Agni menjerit dan ingin menolong tapi Ia lupa dengan keadaannya yang lumpuh saat itu, Agni pun jatuh dari Bednya ke lantai, kepalanya membentur lantai sehingga darah segar mengalir pada dahinya. 

Rio hanya menatap sekilas 2 orang itu tanpa belas kasihan. "Itu kado untuk mu Alvin, kado terburuk untuk mu, aku tidak menyangka kau juga ikut menyembunyikan semua ini. Ckck, Brengsek !." Akhirnya Rio pun meninggalkan Alvin dan Agni, Alvin berusaha bangkit untuk menghampiri Agni yang kini tak sadarkan diri karena terbentur lantai cukup keras. 

"Agni ? Agni ? Agni bangunlah." Alvin menepuk-nepuk pipi Agni agar perempuan itu sadar namun nihil, Agni tetap mengatukan rapat matanya. 


******** 

Sivia membersihkan beberapa luka memar pada wajah kakaknya, dan membuat sang kakak merintih sakit. 

"Bisakah kau pelan-pelan ? Kau pikir aku batu tidak merasakan arti Sakit." Ucapnya dengan nada kasar pada Sivia, membuat Siviaberulang kali meminta maaf. 

"Kak Cakka berantem sama Preman itu lagi ? Aku hanya berpesan agar kakak berhenti berjudi, aku akan melunasi semua hutang kakak kepada mereka. Asalkan kakak mau berubah kembali seperti dulu." Cakka tersenyum sinis 

"Kembalikan Ayah dan Ibu kehadapan ku sekarang, jika kau ingin aku kembali seperti Cakka yang dulu, Ahhh ! Sudahlah, kau hanya perempuan bodoh." Cakka mulai beranjak untuk kembali pergi namun lengannya ditahan Sivia. "Kak, ku mohon." 

"Argghhh, minggir." Cakka melepaskan kasar lengan Sivia yang tadi masih menahannya, belum sempat Cakka keluar dari Rumah. Beberapa preman berbadan kekar menghadangnya di pintu. 

"Ada apa kalian disini ? Aku sudah bilang akan melunasi semua hutang ku." Ucap Cakka terbata-bata. 

"Kesabaran kami telah Habis, Hutang mu sekarang juga atau Nyawa ?." Salah satu dari 5 Preman itu angkat bicara membuat Cakka meneguk ludah susah, Tiba-tiba Sivia datang membuat semua Preman disana menatap kearahnya. 

"Sivia, kenapa kau disini ! Cepat masuk !" Perintah Cakka tajam namun hanya dibalas senyuman dari Gadis itu. 

"Apa dengan diri ku bisa membuat semua hutang yang ditanggung Kak Cakka lunas ? Jika iya, aku siap menjadi bahan penukar hutang Kak Cakka." Sontak membuat Preman itu berdecak senang, lain lagi dengan halnya Cakka yang menatap Sivia tajam. 

"SIVIA ! KU BILANG MASUK !" Perintah Cakka sekali lagi, tapi Sivia tetap bertahan. 

"Kami akan membebaskan semua hutang mu, dengan penukaran Adik cantik mu ini. Kau bebas sekarang," salah satu Preman mulai menarik lengan Sivia, namun ditahan oleh Cakka. 

"Tidak akan, aku berjanji akan melunasi hutang ku. Jadi, lepaskan Adik ku." Salah satu preman itu mendorong Cakka 

"Kalau begitu serahkan Uangnya sekarang juga !" Sivia melepas lembut cengkraman tangan Cakka dari lengannya. "Maafkan Sivia kak." Akhirnya para preman itu membawa Sivia pergi. 

"SIVIAAAA!" 

"SIVIAAAAAA !" 

"KEMBALI VI ! SIVIAAAAAAA....." 


******** 

Iyel mendapati sebuah dokumen beserta foto keluarga Agni yang terdapat pada lemari pakaian Agni dikamarnya, Sempat Iyel ingin memarahi seluruh pelayannya karena tidak membuang pakaian Agni yang kini masih utuh dan rapi dilemari pakaian kamarnya. Ia lantas mengkerutkan keningnya, melihat Foto itu. 

"Agni... Jadi Agni ?" Tanpa pikir panjang Zariel lalu merogoh saku celananya. 

"Aku membutuhkan Informasi dari kalian, segera !" Ucap Iyel dengan orang diseberang sana, hanya kalimat singkat itu. Nafasnya tak terkontrol, jika ini benar apa yang harus Iyel lakukan ? Ya Tuhan..... 


******* 

Rio baru saja mendapatkan telepon dari rumahnya, karena Ify yang tiba-tiba saja datang kerumahnya lalu pingsan, seperti orang kesetanan Ia mengemudikan mobilnya lepas kontrol. Rio telah mengetahui semuanya dari Alvi, Ia telah mengetahui perihal siapa Ayah Clara sebenarnya, Zariel yang telah mengetahui kehamilan Ify, dan terakhir Ify hanya membohonginya kalau kemarin berada desa tetapi berada diRumah Sakit sampai Ify yang mulai mengeluarkan tanda-tanda kehamilannya dengan nyata tetapi Ia belum mengetahui kondisinya sekarang. 

Setelah sampai, Rio melangkahkan kakinya cepat menuju kamar tamu. "Bagaimana kondisinya ? Apakah sudah ada dokter yang menangani ?." Tanya Rio kepada salah satu pelayannya, terlihat sekali wajahnya begitu cemas. 

"Sudah Tuan, Nona membutuhkan Istirahat jelas dokter." Setelah mendapatkan jawaban dari pelayannya. Rio lantas menghampiri Ify yang terlelap. Jemari kekarnya tergerak untuk membelai lembut rambut Gadis itu, Rio menatap Ify dengan raut wajah tidak terbaca, sampai akhirnya tatapan lelaki itu jatuh pada punggung tangan Ify. 

Rio meraihnya, lalu mencium lembut punggung tangan kiri Ify. "Aku mencintai mu, Aku mencintai mu, Aku mencintai mu." Berulang-ulang Rio mengucapkan 3 kata itu, 3 kata yang entah kapan Ia rasakan pada sosok gadis mungil yang terbaring ini. 

"Jika kau ingi tahu makna lukisan dipunggung mu ini, saat inilah makna itu datang tanpa kau sadari." Kembali Ia mengecup punggung tangan Ify. 

"Terima kasih Ify, kau menyadarkan ku, kau mengubah ku, kau melakukannya dengan hati, kau membalas hal buruk ku dengan hati, tanpa kau sadari aku membuat mu menderita." Setetes air matanya jatuh begitu saja pada punggung tangan Ify yang sejak tadi digenggamnya. 

"Aku belum siap untuk semuanya, aku belum siap untuk kau jauhi nanti Fy." Matanya beralih pada perut Ify, "Kau sedang bertumbuh disana sayang ? Ayah mohon jangan berbicara dulu dengan Ibu mu atau melakukan hal nakal yang membuat Ibu mu menyadari kehadiran mu. Tunggu sampai Ayah menjelaskan semuanya, Tunggu sampai Ayah mencari waktu yang tepat agar Ibu mu memahami posisi kita disini. Ayah mengharapkan kehadiran mu, sangat mengharapkan, jadi bantu Ayah agar kau mandiri dulu menjaga Dirimu sendiri saat ini tanpa sepengetahuan Ibu mu. Ayah janji kita akan bersatu nanti, Pasti." Rio tersenyum lantas mengalihkan pandangannya pada wajah Ify. 

"Lukisan itu bertuliskan. Baby For Alyssa. Aku mengubah kata mencelakai mu manjadi kata untuk menjaga mu, menjaga mu." Rio mencondongkan wajahnya tepat pada kening Ify, mengecup lembut kening Gadis itu begitu lama. 

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger