Home » » Baby For Alyssa ( Part 9 )

Baby For Alyssa ( Part 9 )


Rio baru saja selesai membersihkan dirinya dikamar mandi, diliriknya sosok gadis polos yang masih tertidur dengan lelapnya pada bed king miliknya lantas Ia tersenyum sinis. Ia mendekat lalu duduk di pinggir Bed tepat disamping gadis itu yang masih tertidur, ada rasa kasihan yang lalu menjalar ditubuhnya namun Ia tepis begitu saja saat mengingat akan pembalasan dendamnya.

"Kau memang tidak bersalah disini, tapi kau telah mengambil semuanya dari Agni. Dan Zariel, kakak ku yang terlalu bodoh itu menyia-nyiakan Agni begitu saja, karena memilih mu sebagai hatinya." Ungkap Rio dengan nada pelan.

Ia pun beranjak, tatapannya tetap tajam kearah gadis polos itu yang saat ini tertidur benar-benar hanya tertutupi oleh selimut. "Yah Ify, lelaki yang mencintai mu itu adalah kakak kandung ku, Zariel Ltuno Gardian. Dan aku ? Argario Tersaa Gardian." Jelas Rio, walaupun Ia tahu gadis itu tidak akan mendengar semua ucapannya.

"Aku dan Zariel mulai berperang dingin saat pernikahannya bersama Agni. Tapi ternyata saat meninggalnya kedua orang kami karena kecelakaan pesawat waktu lalu, membuat perang dingin ini berubah menjadi panas. Kami tidak lagi menggunakan nama Marga dari orang Tua kami karena baik aku maupun Zariel memutuskan untuk menjadi mu'alaf." Rio tersenyum miris. "Kau tahu ? Aku sama sekali tidak berpikiran akan berperang dengan saudara ku sendiri ! Tapi ini mengenai Hati dan Cinta, hingga aku dan dia dituntut untuk saling menjadi musuh. Musuh diantara persaudaraan." Rio memejamkan matanya merasa Ia begitu bodoh akan hal yang Ia lakukan sekarang hanya demi dendam.

-------

Rio memasuki kamar Zariel sang kakak dengan membawa segelas Teh aroma melati kesukaan Iyel. Ia mendapati sang kakak kini sedang mengerjakan tugas skripsi kuliahnya, Ia lalu menepuk bahu sang kakak.

"Aku membawakan minuman kesukaan mu, dan sepertinya kau haus karena terlalu sibuk dengan tugas kuliah mu itu." Rio meletakkan secangkir teh tersebut tepat disamping Iyel. "Kau begitu perhatian sekali Rio." Ungkap Iyel dengan nada yang begitu ramah lalu menyesap secangkir teh aroma melati itu.

"Maafkan aku Yel, ku lakukan demi Agni. Aku rela jika mempertaruhkan persaudaraan kita." Batin Rio tersenyum getir, Ia terus memperhatikan sang kakak menghabisi seluruh teh yang Rio bawakan untuknya. "Kalau begitu aku ingin kembali ke kamar, semoga tugas mu sukses." Pamit Rio lantas beranjak. "Terima kasih sekali lagi Rio atas Teh ini." Rio mengangguk seraya tersenyum baru akan melangkah kakinya keluar kamar, Ia mendengar Iyel yang terjatuh dari kursinya. Rio memejamkan mata, lalu menoleh kearah tangga mendapati Agni yang tidak terbaca akan raut wajahnya. Rio mendekat, "Lakukanlah Agni, sebagaimana mestinya kau ingin memilikinya." Rio tersenyum tanpa arti.

"Rio..ak... Aku, aku tid..," Rio memegang bahu Agni lembut. "Lakukanlah, tidak perlu memikirkan perasaan ku. Aku selalu ada untuk mu," Rio pun berlalu meninggalkan Agni yang mematung menatap kamar Zariel yang Ia pastikan bahwa lelaki itu sudah pingsan karena Campuran Teh yang dibawakan oleh Rio tadi adalah obat penidur dengan kadar tinggi.

Agni meneguk ludahnya susah, lalu melangkah menuju kamar zariel. "Maafkan Aku Rio, maafkan Aku." Gumam Agni

--------

Rio melangkah keluar dari kamarnya, saat melamunkan kejadian licik yang Ia lakukan pada kakak Kandungnya sendiri dulu, dan kali ini Ia melakukan hal yang sama. Hal paling licik hanya karena Cinta ? Rio menggelengkan kepalanya frustasi, namun sebelum Ia pergi. Ia menyempatkan diri untuk menengok Clara. Clara yang seharusnya menjadi keponakannya sendiri, bukan berpura-berpura sebagai Ayah dari Clara. Lagi-lagi Ia memejamkan matanya, merasa menjadi penjahat yang benar-benar licik bahkan begitu licik. "Maafkan Om Clara, Maafkan Om." Ia lantas pergi dengan berbagai benak kesalahan


***********

Agni menatap lembut figura foto yang terdapat 2 sosok lelaki yang tengah merangkul dirinya dan berada tepat diantara kedua sosok itu. Agni tersenyum getir lantas memeluk figura itu dengan sayang. "Aku tidak tahu, kalau kehancuran kalian berawal dari ku."

Agni mengusap lembut air matanya yang kian terus mengalir dan menolak untuk berhenti. "Aku.. Aku akan memperbaiki semua kehancuran ini." Lanjutnya lagi lalu menatap Kedua kakinya yang telah dipastikan oleh dokter bagian tubuhnya yang mengalami kelumpuhan total. "Kau benar Zariel, aku perempuan yang tidak tahu akan kata Terima kasih. Terus menuntut kemauan ku," gumamnya lirih. "Dan Tuhan membalas ku melalui kelumpuhan ini, melalui kelumpuhan ini."

----------

Lelaki jangkung tampan ini tak henti-hentinya menggenggam lembut jemari mungil sang gadisnya. Sepasang cincin pengikat diantara keduanya melingkar tegas pada jari manis kiri masing-masing. Lelaki itu menatap gadisnya lalu mengecup lembut jemari mungil itu, dan hanya mendapat balasan senyuman kecil dari gadis disampingnya yang nampak gelisah.

Lelaki itu mengkerutkan keningnya, "ada apa sayang? Apakah ada yang sakit ?." Tanya lelaki itu -Argario Tersaa-, sang gadis -Agnissya Gissel Lavendo- menggelengkan kepalanya lemah. "Aku tidak apa-apa, jangan cemas." Ungkapnya, membuat Rio tersenyum lembut. Mereka pun kembali menikmati malam yang dingin itu ditaman belakang, menjulurkan kaki ke dalam kolam yang tengah memantulkan sinar bulan yang terang memberikan kesan romantis untuk keduanya.

Agni menatap Rio yang tengah tersenyum, arah pandangannya tepat pada pantulan sinar bulan, Agni pun mengikuti hal yang sama lalu bersuara. "Rio..," Rio lantas menoleh kearah Agni yang kini telah menunduk, dirasakannya genggaman Rio yang mengerat membuat hatinya mencelos.

"Aku...bolehkah aku meminta sesuatu dari mu ?." Tanya Agni gugup, Rio mengangguk antusias. "Katakan sayang, aku akan melakukannya." Jawab Rio penuh kesungguhan. Agni memekamkan matanya sekian detik, "Tapi ku mohon, jika aku telah mengatakannya. Jangan ada pertengkaran, ku mohon Rio." Rio nampak mengkerutkan keningnya begitu bingung dengan ucapan Agni, Ia lantas melepaskan genggamannya. Menghadap tepat kearah Agni yang menunduk. Lalu dihelanya dagu gadis itu dengan bantuan ibu jari dan jari telunjuknya, "katakan, aku perlu penjelasan mu. Pertengkaran apa yang kau maksud, hmm?." Ucap Rio tersenyum, Agni menatap kedua bola mata Rio yang menatapnya begitu lembut pancaran yang memberi ketenangan dan keteduhan disana.

"Pertunangan ini, Pertunangan ini ku mohon dibatalkan Rio. Aku... Aku tidak bisa melanjtkannya." Rio membeku ditempat, kedua jarinya yang masih memegang lembut dagu Agni, terlepas begitu saja. Tatapannya tidak lagi menatap Agni yang kini tengah menangis, tatapan matanya kosong. "Kau...kau ingin berbuat lelucon Agni ? Sungguh, lelucon mu begitu menggelikan. Hahahaha." Tawanya terdengar kosong, matanya mengisyaratkan sebuah kepedihan.

"Aku serius Rio, aku tidak bisa melanjutkannya." Tukas Agni, Rio lantas mencengkram bahu Agni menatap tajam ke arah Gadisnya itu. "Tidak Agni, kau pasti berbohong. Kau pas...,"

"Cukup Rio ! Aku tidak mencintai mu, usaha ku untuk menjalani semua hubungan ini sampai ke jenjang sedalam ini membuat ku harus mengakhirinya, aku tidak mau kau sakit terlalu dalam. Karena dari awal hubungan ini terjalin, aku mempunyai maksud lain....," Agni mencoba menarik nafasnya, Rio mengetatkan rahangnya menahan seluruh amarahnya. Apa tadi yang dia ucapkan ? Tidak mencintainya selama ini ? Lalu apa ? Arti dari semua hubungan ini terjalin sampai sedalam ini ? Hanya sebuah permainan ?.

"Katakan, apa maksud lain dari semua ini, KATAKAN AGNI ! KATAKAN!." Entah sadar atau tidak, Rio mengguncangkan bahu Agni begitu kuat dan membuat gadis itu menahan sakit dalam tangis, Agni tahu Ia memang pantas mendapatkan itu semua, Yah ! Pantas mendapatkannya. "Aku.. Aku menyukai Zariel. Hanya dengan cara mendekati mu, mungkin dengan perlahan aku bisa mendekati Zariel. Maksud lain itu adalah, agar aku bisa dekat dengan Zariel. Hanya melihat dan dekat dengan Zariellah membuat ku bertahan Rio, walaupun ku tahu dia hanya menganggap ku sebagai calon adik iparnya dan tidak lebih." Jelas Agni, Rio menggelengkan kepalanya frustasi mimik wajahnya tidak bisa tergambarkan lagi. Ia benar-benar tidak bisa berpikir jernih, yang hanya ingin Ia lakukan adalah pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Inikah balasan dari cinta tulusnya ?inikah balasan atas semua kasih sayangnya ? Inikah yang pantas Ia dapatkan dari orang yang sangat dicintainya ?.

Agni melepaskan cincin pertunangannya lalu meletakkannya pada telapak tangan Rio, "aku mengembalikan semuanya, cinta mu, sayang mu dan hati mu kembali utuh. Aku tidak pantas mendapatkannya, karena akan berujung pada luka untuk mu." Rio menatap Agni, tatapannya begitu luka. Luka yang sangat dalam, "Berikan aku salam terakhir melalui pelukan mu," ungkap Rio. "Setelahnya aku akan melepaskan mu dan merelakan mu untuk orang yang kau cinta Agni." Detik itu juga Agni langsung memeluk Rio, memeluknya untuk terakhir kali, memeluknya sebagai cinta yang telah berakhir. Cinta ? Tidak, hubungan ini hanya berdiri dari niat maksud lain, tidak ada cinta yang tercipta, hanya disatu pihak. Biarlah, biarlah pelukan ini menjadi akhir semuanya, menyakitkan bahkan lebih sakit bagi Rio.

"Aku akan membuat Kakak ku, menikahi mu demi kebahagiaan mu." Janji Rio kepada Agni, Agni hanya bisa membalas dengan tangis haru. Seharusnya! Seharusnya Rio lah yang patut Ia cinta, cintanya begitu tulus tanpa kecacatan sedikit pun. Tapi hatinya berontak, masih tetap memilih lelaki lain. Lelaki dari kakak kandung Rio sendiri -Zariel Ltuno-.

-------

Agni tersadar dari lamunannya, meletakkan kembali figura tersebut dibalik bantal tidurnya. Kejadian ini semua memang berfaktor dari dirinya, seharusnya Ia sadar akan hal itu. Tapi Ia berjanji setelah kepulangan dari Rumah Sakit ini akan membuat semuanya menjadi akhir yang bahagia.


*********

Zariel menghentikan mobilnya tepat diPerusahaan Gardian, Perusahaan dengan nama Marga keluarga. "Gardian ? Aku sudah tidak memakai nama itu lagi." Ucapnya tersenyum getir

Ia lalu memasuki Perusahaan tersebut yang merupakan salah satu harta warisan dari kedua Orang tuanya dan kini diambil alih oleh -Argario Tersaa- adik kandungnya sendiri. "Adik kandung ? Aku sendiri lupa mempunyai Adik kandung seperti mu Rio, kau terlalu licik." Ia kembali melangkah, seperti biasa Ia memasuki ruang kerja Rio begitu saja. Karena tidak akan ada yang mampu menghalanginya, karena memang mendapat sebagian dari perusahaan ini. Tapi tetap, Ia lebih suka menjadi pengusaha dimulai dari Nol seperti Perusahaannya sekarang yang mulai mengalami perkembangan pesat secara perlahan.

"Ada apa lagi kau mengacaukan pagi ku." Tanya Rio dingin, bertahan dengan File yang kini tengah menjadi objek perhatiannya sejak tadi. "Aku hanya ingin memberikan mu kabar, kabar yang......lumayan baik. Tapi tidak untuk ku." Rio akhirnya mengalah menatap Iyel yang berdiri tepat dihadapannya.

"Secepatnya kau katakan, agar tidak merusak pagi ku." Ucap Rio tajam. "Kau adik ku, tapi tidak mempunyai rasa hormat sedikit pun ? Ckck." Decak Iyel sinis, mampu membuat Rio diam seketika lalu menundukkan kepalanya.

"Perempuan yang sangat kau cintai itu ? Telah sadar, dan kau ? Dengan bodohnya percaya akan semua aktingnya itu. Tepat Rio, dia berpura-pura tidur dari komanya karena tidak ingin kau tahu bahwa dia telah sadar." Ucap Iyel tersenyum, menatap Rio yang masih menunduk. Ia melihat begitu jelas bahwa lelaki itu mengepal kuat jemarinya. "Saat kau menjenguknya malam itu ? Bahkan bersedia menemaninya dan menginap disana ? Dia telah sadar. Kau pulang dan bertepatan aku juga ingin menjenguk perempuan lumpuh itu, oh ternyata...... Dia telah sadar lama dari komanya. Aku langsung menemui dokter dan menanyakan akan semuanya." Kembali Iyel menatap Rio lalu melangkah menuju sofa tamu. "Kau ingat, saat dokter memberitahu bahwa Ia sadar ? Tapi ternyata saat kau dengan antusiasnya melesat ke Rumah Sakit malahan mendapati para dokter beserta suster menggunakan seragam operasi lengkap? Ckck, kau Tahu ? Itu semua telah di setting begitu rapi oleh perempuan yang kau cintai itu Rio, dia telah sadar, dokter hanya menuruti permintaannya agar berakting didepan mu seakan-akan keadaannya bertambah buruk. Karena dia tidak ingin kau mengetahui bahwa dia telah sadar, hahaha kau terlalu bodoh hingga membuat cinta mu itu Buta." Iyel mengetatkan rahangnya masih bertahan duduk disofa.

"Perempuan seperti itu yang masih kau cintai ? Perempuan seperti itu yang masih kau pertahankan ? Perempuan seperti yang.....,"

"CUKUP ! Pergi sekarang dari ruangan ku." Akhirnya Rio bersuara, nafasnya memburu tatapannya tidak terbaca. Dengan santai Iyel pun beranjak mendekati Rio, "Jika kau melakukan hal buruk, hal yang membuat Ify luka. Ku pastikan, kau akan mendapatkan hal yang setimpal. Ingat itu Rio," Iyel pun berbalik dan pergi. Rio lalu merasakan detakan jantungnya berdegup begitu kencang, "aku...aku telah melakukannya, aku telah melakukannya. Arggghh !" Ucapnya seraya mengacak rambutnya frustasi, kembali mengingat kejadian semalam akan perihal yang Ia lakukan pada Gadis polos itu. Dan sekarang ? Cintanya ? Perempuan yang sangat Ia cintai ? Entah sudah sekian kalinya membohonginya, tapi kali ini ? Kali ini begitu menyakitkan, harus kah semua ketulusannya dibalas dengan semua Kebohongan ?haruskah itu ?. Tanpa terasa Air matanya menetes begitu saja, kepalanya tiba-tiba memberontak untuk berpikir....

"Kenapa kau tega melakukan ini semuapada ku Agni ? Kenapa...,"

********

Ify perlahan membuka mata, menajamkan indera penghilatnya. Setelah benar-benar sadar, Ia terkejut saat mendapati sahabatnya dari desa -Casivia Zizari-

"Ify ? Kau telah sadar ?." Sivia langsung memeluk sahabatnya itu, lantas Ify mengkerutkan keningnya tapi tiba-tiba saja kepalanya pusing. "Sivia ? Bagaimana kau bisa ke kota ini ?." Ify mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah. Rumah kontrakannya ? Sejak kapan dia sudah berpindah tempat ? Yang Ia ingat Ia masih berada di kediaman Rio ? Lalu ? Kenapa menjadi kerumahnya seperti ini ?. Ada apa sebenarnya ? Ify merasakan ada yang aneh dari tubuhnya namun Ia biarkan saja, karena begitu asyik memikirkan bagaimana Ia bisa berpindah tempat seperti ini ?. Ya Tuhan....

"Jelaskan kepada ku Sivia, apa yang sebenarnya terjadi ?." Tanya Ify, Sivia baru akan menjelaskan. Namun terhenti saat sebuah suara berat membuyarkan ketegangan diantara kedua sahabat ini. "Biar aku yang menjelaskan Sivia." Ucap suara berat itu......
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Frisca Ardayani Book's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger