Home » » Serpihan Gelap (PROLOG)

Serpihan Gelap (PROLOG)


Bagaimana jika kau tahu bahwa lelaki yang selama ini kau cintai dan bahkan memutuskan untuk menikahi mu, dia melakukan apa saja untuk mu, menyayangi mu. Tetapi, disaat pernikahan itu terjadi belum genap sehari Pesta pernikahan meriah itu selesai. Lelaki yang telah berstatus sebagai suami mu itu tidak menginginkan mu untuk tidur bersama layaknya suami-istri pada umumnya ? 

Apa yang akan kau lakukan ? Menangiskah ? Atau bahkan memberontaknya ? memakluminya dengan kebaikan hati mu ? Seringan itu kah ? Bisakah kau memakluminya terus menerus hingga 1 minggu berturut-turut dengan kalian memiliki kamar masing-masing tanpa kebersamaan layaknya pengantin baru ? Berbagai kelabat pertanyaan bahkan hal buruk lainnya sudah pasti berkecamuk dalam pikiran mu hingga menimbulkan emosi yang besar, bukan ? Semua terdominasi dengan tidak adanya percakapan diantara keduanya, Suami mu tidak pernah kau dapati tengah sarapan pagi ternyata Ia telah berangkat bekerja, dan malam ? Kau tertidur menunggunya pulang larut malam. Inikah sebuah pernikahan ? tidak adakah yang seperti dulu disaat hubungan mu yang begitu hangat sebelum pernikahan ini terjadi ?. 


Sampai suatu ketika, pencetusan itu terjadi. Pencetusan yang mengakibatkan tubuh ku bergetar dan tidak bisa lagi menahan gejolak kemarahan yang ku lepaskan begitu saja melalui tamparan keras dari tangan mungil ku. Pencetusan yang berakibat pernikahan itu pun usai, "Aku telah menjualmu kepada Teman ku. Besok surat perceraian kita harus segera kau tanda tangani." Ucapnya, ternyata tamparan keras juga air mata ku yang terus mengalir ikut mengiringi kesakitan ini tidaklah bisa menyadarkannya atas apa yang Ia ucapkan. 

"Kau Brengsek ! Apa maksud mu dengan menikahi ku lalu setelahnya kau menjual ku begitu saja kepada teman mu ! Kau pikir aku barang dan semacamnya yang bisa kau tukar dengan Uang, Hah ?" Sekali lagi aku menamparnya dan Ia hanya menunduk ditempat. "Maafkan aku." 

Aku menatapnya sinis, tidak menyangka hanya Ucapan itu yang sekedar terlintas dari mulutnya. "Apa kau bilang ? Maaf ? Maaf atas apa yang sebentar lagi akan terjadi pada ku ?. Bodoh ! Kau Bodoh ! Aku membenci mu. Jangan berharap aku mau bersama teman mu itu." 

"Bagaimana pun kau mengatakan tidak atau bahkan lari kemana pun. Kau tidak akan bisa pergi," 

"Ck. PERSETAN DENGAN UCAPAN MU." Aku lantas berlari menuju kamar ku lalu memasukkan seluruh baju ku kedalam Koper besar ku. Tidak, aku tidak mau dijual seperti ini. Dijual oleh suami ku sendiri, pernikahan yang masih berumur sangat muda lalu diceraikan dengan cara tragis ini. Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi ? Dosa besar apa yang ku perbuat sebenarnya ? Sudah cukup kesusahan ku tanpa Orang Tua, Inikah jalan hidup terberat yang harus ku jalani ? Seperti inikah ? 

Pintu kamar ku terbuka lebar sampai akhirnya, 2 Pria kekar masuk kedalam kamar ku, aku tidak tahu siapa mereka. Lantas, aku mendengar suara Suami ku memerintahkan 2 Pria kekar itu untuk menyeret ku keluar dan membawa ku pergi dari rumah. 

Aku menjerit ketakutan, tetapi saat melewati dihadapan Suami ku. Entah kenapa tatapannya penuh dengan luka dan penyesalan. 


********* 

Pria ini memandang Manager perusahaannya dengan angkuh dan dingin. "Aku tahu, sebentar lagi semuanya akan terjadi." 

Sang Manager hanya mengernyitkan dahinya bingung. "Kau terlalu cepat, aku sebagai sahabat mu hanya bisa memberi saran." Pria dingin itu membuang muka lalu berdecak. 

"Jadi menurut mu, ini bukan waktu yang tepat ? Aku sudah lama menunggu, dan kau pikir penantian ku selama ini apa ? Dasar bodoh." Pria itu lalu meraih remote pintu otomatis ruang kerjanya maka terbukalah pintu tersebut. "Ku rasa, pintu ku sudah menyuruh mu kembali bekerja..." 

"Tunggu apa lagi ? Kau bisa keluar sekarang." Manager atau sahabatnya itu mendengus kesal. 

"Pertimbangkan lagi saran ku, jangan ceroboh." Pria itu menggeleng. "Tidak akan, Cepatlah kau pergi." 

"Dasar !" Akhirnya Manager itu pun pergi meninggalkan Pria ini yang sedang asyik tertawa menahan gelinya. 

Begitu asyik tersenyum dan membayangkan hal-hal yang akan terjadi setelah ini, membuat perasaannya begitu senang. Senyumnya sirna saat ponselnya berdering menandakan ada yang menelpon. 

Senyuman itu kembali datang saat tahu siapa yang menelponnya. 

"Ya, Hallo sayang." 

"..........." 

"Mobil-mobilan ? Hanya itu yang kau mau ?" 

"..........." 

"Papa akan segera pulang, tunggulah dirumah. Bersihkan tubuh kotor mu itu dulu, jangan buat Ibu mu melaporkan hasil kenakalan mu disekolah kepada Papa." 

"..........." 

"Kau pintar sekali Bola, Cepatlah mandi lalu matikan Ponselnya dan kembalikan pada Ibu. Dahhhh Sayang." 

"............" Akhirnya sambungan singkat itu berakhir, Senyuman itu kini terukir lebih mengembang. 

"Ckck, dasar Bola. Kau pikir Papa mu bisa kau bodohi ? Lihat saja apa yang terjadi jika ayah pulang, kau pasti belum mandi." Pria itu menggelengkan kepalanya tak habis pikir karena anaknya begitu pandai mengakalinya, tetapi anaknya itu jugalah salah satu penyemangat terbesarnya. 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger