Home » » Baby For Alyssa ( Part 9.b )

Baby For Alyssa ( Part 9.b )


Sebuah ketukan pintu membuat Ify mengkerutkan keningnya, dan dia mengira bahwa yang mengetuk itu adalah Sivia dan mungkin ketinggalan akan sesuatu. Ify bergegas menuju pintu, "Ya Tuhan Sivia, kau bisa membuka pintu ini sendiri. Tan...pa..," Ucapan Ify menggantung begitu saja saat mendapati bukanlah Sivia yang saat ini berada dihadapannya. 

"Hai Ify." Ify mengkerutkan keningnya, menatap lelaki dihadapannya ini sambil membawa tas gendong bayi dan juga 1 koper besar, setelah selesai menelusuri lelaki itu. Ify kembali menatapnya, "Fy, bisakah kau mengambil Clara didalam mobil ?." Pintanya, Ify mendelik kemudian melangkah cepat menuju mobil berwarna hitam legam didepan teras rumahnya, namun sebelumnya dia merutuki lelaki itu -Argario Tersaa-. Bisa-bisanya meninggalkan seorang bayi sendirian didalam mobil ? Sedangkan dia telah keluar dari mobil sambil membawa tas gendong bayi dan juga 1 koper besar. Dan anaknya sendiri dia tinggal begitu saja, Ya Tuhan ! Memang benar adanya Ayah seaneh Rio. 

Ify membuka pintu mobil dan mendapati Clara tertidur didalam box khusus yang memang tersedia ditengah-tengah kursi penumpang mobil. Ify mengangkat Clara dengan hati-hati lalu mencium pipi gembungnya yang lembut, aroma bayi Clara menguar begitu saja saat didekapannya. "Masih tidur ya, ayo bangun. Putri kecil harus bangun pagi." Goda Ify sambil menggesekkan hidungnya tepat dipipi berisi Clara, Clara pun menggeliat seolah-olah memberi peringatan tidak ingin diganggu, Ify terkekeh geli. "Sepertinya kau tidak ingin diganggu, baiklah kita masuk kedalam agar kau bisa tidur sepuasnya seperti tupay yang ingin berhibernasi." Kemudian Ify melangkah menuju teras rumahnya, dan menatap Rio sengit. 

"Kenapa kau membawa Clara sepagi ini ? Dan itu...,"Ify menunjuk semua tas yang berada dihadapan Rio. "Untuk apa kau membawa tas sebanyak itu kesini ? Kau tidak ingin mengusir Clara dari rumah mu ?." Pertanyaan Ify seperti seekor Induk ayam yang marah karena merasa anaknya sedang diganggu. Rio menelan ludahnya susah, "aku...aku tidak mengusir Clara Ify." Jawab Rio sesantai mungkin lalu tersenyum. "Aku dan Clara memutuskan untuk tinggal disini beberapa waktu...." Lanjut Rio kemudian, namun mampu membuat Ify syok berat. Baru satu hari meninggalkan rumah megah milik Rio, baru satu hari Ia lepas dari lelaki dihadapannya ini, tapi kenapa sekarang seolah-olah, Dengan lepasnya Ia dari rumah itu, tidak sepenuhnya lepas ? Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya didalam otak lelaki tampan dihadapannya ini? yang benar saja dia akan menginap dengan lelaki yang bukan dari keluarganya ? Yang benar saja lelaki yang terkenal dengan kehidupan mewah ini akan menginap disini dengan semua kekurangan yang ada dirumah Ify. 

Rio yang menyadari akan perubahan mimik wajah Ify langsung bersuara. "Jangan cemas, aku telah meminta Izin ketua Rukun Tetangga tempat ini bahwa aku akan tinggal beberapa waktu dirumah saudara ku bernama Ify." Jelas Rio lalu kembali menghembuskan nafasnya. "Ya, aku tahu di agama kita tidak memperbolehkan berbohong, apalagi seorang lelaki bukan keluarga menginap dirumah seorang perempuan yang bukan keluarganya." Rio menatap Clara yang tertidur didekapan Ify. 

"Aku melakukannya demi Clara Ify, dia menangisi mu. Ku harap kau bisa memaklumi akan posisi ku, aku hanya ingin menuruti permintaan putri ku." Ucap Rio kembali menatap Ify, "kalau begitu kenapa tidak Clara saja yang menginap disini tanpa harus kau yang juga menginap. Lagi pula kau begitu takut pada Clara." Balas Ify, "walaupun aku tidak ingin berdekatan apalagi menyentuhnya, batin seorang Ayah selalu merindukan sosok nyata anaknya. Aku tidak bisa kalau tidak melihat Clara dalam hitungan jam." Ify tak lagi menegakkan dagu tirusnya mungkin merasa Iba terhadap Rio. 

Rio kembali tersenyum. "Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan mempersoalkan ini dengan pernikahan itu. Jika kau tidak ingin, aku tidak memaksa." Inilah yang sejak tadi Ify khawatirkan takut-takut Rio membahas tentang pernikahan yang tidak diinginkannya itu, tapi sekarang ? Ia bisa bernafas lega karena Rio tidak akan memaksanya lagi. 


Dengan cepat Rio menahan lengan Ify yang akan masuk. "Hm, saat dirumah ku waktu itu saat kau pingsan. Apa kau tidak mengingat apapun ?." Tanya Rio dengan ekspresi tidak terbaca namun matanya memancarkan ketakutan. Ify tidak menyadari akan ekspresi wajah Rio Gadis itu menggeleng, "Karena pingsan yang aneh itu, aku tidak mengingat apa pun, yang ku ingat hanya berada diruang kerja mu sesuai permintaan mu, lalu aku tidak mengingat apapun lagi setelahnya." 

Rio menghembuskan nafasnya lega. "Yasudah kalau begitu, bawa Clara masuk. Aku akan pergi ke kantor setelah ini, banyak pekerjaan yang menunggu ku. Aku tidak akan menginap disini sesering mungkin apabila membuat mu gelisah, jika aku merindukan Clara saja baru aku akan menginap disini." 

Rio pun meletakkan semua tas yang Ia bawa masuk ke dalam Rumah Ify, kemudian menatap Ify seraya tersenyum. Ify mengkerutkan keningnya, "Maaf telah merepotkan mu Ify, aku harap kau bisa menerima kami. Kalau begitu aku pergi, titip Clara ya." Tiba-tiba saja Rio mengecup kening Ify dengan lembut, Seperti tidak memberikan waktu untuk Ify berbicara, Rio langsung menuju mobil lalu menggas pelan. Dan Ify? Ia menatap kepergian Rio dengan ekspresi kesal, sudah 2 kali lelaki itu mengecupnya tanpa permisi. Ify menghela nafasnya, jika saja alasan itu bukan karena Clara, detik itu juga dia menolak permintaan Rio. Karena menurutnya sifat Rio selalu berubah-ubah. Entah itu baik, lembut, penyayang seperti sekarang atau bahkan berubah seperti Kemarin pemaksa, kasar apalagi Ify mengingat saat lelaki itu memakinya seperti barang murahan ? Ck. Rasanya Ia ingin melempar kepala lelaki itu dengan batu yang berukuran cukup besar, Pipi Ify bersemu merah saat mengingat kejadian dikamar Clara waktu itu. Rio mencium puncak kepalanya dan menurun ke keningnya, pernyataan Perasaan Rio bahwa Ia mencemburui dirinya bersama Zariel. Ify menepis semua pikiran Gila itu, tidak mungkin Rio mencintainya. Pikiran Ify beralih pada nama -Zariel Ltuno- ? Lelaki itu, bagaimana kabarnya sekarang ? Ah Ya Tuhan. Masihkah ada rasa terhadap lelaki yang membohonginya itu ? Masih ada kah ? Atau sebenarnya hanya tertutup oleh embun luka dan Rasa itu masih benar adanya ?. Ify memejamkan matanya sejenak, Zariel sudah mempunyai kehidupan yang sangat jauh berbeda sekarang. Dia bukan lagi Zariel yang berstatus sendiri tetapi sudah mempunyai perempuan lain yang sah. Walaupun sampai saat ini Ify belum mengetahui siapa Istri Zariel, dan apakah sudah mempunyai anak ? Tapi setidaknya, Ia harus membuang perasaan yang dulu agar tidak kembali terkuak. 

Ify menatap Clara yang masih tidur didekapannya lalu mencium kembali pipi berisi Clara. Menghela nafasnya kemudian, "Bubu harap, jalan hidup mu tidak sesulit Bubu Clara." 


******** 

Rio berdiri tegap dibalik Gorden transparan yang membentang pada kaca bening begitu tebal pada ruang kerjanya. Kedua tangannya Ia masukkan begitu saja pada saku celana, Tatapan matanya nanar dan begitu kosong. Ada rasa bahagia yang menjalar namun disaat yang bersamaan rasa ketakutan pun juga ikut menembus dimensi akal sehatnya. 

"Kau bodoh Rio, Kau brengsek !." 

-------- 

Rio memejamkan matanya, lalu melangkah pelan. Benarkah ? Benarkah yang diucapkan Zariel ? Awalnya Ia tidak mempercayai itu semua, namun saat mendesak sang dokter khusus yang memang Rio sewa menjadi dokter pribadi Agni, menanyakan semuanya tanpa ada sisa sedikitpun. Dan benar ! Semua yang dikatakan oleh Zariel benar adanya. Hati Rio begitu sakit, lebih sakit dari kebohongan-kebohongan sebelumnya. 

"Agni." Panggil Rio mencoba dengan suara pelan, tetap tak ada sahutan atau pun gerakan kecil dari perempuan itu. Hati Rio semakin sakit atas kebohongan ini, Agni benar-benar tidak menginginkan dia tahu bahwa perempuan itu sudah sadar. "Sebegitu tak sukanya kau kepada ku Agni ? Aku orang pertama yang mencemaskan mu saat kau tengah mengandung Clara, dan suami mu Zariel bersikap Seolah-olah tidak peduli dengan mu ? Aku yang pertama kali datang saat kecelakaan yang menimpa mu, juga yang menemani mu melahirkan, dan aku yang mengurus Clara sampai saat ini sesuai keinginan mu. Ini balasan mu pada ku Agni ? INI !." Rio terduduk dilantai, tetes demi air matanya berlinang begitu saja. Benar-benar menjadi orang bodoh dan kehilangan akal hanya karena Cinta ? Persetan dengan Cinta ! 

Agni masih bergeming, tidak sama sekali bergerak sedikit pun. Rio kembali beranjak lalu meraih jari manis kiri Agni yang melingkarkan cincin emas putih bukti pernikahannya bersama Zariel. "Kau masih tetap bersikap tidak sadar dihadapan ku ?." Suaranya meninggi pancaran matanya murka Seketika, Tanpa ada rasa kasihan sedikit pun Rio berusaha melepaskan cincin pernikahan Agni dengan Zariel yang melingkar pada jari manis Agni dengan paksa, tidak seperti yang sebelum-sebelumnya. Rio mulai melihat kening Agni yang bertatut namun perempuan itu masih tetap pada pendiriannya, tidak ingin Rio tahu bahwa Ia memanglah sadar. Sekuat tenaga Agni mencoba menahan sakit atas perlakuan kasar Rio yang terus berusaha melepaskan cincin pada jari manisnya. 

Rasa kasihan pun kini menjalar pada Rio, akhirnya Ia pun melepaskan jari manis Agni begitu saja. Ia kembali terduduk dilantai, "Aku selalu memberikan dan melakukan hal yang membuat mu tenang dan bahagia. Dan balasan yang berulang kali ku terima .... Kebohongan ! Lakukanlah, lakukan apa saja yang kau mau. Oh atau kau ? Kau ingin melihat aku mati sekalipun dihadapan mu saat ini ?biar kau puas ? Ck. Baiklah, tunggu disini." Rio pun langsung mencari sebuah benda tajam, Yah !akhirnya Ia mendapat sebilah pisau tajam yang berada pada laci meja ruangan Agni. 

"Lihat Agni, ini kan yang kau mau ?." Rio langsung melayangkan pisau tajam itu pada dirinya. "RIOOO BERHENTI !." 

Sedikit lagi pisau itu akan merobek perutnya, jika saja Teriakan dari perempuan yang Ia cintai itu tidak didengar olehnya. Perempuan itu tidak hanya berteriak dan sadar dihadapan Rio tapi juga menjatuhkan diri dari Bed miliknya. Perempuan itu menangis, memanggil nama Rio untuk berhenti, dengan segera Rio menghampirinya membuang pisau itu asal kemudian memeluk perempuan yang begitu Ia cintai hingga saat ini. 

"Jangan lakukan hal sebodoh itu Rio. Jangan pernah....," Isakan itu begitu menyayat hati Rio tanpa ampun, kecupan demi kecupan pada puncak kepala Agni terus Ia jatuhkan, dan tanpa terasa Air matanya juga ikut mengalir kembali. 

"Rio, ku mohon... Jangan pernah melakukannya." Mohon Agni, dengan samar Rio mengangguk. Untuk membalas ucapan dari Agni, perempuan yang kunjung Ia nanti akan kesadarannya tak mampu Ia lakukan. Sakit akan kebohongan Agni bercampur hebat dengan rasa kebahagiaannya karena perempuan ini memang sadar dan benar-benar nyata berbicara kepadanya tidak seperti waktu-waktu sebelumnya. 

Rio terus memeluk erat Agni, terus mengecup dengan lembut puncak kepalanya, memberi keyakinan dan kepercayaan kepada Agni bahwa dia tak akan melakukan hal sebodoh tadi. "Aku melakukannya demi kau Agni, demi kau..," Akhirnya dengan sekuat tenaga, Rio berhasil berucap. Tanpa terasa Agni membalas pelukannya menenggelamkan kepala mungilnya tepat pada dada bidang Rio. 

Isakan Agni mulai mereda. "Maafkan aku yang terus berbohong kepada mu Rio, aku ingin kau membenci ku. Aku terlalu banyak membuat kesalahan terhadap mu, aku tidak pantas untuk terus mendapatkan perhatian yang berlebih....," Ucapan Agni terpotong, Rio melepaskan pelukannya kemudian menempalkan jari telunjuknya tepat pada bibir mungil Agni. 

Rio tersenyum. "Sttt, aku memang marah, dan bahkan sangat marah atas kebohongan yang selalu kau buat pada ku. Tapi semua mereda begitu saja saat aku melihat sendiri sekarang kalau kau telah sadar, semua terbayar." Agni menatap Rio dalam, Air mata lelaki itu masih mengalir. Dengan lembut diusapnya air mata Rio, "jika air mata mu ini terus saja turun, ku pastikan aku tidak akan sadar lagi." Ungkap Agni 

Rio menahan kedua tangan Agni yang masih menempel di pipinya, mencium jemari Agni secara bergantian. "Kesadaran mu akan ku bayar dengan nyawa ku. Dengar itu Agni," ucapan Rio seperti sebuah ancaman, Agni terkekeh melihat lelaki yang begitu mencintainya ini. Agni terus bertanya kenapa Rasa cinta itu tak kunjung datang untuk Rio ? Apalagi yang kurang dari Rio ? Kenapa hatinya masih saja mengharapkan seorang Zariel yang jelas-jelas tidak mencintainya ?.... 

Rio menggendong tubuh Agni dan kembali menidurkan pada Bednya. "Aku lumpuh." Ungkap Agni membuat Rio yang akan menyelimuti tubuh mungil perempuan itu terhenti sejenak, Rio menatap Agni. "Aku tidak peduli... Seburuk apa pun dirimu." Balas Rio mantap, Agni meneguk ludahnya susah. Sepertinya ini bukan topik pilihan yang tepat. Ya Tuhan ! Hampir saja Ia lupa akan menanyakan putri kecilnya yang sejak Ia melahirkan sampai saat ini belum di lihatnya. 

"Ri..Rio." Panggil Agni, Rio menoleh. "Ya." 

"Clara, bagaimana keadaan putri ku?." Rio menarik kursi lalu duduk disamping Bed Agni menggenggam tangan kanan Agni dengan lembut. "Dia sehat, kau tenang saja." Agni mengangguk, ingin sekali sekarang Ia melihat sosok putri kecilnya itu. Putri kecilnya bersama Zariel, Agni tersenyum penuh harap. 

"Maaf telah merepotkan mu Rio, setelah kepulangan ku dari sini. Aku akan mengurus Clara sendiri," Rio menggeleng. "Kau tidak akan mengurus Clara sendiri, aku akan menanggung semuanya sebagai Ayah Clara." Hati Agni mencelos saat mendengar ucapan Rio. Tidak ! Itu tidak pernah dia inginkan, Zariel yang berhak atas posisi Ayah Clara bukan Rio. "Zariel yang berhak atas Ayahnya Rio, walaupun ku tahu dia tidak mencintai ku. Tapi dia sepertinya begitu menyayangi Clara, aku mendengar sendiri ucapannya." Lanjut Agni dengan kata penuh arti agar Rio paham. 

Rio tersenyum getir. "Yah, Aku tahu itu. Waktu itu dia menyodorkan ku surat pengalihan hak asuh terhadap Clara, dia mengambil Alvin sebagai pengacaranya. Tapi akhirnya aku berhasil memenangkan Clara walau bukan berakhir di meja hijau." Rio menghela nafasnya, kemudian beranjak. "Sudah malam, aku takut Clara nakal dan membuat pelayannya kewalahan. Kau tahu ? Putri kecil itu begitu nakal dan lincah seperti mu." Agni terkekeh, "Terima kasih Rio." Rio mengangguk seraya mencondongkan wajahnya untuk mengecup lembut dahi Agni. "Aku pulang, jaga dirimu baik-baik. Besok aku kembali," pamit Rio dan diangguki oleh Agni. "Hati-hati." Dan hanya dibalas senyuman oleh Rio. 


Saat beberapa langkah meninggalkan ruangan Agni, Rio berhenti karena Ponselnya berdering. Ia merogoh saku Jasnya lalu mengkerutkan dahinya 'nomor tidak dikenal'. Rio pun memutuskan untuk mengangkatnya. 


'Hallo.' Ucap Rio 

'Hallo Rio.' Balas orang diseberang sana, Rio menjauhkan Ponselnya dari telinganya sejenak Sepertinya Ia mengetahui siapa yang menelpon. -Phalvin Sena-. 

'Alvin, kau kah itu?.' 

'Ya, Ini aku Alvin.' Rio berdecak kesal, berani-beraninya lelaki itu menelponnya malam begini. Rio begitu membenci Alvin karena Rio merasa Alvin yang lebih memilih Iyel daripada dirinya. 

'Untuk apa kau menghubungi ku?.' 

'Kau Brengsek Rio !.' Seru Alvin, nada bicaranya langsung berubah penuh kemarahan, Rio kembali bingung emosinya ikut tersulut. 

'Jika yang ingin kau katakan hanya untuk memaki ku ? Kau begitu membuang waktu ku.' 

'Cissh, masih menampakkan raut seperti seorang lelaki yang polos ? Aku tidak menyangka kau melakukan hal sepicik itu untuk kedua kalinya, kau dengar Rio ! Kau dengarkan ucapan ku baik-baik.' Terdengar suara helaan nafas dari Alvin diseberang sana. 

'......' Rio memilih diam, firasatnya mengatakan hal buruk 

'Kau beruntung karena aku tidak melaporkan kejahatan yang kau lakukan kepada Zariel, bahwa kau telah meniduri Gadis yang dicintainya disaat tidak sadar.' Ucapan Alvin mampu membuat Rio terhuyung, firasatnya benar. Ini adalah hal buruk, Rio pastikan Alvin telah mengetahui semuanya. 


'......' Lagi-lagi Rio diam tidak tahu akan menjawab apa. 

'Kau dengar Rio, aku tidak akan melaporkan kejahatan picik mu ini kepada Zariel ataupun Ify yang memang tidak menyadari kalau dia telah terkotori oleh mu. Tapi kau harus ingat, kau harus menebus semua kejahatan mu ini kepada Gadis polos yang tidak tahu apa-apa itu. Dia berada dirumah kontrakannya, kau tidak perlu tahu bagaimana bisa aku membawanya pergi dari istana neraka mu itu dan aku telah mengatur semuanya. Aku mengatakan pada Ify bahwa dia pingsan dan kau menyuruh ku untuk membawanya pulang kerumah konrtakannya. Jadi, hanya kau saja yang perlu berakting sebaik mungkin untuk menutupi kejahatan gila mu ini.' 

'Aku menyesal Alvin.' 

'Ck. Kau menyesal ? Lelucon ! Aku akan melepas tanggungan ku dalam kejahatan mu ini jika Ify telah menyadari akan perubahan pada dirinya, Ingat itu..,' 


Perbincangan mereka pun berakhir, tubuh Rio menyatu dengan tembok dengan perlahan Ia terduduk dilantai. Baru saja Ia mendapatkan kebahagiaan dan sekarang harus diliputi akan kecemasan juga ketakutan akibat tingkah bodohnya terhadap gadis polos itu. Rio tidak takut jika Zariel mengetahuinya, tapi jika lelaki itu tahu, maka Agnilah yang menjadi balasan setimpal akan perbuatan yang dibuat oleh Rio. Jujur, Rio melakukan itu karena dorongan-dorongan dan akibat tertekan atas semua keadaan yang menimpanya. Rio mengacak rambutnya frustasi lalu bangun dan melangkah lunglai menuju pintu keluar Rumah Sakit. 


----------- 

Rio begitu ingat jelas akan kemarahan Alvin terhadapnya tadi malam, "Apa yang harus ku lakukan saat ini ? Mungkin untuk sementara aku akan mengurangi waktu ku menjenguk Agni." Gumam Rio kemudian mengangguk mantap, "dan semoga Ify tidak..... Arghhhh." Rio mengacak rambutya frustasi kemudian melangkah keluar dari ruang kerjanya. 


******** 


Sejak tadi menempuh perjalanan dengan berjalan kaki sampai ke Terminal Bus ini membuat Sivia begitu berkeringat, Wajahnya benar-benar menunjukkan ke lelahan. Tak henti-hentinya Ia menatap orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya seraya meneguk Air mineral atau semacamnya tepat dihadapan Gadis ini. 

Ia melirik pada uangnya yang hanya cukup untuk pulang ke Desa, jika Ia membeli minuman nantinya Ia malahan tidak bisa pulang. Dan seharusnya Ia menerima saja Uang dari Ify tadi, tapi Sivia juga tahu bahwa Ify lebih membutuhkannya mengingat sahabatnya itu pengangguran. Sivia jadi teringat hal yang menimpa sahabatnya itu, begitu malang sekali Ify ? Bagaimana jika Ia tahu nanti ? Apakah Ify akan membencinya ? 

Batin Sivia terus bersuara, Pandangannya kosong tetap berdiri sampai Bus dengan jurusan ke Desanya datang. 

"Ehmm.. Sepertinya kita bertemu lagi, dan kali ini disengaja." Sivia langsung melompat saat sebuah suara mengagetkannya begitu saja, Ia menoleh. 

"Alvin, kau...? Bagaimana kau bisa disini?." Tanya Sivia cepat, wajahnya menampakkan ekspresi marah. Alvin berpikir bahwa Sivia masih tidak terima dengan kebohongan kepada sahabatnya itu. 

Alvin mendekat. "Hmmm... Sepertinya, aku perlu mencium pucuk hidung mu lagi agar kau bisa bersikap jinak seperti malam itu." Wajah Sivia seketika bersemu merah saat mendengar ucapan dari Alvin, Sivia malu. 

Alvin terkekeh. "Tadi aku berniat ingin menjenguk kalian berdua, tiba-tiba saja aku melihat mu ditrotoar dan mengarah ke teriminal ini. Aku mengikuti mu." Jelas Alvin, "Dasar laki-laki penguntit diam-diam." 

Alvin membeku ditempat. "Dasar laki-laki penguntit." Kata-kata itu memutari otaknya tanpa ampun, kalimat yang selalu Ia dengar saat itu. Dan kini, Sivia mengatakan hal yang sama walaupun Ia tahu Sivia secara kebetulan saja mengatakannya. Namun mampu membuat Alvin terdiam, dengan satu helaan membuat tubuh mungil Sivia terengkuh sempurna olehnya. "Aku merindukan mu... Aku merindukan mu." 
Sivia tengah syok atas semua perlakuan Alvin yang tiba-tiba ini, membuatnya tidak menyadari bahwa sekarang berpuluh-puluh pasang mata memperhatikan mereka berdua sebagai tontonan drama tanpa memungut biaya. 

"Alvin....," gumam Sivia tak percaya 


******** 


Zariel menatap Agni dengan tatapan tajam, dan Agni hanya bisa menutupi ke gugupannya dengan memandang kearah lain. Sudah 20 menit berlalu dan yang mereka lakukan hanya berdiam seperti ini, tak ada yang mau bersuara. Agni yang berbaring di Bednya begitu enggan untuk bersuara, Hembusan nafas kasar terdengar ditelinga Agni. 

"Agni..," suara berat dari Iyel mampu membuat Agni menoleh. "I...iya.," balas Agni gugup 

"Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu pada mu." Merasa tertarik, Agni tersenyum manis namun mendapat balasan sinis dari Iyel. "Jangan berharap yang berlebih." Lanjut Iyel penuh penekanan 

"Aku sedang mempersiapkan perceraian kita." Agni langsung menatap Iyel dengan tatapan tidak percaya. "Kau bercanda kan Yel ? Bagaimana dengan Clara ? Dia membutuhkan seorang Ayah Yel." Zariel menaikkan satu alisnya dan kembali tersenyum sinis. 

"Apa kau bilang ? Bagaimana dengan Clara yang membutuhkan seorang Ayah ? Lelucon !." Balas Iyel sengit, Agni memejamkan matanya mencoba menahan air matanya agar tak mengalir. "Kau sendiri yang mempercayakan Rio untuk mengasuhnya Agni ! Kau sendiri yang menyuruh Rio untuk menjaganya, bukan aku. Aku memang tidak mencintai mu, bukan berarti aku tidak mencintai anak ku sendiri sekalipun itu karena disengaja oleh mu dan dari rahim mu !." Akhirnya mengalir sudah air mata yang berusaha Agni tahan sejak tadi, dia menangis dalam diam tapi Iyel tahu perempuan itu tengah menangis. 

"Dan sekarang kau bilang, bagaimana dengan Clara ? Betapa kecewanya aku saat tahu bahwa kau mempercayakan Clara pada Rio. Sedangkan aku ? Aku sebagai Ayahnya sendiri sampai saat ini tidak pernah menyentuh anak ku, karena lelaki Brengsek itu selalu mengancam ku !." Raut wajah Iyel tidak terbaca 

"Aku akan segera melayangkan talak kepada mu." Akhirnya Iyel pun melangkah pergi dari ruang rawat Agni. Hati Agni benar-benar menjerit menahan sakit yang terus-menerus mendesaknya. Jika Ia tahu saat Ia sadar akan seperti ini jadinya ? Ia lebih memutuskan untuk tidak sadar selamanya. Karena begitu sulit untuk dijalani baginya saat ini.. 

"Zariel....," 


******** 


Rio masuk begitu saja ke dalam Rumah Ify yang memang tidak terkunci, membawa banyak makanan dan perlengkapan masak lainnya. Karena Rio tahu bahwa Gadis polos seperti Ify tidak mungkin mempunyai makanan dirumahnya. 

Ify keluar dari kamar saat mendengar suara gaduh, mendapati tangan Rio menggenggam bungkusan-bungkusan besar. "Aku lapar, kau bisa memasak ?." 

Ify mengangguk ragu. "Untuk apa makanan sebanyak ini ? Pesta ?." Rio terkekeh. "Bukan, ini untuk perlengkapan bulanan. Kau bisa memasak apa saja yang enak untuk dimakan, tadinya aku ingin makan diluar, kuingat-ingat kau sepertinya belum makan. Lekaslah memasak apa saja yang kau mau, dengan senang hati perut ku pasti memakannya. Akan ku letakkan di dapur." Rio bergegas menuju dapur, Ify menatap punggung Rio yang berbalut kemeja masih rapi tanpa jas itu menghilang dibalik dapur. Ify mengerjapkan matanya sejenak. "Ya Tuhan. Apa yang ku pikirkan." Gumam Ify 

Entah kenapa sekarang Rio kembali menjadi berhati malaikat seperti itu ? Tidak lagi bersikap kasar atau hal buruk lainnya. Yasudahlah, daripada lelaki itu menjadi pribadi buruk lagi sebaiknya Ia memutuskan untuk menuruti permintaan lelaki itu yang katanya dia lapar. 

Rio menoleh ke arah Ify yang sedang mengambil beberapa sayuran kemudian mencucinya. Ia beranjak dan berdiri tepat disamping Ify lalu merebut sayuran-sayuran yang Ify cuci. "Kau siapkan saja bumbunya, biar aku mencuci dan memotong sayuran ini. Mungkin kau bisa mempraktekkan bagaimana cara terbaik untuk memotong sayuran pada ku setelah aku mencucinya." Jelas Rio seraya tersenyum, Ify menggeleng. "Sebaiknya kau duduk manis saja diruang tengah, aku bisa sendiri." 


Ify menjadi gugup saat Rio menatapnya seperti itu, "baiklah jika kau tidak mau ku bantu, aku akan duduk manis sesuai permintaan mu. Oh ya, Clara tidur ?." Ify mengangguk, "Iya, tadi dia bangun lalu aku buatkan saja dia bubur setelah selesai makan dia kembali tidur." 

Rio tersenyum simpul. "Terima kasih Ify telah banyak membantu." Kembali Rio menjatuhkan kecupannya tepat dikening Ify dan kemudian berlalu. "Aku bisa Gila jika Rio terus memperlakukan ku seperti ini Tuhan." Jerit Ify 


Rio meletakkan seluruh perlengkapan melukisnya diruang tengah Ify, selama menunggu lebih Ia pergunakan untuk mencoret-coret indah saja. Ini adalah hobby Rio sejak kecil namun hanya Ia lakukan jika mendapat waktu senggang saja. Sudah begitu lama rasanya Ia tidak melukis, apalagi memegang kanvas kesayangannya ini... 

"Ku harap, jari-jari kekar ku masih terlatih untuk melukis." 


********* 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger